36. Malam Tenang.

641 102 37
                                    


Waktu terus berlalu. Dengan atau tanpa adanya dia waktu terus berjalan, jam terus berputar, dan hari terus berganti.

Hari demi hari sudah aku lalui, dengan hati yang telah ditinggalkan oleh sang penghuni.

Berusaha menerima setiap hari, hingga kini, malam yang tak pernah dinanti terjadi.

Malam yang sungguh memberatkan diri. Malam ini, wanita cantik kesayanganku mengikrarkan janji, berdampingan dengan sang kekasih, yang sudah ia pilih untuk menjadi suami.

Senang? Tentu. Sedih? Tentu. Kecewa? Wah itu sudah pasti.

Tapi apalah dayaku? Aku hanya wanita pengecut yang rela berbohong agar tak menghadiri pesta pernikahan sang mantan.

Waktu itu aku berpamitan padanya dengan berkata bahwa aku akan pergi keluar negeri. Padahal pada nyatanya kini aku tengah berada di negeri dan kota yang sama sambil duduk menyendiri.

Memandang tempat pertama kita bertemu, sambil memikirkan penyesalan kenapa aku tak mau memperjuangkanmu kala itu.

Harus nya waktu itu aku lebih sabar, harusnya  waktu itu aku lebih lama dan lebih kuat memperjuangkanmu Jih. Mungkin malam ini aku tak semenyedihkan ini.

Ditemani dengan secangkir teh hangat yang kini berubah menjadi dingin karena angin di balkon rumah makan tua ini.

Memandangi toko buku yang membuatku bertemu dengan dia. Orang yang memiliki sejuta kenangan denganku. dan seseorang yang juga akan menikah malam ini.

Sangat ingin rasanya datang ke acara pernikahannya dan mengucapkan selamat secara langsung. Namun sayang, aku masih tak sanggup.

Memang benar aku sudah merelakannya, tapi tidak dengan melupakannya. Aku tak mau memaksa diriku untuk melupakannya, karena dipaksa untuk tidur saja tidak enak, apalagi dipaksa untuk melupakan.

Biarkan saja, manusia pasti akan melupa pada waktunya kan? Dan waktunya kapan? Entahlah, aku juga tidak tahu.

HP yang dari kemarin aku matikan, kini aku hidupkan. Semua notif bermunculan, aku membaca semua yang kurasa penting satu persatu.

Hingga melihat kontak Jihyo tertulis disana, mengirimiku pesan.

Hingga melihat kontak Jihyo tertulis disana, mengirimiku pesan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ku biarkan saja, tak membalas apa-apa. Dia mempercayaiku. Dia percaya ketika saat itu aku berkata bahwa aku akan berangkat ke Amerika sehari sebelum hari pernikahannya.

Aku membuka beberapa pesan lain, dan yang terakhir adalah pesan dari Dahyun. Dia mengirimiku foto beberapa menit yang lalu.

Bukankah dia terlihat cantik menggunakan gaun yang pas untuknya? Ah aku berharap aku bisa melihatnya langsung disana, tapi nantinya itu akan menyakitiku, aku sangat egois sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bukankah dia terlihat cantik menggunakan gaun yang pas untuknya? Ah aku berharap aku bisa melihatnya langsung disana, tapi nantinya itu akan menyakitiku, aku sangat egois sekarang.

Tepat setelah menjawab pesan Dahyun, HPku berdering menandakan ada yang menelpon, dan ternyata itu Dahyun.

"Halo," sapaku setelah panggilan telpon ku angkat.

"Kau dimana sekarang Tzu?"  tanyanya. Terdengar suara ramai dari sana, itu karena Dahyun sedang ada di acara pernikahan Jihyo.

"Lagi di luar, ada apa?"

"Kemarilah datang, daripada kau galau galau tidak jelas disana. Bersenang-senang lah disini," Dia meracau seperti orang mabuk, padahal aku yakin dia juga tidak sedang mabuk.

"Lebih bain disini, tenang. Daripada harus datang ke acara seseorang yang telah membuatku galau," balasku dan terdengar helaan nafas dari seberang.

"Setidaknya ucapkan selamat padanya dan berpamitan padanya bahwa kau besok akan benar-benar pergi," Aku tahu Dahyun benar-benar berusaha agar aku tidak menjadi orang pengecut.

"Tak bisa, aku berangkat besok pagi. Malam ini aku akan menata barangku," balasku.

"Ahh baiklah, aku akan mengantarkanmu ke bandara besok pagi,"

"Aku juga akan mengantarmu Tzu," Seseorang di seberang sana juga ikut menyaut. Dari suaranya aku tahu itu Nayeon eonnie.

"Baiklah, aku tutup ya," aku pun menutup panggilan tersebut.

Sebenarnya aku tak sepenuhnya berbohong pada Jihyo. Aku memang akan ke Amerika, berangkatnya bukan kemarin, tapi besok.

Papa sudah menemukan penggantinya di perusahaan, dan aku harus melakukan pekerjaanku di Amerika.

Aku kembali ke Amerika bukan berniat untuk melupakan Jihyo, hanya untuk meneruskan pekerjaanku saja.

Lagipula aku dan Jihyo sudah pernah berpisah sebelumnya, jadi kurasa hal itu sudah biasa.

Hm, bercanda. Itu hanya alibi ku saja agar aku tidak terlihat sangat menyedihkan.

Baiklah, mungkin ini saatnya aku pulang ke rumah dan mulai berkemas karena besok aku akan memulai kehidupanku kembali.

Aku langkahkan kakiku keluar dari rumah makan tua itu. Berjalan menghampiri mobilku yang terparkir tepat di depannya.

Pandanganku masih terfokus pada toko buku itu. Apa aku harus masuk ke dalamnya sebelum aku akan pergi esok? Kurasa itu bukan ide buruk.

Aku menyebrang dengan hati-hati dan kemudian mulai memasuki toko buku itu.

Melihat rak-rak penuh buku. Sudah lebih dari satu tahun aku pulang ke Korea tapi aku belum pernah menginjakan kaki ke dalam toko buku ini.

Suasana yang masih sama. Susunan rak yang juga masih sama, membuatku terbawa ke masa lalu.

“Dasar bocah tak punya sopan santun,”

Ah kata-kata itu terngiang-ngiang di kepalaku. Nada dan ekspresi wajah marahnya terekam jelas diingatanku.

Kala itu awal pertemuanku dengannya berawal dengan tidak baik. Akankah itu yang menyebabkan kita juga berakhir tidak baik sekarang?

Aku langkahkan kaki ku mengelilingi toko buku hingga berhenti tepat di rak buku novel.

Aku terkejut ketika melihat buku novel yang terkenal 8 tahun lalu kini masih ada di rak itu.

Buku novel yang kala itu tidak jadi aku beli karena harus mengobati Jihyo.

Chaeyoung merekomendasikan novel itu padaku, katanya novel itu sangat menguras emosi dan berakhir sad ending. Karena aku suka yang seperti itu jadi waktu itu aku berniat membelinya namun tidak jadi.

Sekarang aku tak lagi ingin membeli novel sad ending itu. Karena kurasa kisah cintaku juga sad ending.

Tak ingin berlama-lama larut dalam kesedihan, aku memutuskan untuk keluar dari toko boko itu.

Kembali menyebrang untuk menuju ke mobil. Namun di pertengahan terdengar klakson yang sangat keras dari arah kiri.

Aku menoleh dan yang ku lihat hanya cahaya yang sangat terang, aku yang tidak fokus itu akhirnya terlempar dan terjatuh sangat keras di aspal. Aku masih bisa merasakan sakitnya. Suara histeris dimana-mana bisa aku dengar bersamaan dengan bau darah yang aku rasakan.

Cahaya yang kulihat tadi kini sudah tak ada dan berubah menjadi gelap.







*Hai!!!
Gatau deh mau nulis apa.
Bingung.

Cerita kali ini lebih singkat gasi? Iya singkat kayak hubungan kalian.

Bercanda, asli.

Oh ya cuman mau ngingetin, 1 bagian lagi menuju ending.

Jangan lupa vote ya!

 





Masa Lalu ( JITZU ) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang