3. Mengenang

920 113 0
                                    

”CHAEYOUNG” aku terkejut ketika nama sahabatku menelponku, karena biasanya selama aku di Amerika kita hanya mengobrol lewat chat saja. Alasannya, karena kami berdua ingin hemat pulsa. Oh iya Chaeyoung adalah sahabatku dari kecil, sebenarnya ada satu lagi, yaitu Dahyun. Kita bertiga dekat sejak kecil, karena orang tua kita berteman dekat.

Ku putuskan untuk mengangkat telpon itu.

“Halo,” sapaku padanya.

“Yakkk, Tzuyu-aa, kenapa tak mengabariku dan Dahyun jika kau akan pulang ke Korea. Jika kau bilang kan aku bisa menjemputmu di bandara. Haish aku merasa kau tak mengganggapku sebagai sahabat,” ucapnya dengan nada meninggi.

“Maaf, aku tidak ingin merepotkan kalian. Lagipula kau sudah tau kan sekarang,” jawabku singkat.

“Baiklah, pokoknya besok kita harus bertemu, aku merindukanmu Tzuyu-aa,” ucapnya sambil membuat nada sok imut.

“Yayaya, besok malam di kafe biasanya. Aku tidak bisa jika pagi atau siang, aku harus membersihkan apartementku,” jawabku. Besok aku memang ingin membersihkan apartementku yang dulu aku tinggali. Aku membeli apartement dekat tempatku kuliah dulu, karena rumah orang tuaku terlalu jauh dari kuliah.

"Baiklah, apa perlu aku dan Dahyun membantumu?” tawar Chaeyoung.

“Tidak usah,” jawabku dingin.

“Haish kamu selalu seperti itu,” jawabnya, mungkin dia sebal padaku.

“Apa ada hal yang ingin kau bicarakan lagi? Jika tidak ada akan kumatikan, kau mengganggu malam tenangku,” ucapku.

“Baiklah matikan saja, bye Tzuyu-aa, sampai bertemu besok,” jawab Chaeyoung lalu mematika panggilannya.

Setelah panggilan terputus, ku arahkan pandanganku ke seberang jalan, tepat seberang dari rumah makan ini. Disana aku teringat sesuatu, disana toko buku itu berada, disana tempat pertama kali aku bertemu dengannya.

-Flashback on
Aku memasuki toko buku untuk mencari buku yang sangat ingin aku baca. Ya tentu saja bukan buku pelajaran, karena aku tidak suka belajar. Ku edarkan pandanganku ke seluruh rak buku untuk mencari novel yang akan aku baca di rumah makan seberang. Setelah ku menemukan novel itu, aku pun segera berjalan menuju ke kasir untuk membayar.

Tapi tiba-tiba
BRUKK, aku tidak sengaja menabrak seseorang perempuan.

“Yakk kalau jalan hati hati dong, liat ini kakiku berdarah karenamu,” omel perempuan itu padaku.

“Oh maaf, suruh siapa kau juga terlalu sibuk dengan hpmu,” jawabku tak peduli lalu meninggalkan dia.

“Dasar bocah tak punya sopan santun,” ejeknya padaku.

“Apa kau bilang?” tanyaku tak terima, ya walaupun aku masih SMA tapi aku tidak terima jika dia memanggilku sebagai bocah.

“Bocah, betulkan? Kau masih memakai seragam sudah pasti kau bocah,” jawabnya sambil berusaha berdiri.

Aku yang tak terima langsung menghampirinya dan menarik lengannya. Kupegang lengannya dengan penuh emosi.

“Memang aku masih sekolah, tapi kau tak punya hak memanggilku bocah,” ucapku dengan nada yang meninggi sambil mengeratkan peganganku pada lengannya hingga membuatnya merintih kesakitan.

"Aww sakit, lepaskan jika tidak mau menolong pergi saja, aku minta maaf karna memanggilmu bocah,” jawabnya dengan nada yang sangat pelan, mungkin dia benar-benar kesakitan. Ku lihat kakinya yang semakin banyak mengeluarkan darah. Aku merasa bersalah.
“Ikut aku,” ucapku sambil menarik tangannya dan membawa dia pergi ke luar toko. Novel yang ingin aku beli tadi kukembalikan ke raknya.
Ku suruh dia untuk duduk di bangku yang ada didekat toko buku.

“Tunggu sebentar, jangan kemana mana, ok?” ucapku, lalu pergi ke minimarket yang ada di dekat sana. Aku membeli plester luka dan obat merah. Setelah membayar di kasir, aku langsung menuju ke dia.

“Darimana?” tanyanya sesampanya aku disana.

Aku tak menjawab pertanyaannya dan segera membersihkan lukanya dengan air yang aku bawa di tasku. Lalu kuberi obat merah dan kututupi lukanya dengan plester.

“Maaf” ucapku sambil mengangkat kepalaku ke arahnya.

“Tak masalah, untung kamu wanita, kalo kamu pria aku bisa baper,” jawabnya sambil tertawa.

“Walau aku bukan pria, aku bisa buat kamu baper,” jawabku sambil berdiri lalu duduk disebelahnya.

“Aneh-aneh saja,” ucapnya sambil memukul lenganku
Canggung, sunyi, itu yang kami rasakan, tidak ada percakapan lagi setelahnya hingga hpnya berdering.

“Halo,” ucapnya kepada orang yang sedang menelfonnya.

“Iya baiklah aku akn segera pulang,” lanjutnya lalu memutuskan panggilan tersebut.

“Hm permisi, aku pulang dulu, terimakasih sudah mengobati lukaku,” ucapnya padaku sambil tersenyum.

“Iya, maaf tadi sudah membentakmu,”

Dia tersenyum lalu pergi.

“Eh tunggu,” tahanku padanya membuatnya berbalik ke arahku.

“Boleh aku minta nomermu,” tanyaku padanya.

“Untuk apa?” tanyanya kebingungan.

“Agar aku bisa membuktikan, kalau wanita bocah ini bisa membuatmu baper,” jawabku setenang mungkin.

“Jika kita bertemu lagi ditempat lain, akan ku berikan. Selamat tinggal,” ucapnya sambil tersenyum dan kembali pergi.

Ku tatapi punggungnya yang perlahan menghilang. Entah kenapa dia bisa membuatku berbunga bunga. Tapi aku yakin dia straight. Dia tak mungkin merasakan hal yang sama denganku.

-Flashback off

“Ah sial, kenapa aku harus mengingat itu semua,” gerutuku sambil mengacak ngacak rambutku.

Sungguh, aku ingin melupakannya tetapi mengapa ini sangat sulit. Dia pasti kini sudah melupakanku dan mungkin dia sudah mendapat yang baru.

“Ah berada disini bukannya membuatku tenang, malah menambah beban. Daripada terus terusan mengenang masa lalu lebih baik aku pulang dan tidur,” ucapku dalam hati lalu meninggalkan rumah makan itu setelah selesai membayar.

Sesampainya di rumah aku langsung masuk ke kamar lalu membersihkan  diri dan kemudia pergi tidur, berharap besok aku sudah tidak memikirkannya.

-Makasih yang uda mau baca, walau ceritanya agak aneh, ini alurnya masih maju mundur yaa.

Masa Lalu ( JITZU ) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang