18. Serius?

641 85 35
                                    

Ku tancapkan gas dan kemudian mulai menjauh dari area rumah Jihyo. Perasaanku bercampur aduk saat ini, menyesal, pasrah, bingung, itu yang kurasakan saat ini. Aku tahu aku bodoh, aku tau kalian akan bilang jika harusnya aku berjuang lagi untuk Jihyo tapi cara berpikirku beda, Jihyo mengkhawatirkanku waktu mabuk saat itu hanya karena dia memang tipe orang yang berhatian, dan dia datang menemuiku tadi hanya untuk memintaku untuk memaafkan Dahyun saja. Aku tahu dia sudah tidak mencintaiku, dia hanya menyayangiku sama seperti dia menyayangi Dahyun dan Chaeyoung. Dia sudah membuka hati untuk orang lain setelah sekian lamanya, dan aku tak mau merusaknya. Aku takut jika aku kembali padanya dan tapi suatu saat di masa depan hubunganku dengan dia tak sesuai harapan kita berdua, aku takut dia akan trauma dengan kata cinta. Sekarang lebih baik aku membuatnya membenciku terlebih dahulu walaupun itu menyakitkan bagiku.

Jujur, aku benci diriku ini, aku membenci sikap pengecutku ini. Kurasa bukan hanya aku yang membenciku, ternyata langit juga ikut membenciku. Lihatlah langit siang ini masih sangat terang, padahal hatiku sedang mendung, sangat tidak adil.

Setelah berkendara cukup lama sambil diselimuti rasa bersalah, akhirnya aku memarkirkan mobilku di depan supermarket.

Aku turun dari mobil dan memasuki supermarket yang lumayan ramai itu. Ku ambil keranjang dan pergi mencari bahan-bahan makanan yang sudah habis, karena memang aku sudah lama tak membelinya. Tak lupa beberapa kaleng minuman soda, tentunya soda tanpa alkohol. Aku masih mengikuti perintahnya untuk tidak mabuk-mabukan.


Setelah kurasa cukup, aku segera pergi ke kasir untuk membayar. Tapi kulihat masih panjang antriannya.

“Cih pasti pegawainya kurang ahli,” gerutuku dalam hati. Biasanya itu yang dikatakan Dahyun jika sedang mengantri seperti ini.

Dengan terpaksa aku akhirnya mengantri. Sungguh membuat moodku tambah buruk ini mah.

Aku menoleh ke arah kiriku memperhatikan wajah para pembeli yang sepertinya juga sama lelahnya dengan diriku. Ku alihkan pandanganku yang tadinya melihat ke arah kiri menjadi ke arah kanan. Sosok yang pertama kali aku lihat adalah seseorang yang pernah bertemu denganku sekitar 3 atau 4 kali saja. Kini matanya dan mataku bertemu, segera aku memutuskan kontak mata itu dan kemudian menghadap ke depan.

“Tzuyu,” dia memanggilku.

Aku tak menjawab dan hanya menatapnya sebentar lalu kemudian kembali menghadap ke depan lagi. Jujur aku tak suka melihat wajahnya sekarang.

“Aku Mina, kau ingat kan?” ucapnya padaku. Jelas ingatlah, bagaimana bisa aku melupakanmu. Kau juga penyebab sahabatku meninggalkanku. Kenapa aku harus bertemu dirinya disaat moodku sedang jelek seperti ini.

“Aku tau,” balasku dingin tanpa menoleh ke arahnya.

Tapi tatapanku tertuju pada keranjang belanjaanya, ada banyak botol minuman keras disana. Wajahnya kalem, tapi tak kusangka dia suka minum.

“Setau gue Dahyun memang suka mabuk si, tapi biasanya dia gasuka kalau pacarnya juga mabuk,” ucapku padanya membuatnya menoleh padaku, walaupun pandanganku masih ke depan aku bisa melihat bahwa dia menghadap ke arahku sekarang.

Dulu diantara kita bertiga, Dahyun lah yang paling suka mabuk. Dia yang selalu mengajakku dan Chaeyoung untuk pergi ke bar. Sampai sekarang sepertinya dia juga masih suka minum-minum. Chaeyoung juga sudah menyerah untuk melarangnya mabuk dan akhirnya membiarkannya. Tapi memang Dahyun yang paling soft diantara kita bertiga, dia tak mau orang yang dia sayang mabuk kecuali aku dan Chaeyoung.

“Aku udah putus sama Dahyun,” balasnya, aku hanya berpura-pura tidak tahu saja.

“Jadi lu mabuk karena putus dari Dahyun?” tanyaku padanya. Memang agak kasar dengan menyebut kata “lu” padanya. Aku tahu dia lebih tua dariku tapi aku sudah tidak peduli. Setua apapun dia jika aku membancinya aku akan menggunakan kata “ lu dan gue."

Masa Lalu ( JITZU ) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang