4. Masih Mengenang

839 98 7
                                    

Pagi hari cahaya dari luar menyelinap memasuki kamarku melalui celah jendela. Segera ku bangun dan lansung ku rapikan kasurku yang berantakan karena semalam aku tidak bias tidur sehingga kasurku berantakan. Setelah rapi, aku pergi mandi kemudian siap-siap dan turun ke bawah.

“Pagi maaa,” sapaku pada mama yang sedang berada di dapur.

“Pagi sayang. Mau kemana tumben pagi-pagi udah rapi aja,” tanya mama.

“Mau ke apartement,” jawabku sambil mengambil roti dari bungkusannya.

“Ngapain ke Apartement? Kamu selama di Korea bakal tinggal disini kan?” tanya papa yang tiba-tiba muncul.

“Aku ingin tidur di apartement saja pa, nanti setiap minggu aku pulang kesini. Aku tinggal disana agar kalau mau jalan-jalan sama Chaeng dan Dubu lebih dekat,” jawabku menjelaskan yang diikuti dengan anggukan dari mama.

“Ohh baiklah, oh iya Tzuyu untuk tawaran yang tadi malam papa tawarkan tolong pikirkan ya nak,” ucap papa sambil mengelus rambutku. Aku pun menjawab dengan senyuman.

“Kalau begitu Tzuyu pergi dulu ya ma, pa, byee.” Ucapku sambil mencium pipi mama dan papa.

Sebelum aku pergi ke apartement, aku memutuskan mampir terlebih dahulu ke minimarket untuk memberi beberapa jajan dan buah-buahan. Tentunya bukan untuk aku, aku ingin pergi mengunjungi Panti Asuhan yang dulu sering ku kunjungi. Ya memang dulu aku anak nakal, tapi apa salahnya anak nakal memberi bantuan pada orang lain? Aku memang tidak terlalu pintar, tapi aku jug ingin berbagi ilmu ke anak-anak yang ada disana. “Nakal boleh, asal masih punya hati” itu kata-kata darinya dulu.

Kumasukan mobilku ke halaman rumah sederhana yang cukup luas. Kupandangi rumah itu, suasananya masih sama, hanya saja beberapa tempat nampak berbeda, lebih bagus dari 7 tahun lalu. Ku lihat wajah seseorang yang tidak berubah sedikitpun, ku segera menghampirinya.

“Bibi Momo…” sapaku sambil teriak ke arahnya. Sepertinya bibi sediki terkejut melihatku.

Dia tersenyum padaku.

“Tzuyu-aa,” panggil bibi padaku sambil memelukku erat.

“Bibi kangen padamu,” lanjutnya lalu melepaskan pelukan kami.

“Bagaimana kabar bibi?” tanyaku padanya.

“Bibi baik-baik saja, bagaimana denganmu? Kenapa sudah lama tidak kesini, bibi kira kamu marah pada bibi.” tanya balik bibi padaku.

“Aku baik-baik saja bi, maaf waktu itu aku tidak sempat berpamitan pada bibi, tiba-tiba saja aku pergi ke Amerika bi, tujuh tahun aku bekerja disana, dan baru kemarin aku pulang,” jelasku pada bibi.

“Jadi seperti itu, ayo sini duduk dulu, bibi akan buat minuman, ceritanya kita lanjut saja nanti yaa,” ucap bibi sambil mengantarku untuk duduk di bangku taman.

“Ah tidak perlu repot-repot bi, bertemu bibi saja sudah cukup,” tolakku halus.

“Sudah, tidak apa-apa, tunggu disini yaa,” balas bibi lalu pergi meninggalkanku.

Ku lihat banyak anak-anak sedang bermain disana. Ku berikan jajan dan buah-buahan yang aku beli tadi pada mereka. Ku perhatikan dari wajah mereka, mereka sepertinya terlihat senang. Setelah sedikit mengobrol dengan mereka kuputuskan untuk kembali duduk di tempatku tadi.
Satu momen berharga terlintar di kepalaku. Tempat ini tempat bermakna. Tempat ini, tempat aku kembali bertemunya. Tempat ini, tempat aku mendapatkan nomernya.

-Flashback on

“Ih mama ngapain sih ngajak aku pergi segala, mau kemana-kemananya juga gabilang. Malah ngajak pergi seenaknya,” kesalku pada mama.

Masa Lalu ( JITZU ) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang