HAPPY READING
Revan dan Devan tengah berada di belakang sekolah. Jam pulang telah berbunyi, atas suruhan Devan melalui pesan yang ia kirimkan Revan mendatangi nya. Semenjak Revan berada disana satu kata belum terucap dari bibir Devan, sedangkan Revan hanya bisa menunggu.
"Udah siap denger?" tanya Devan dengan nada meremehkan.
"Kenapa nggak?" balas Revan dengan santainya.
Devan mendekati Revan, kini jarak mereka hanya 1 meter. Devan memegang pundak Revan dengan kuat, sakit memang yang Revan rasakan akibat cengkraman kuat dari Devan tapi ia masih bersikap santai dengan memasukkan kedua lengannya ke kantong celana abu-abu.
"Gadis lo udah jadi milik gue," bisik Devan dengan pelan.
"Maksud lo?" tanya Revan yang masih belum mengerti arah pembicaraan dari Devan.
"Nggak usah pura-pura nggak ngerti," Devan melepaskan cengkraman tersebut, Revan langsung terdorong ke belakang.
"Aura Revita gadis yang lo cintai udah jadi milik gue," jelas Devan ke Revan.
Revan merasakan dadanya seperti diremas ketika mendengar gadis yang selama ini ia kejar ternyata telah bersama musuh bebuyutannya. Ia kini berpura-pura tersenyum sebagai bentuk bahwa ia tak masalah dengan hal itu.
Devan dapat meluas luka di dalam mata Revan, itulah yang ia inginkan melihat luka Revan. Ia selalu berambisi ingin menjatuhkan cowok yang berada dihadapannya ini. Bagaimana pun caranya dia harus bisa menjatuhkan, melukai, dan mengalahkan Revan.
"Lo mau gue bereaksi apa?" tanya dokter Revan dengan nada datarnya.
Devan menyugar rambut hitam legam nya ke belakang. Ia kembali ingin memanasi teman balapannya ini. "Nggak ada, karena dari mata lo gue bisa liat semuanya," kata Devan sambil membawa kedua tangannya membentuk suatu lingkaran. "Gue tahu lo itu sakit dengernya, hati lo hancur, dan lo nggak akan bisa deketin Aura lagi!" tambah Devan dengan nada sinisnya.
"Nggak masalah lo pacaran sama Aura, yang gue mau lo jangan sakitin dia. Dia nggak tahu apa-apa!" balas Revan dengan nada yang datar bahkan dingin.
Mendengar hal tersebut senyum bahaya milik Devan semakin terlihat, nyatanya Revan sudah mulai terpancing sedikit. "Kalau gue nggak jagain terus gue sakitin gimana?" Devan yang terus menerus menarik emosi dari Revan.
"Lo berhadapan sama gue!" sentak Revan.
"Itu yang gue mau!"
"Maksud lo?"
"Perlahan-lahan lo bakalan tahu maksud gue,"
"Gue biarin lo sama Aura, tapi jangan pernah sakiti dia!" Revan kembali mengulang ucapannya itu. Sebenarnya ia tahu Devan memang sangatlah suka memancing amarahnya. Maka dari itu ia harus bersabar.
"Gue nggak bakal sakitin tapi gue bakal tidurin, gimana?" kata Devan dengan nada sinisnya itu. Ia tahu hanya cara ini yang bisa membuat Revan menyerangnya saat ini.
Amarah kini telah menyelimuti Devan, ia paling tak bisa tahan ketika mendengar sebuah pelecehan terhadap seorang gadis. Apalagi ini akan terjadi kepada gadis yang ia sayangi. Ia tak akan membiarkan ini terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVAN ANGGARA
Teen FictionRevan Anggara, sosok laki-laki yang penuh akan luka di masa lalunya. Namanya sangat terkenal di arena jalanan. Sosok ketua geng motor yang sangat ditakuti oleh lawannya. Sampai sekarang masa lalu Revan belum selesai, lawan yang dulunya adalah sahaba...