PART 11 | SALAH PAHAM

615 29 0
                                    

HAPPY READING

Berangkat ke sekolah kali ini, Aura harus bersama Revan karena Andra yang menyuruh nya. Tentunya dengan sikap penurut yang dimiliki oleh Aura, ia langsung mengiyakan segala perintah dari sang kakak. Revan telah berada di halaman rumahnya semenjak sepuluh menit yang lalu, menunggu Aura yang sedang sarapan. Padahal ia sudah disuruh masuk tapi oleh bunda Aura, dengan kekehnya ia tetap berada di halaman rumah dan tengah duduk di bangku yang tersedia.

"Udah lama kak?" tanya Aura ke Revan yang posisinya saat ini membelakangi Aura.

Revan berbalik badan, Aura melotot melihat wajah Revan yang babak belur. Ia langsung menyentuh luka yang ada di sudut bibir Revan.

"Ini jatuh atau kenapa?" tanya khawatir Aura yang langsung duduk di sebelah Revan.

"Nggak apa-apa," Revan menepis halus tangan Aura.

Kembali Aura menyentuh luka yang ada di pelipis Revan, rasanya ia sudah gemas ingin mengobatinya. "Kok nggak apa-apa, ini banyak lo kak luka nya. Obatin sekarang ya?" desak Aura.

"Nanti aja, mending sekarang ke sekolah. Takutnya terlambat."

"Kalau infeksi gimana?"

"Nggak bakal, udah biasa."

"Ini parah lo kak!"

"Khawatir?"

"Iyalah!"

Aura yang sadar ucapannya langsung melepas sentuhannya di luka Revan.
"Cie malu,"

"Biasa aja,"

"Emang ya kata-kata di mulut selalu berlawanan dengan kata-kata di hati,"

"Kok tahu?"

"Nah kan ketahuan,"

"Ish, udah yuk mending sekolah aja."
Aura langsung menunju motor Revan. Sedangkan Revan ia masih santai duduk di bangku itu.

"Ngapain disana sih kak?" kesal Aura.

"Duduk!"

"15 menit lagi masuk kelas tahu, hitungan 5 nggak kesini aku jalan sendiri!"

Aura kini telah menghitung sampai lima, sayangnya Revan masih dengan santainya duduk sambil memandang Aura dengan tatapan cinta yang ia berikan ke Aura. Aura benar-benar kesal, apalagi Aura tipikal anak yang paling takut dengan kata terlambat. Ia juga sangat kesal karena ulah Revan, padahal tadi ia yang ngotot pergi ke sekolah, tapi sekarang malah dia yang tidak mau. Entah apa mau dari seorang Revan Anggara.

Karena kesalnya sudah berada di ujung tanduk, Aura menghentakkan kakinya kemudian berlalu menuju halte tempat ia menunggu bus. Jika bukan karena sang sopir yang sedang mengantar ayahnya ke bandara, maka ia akan pergi bersama sopirnya. Memang ada beberapa mobil di garasinya, sayangnya ia tak bisa memakai nya. Jika menyuruh sang bunda, bundanya sedang istirahat karena merasa tidak enak badan katanya.

Revan hanya tersenyum melihatnya, ketika Aura telah hilang dari pandangan nya, Revan kemudian berlari ke motornya. Dengan cekatan ia menarik gas motornya.

REVAN ANGGARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang