Kesabaran Irene sudah habis. Dia tak lagi bisa berdiam di Mansion ini dan terjebak lebih lama lagi dalam kebohongan yang di lakukan oleh penguasa tempat ini.
"Aku tidak bisa di sini terus." lirih Irene di tengah pelarian yang ia lakukan, menjauhi dari Vincent.
"Aku harus pergi." batin Irene.
Brukk
Tubuh kecil Irene terjatuh karena tak sengaja bertabrakan dengan seorang. Irene mendongak, menatap pria tinggi berseragam di hadapannya.
"Nyonya, apakah anda tidak apa-apa?" seru pria yang sudah sedikit berumur itu khawatir. Ia kemudian menaruh kardus yang akan dia bawa masuk ke dalam Mansion agar dapat memastikan keadaan Irene.
"Tidak apa-apa." angguk Irene berdiri. Irene menatap pria di depannya dengan pandangan tanya dan seolah dapat memahami arti dari tatapan wanita di hadapannya, si pria membuka suara untuk menjawab.
"Saya adalah petugas yang biasanya datang setiap akhir bulan untuk menyetok bahan makanan juga barang yang di butuhkan di Mansion ini, Nyonya." ucapnya memberitahu.
Irene mengangguk. Tidak heran, Mansion ini kan terletak jauh dari pusat kota dan lagi, pemilik tempat ini sama sekali tidak mengijinkan siapapun yang telah bekerja di sini untuk berkeliaran di luar kecuali ada yang sudah di siapkan untuk datang di saat perlu saja untuk membawa keperluan.
"Baiklah, lanjutkan saja pekerjaannya, Pak. Saya mau masuk ke dalam." pamit Irene hendak pergi akan tetapi kedua matanya tak sengaja melihat truk besar bewarna biru.
Irene menoleh ke belakang ke arah pria yang kini melenggang masuk melewati pintu belakang menuju dapur lalu melihat ke arah truk. Sebuah ide terbesit di kepala Irene membuatnya tersenyum..
----
Seulgi memasuki kamar di mana Jimin berada. Pria itu, ayah dari putra nya terlihat tengah berdiri dekat jendela kamar dan tengah memandang lurus ke depan. Seulgi mendekat, ia merasa kondisi Jimin sudah cukup membaik untuk di biarkan pergi meninggalkan Mansion.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Seulgi begitu ia berdiri tepat di belakang Jimin.
Jimin membalikkan badan, menundukkan kepalanya sedikit menatap Seulgi yang lebih kecil darinya, di tambah saat ini Seulgi hanya memakai sendal rumahan beludru lucu, sungguh sangat tak sesuai dengan statusnya yang sudah memiliki satu orang putra.
Sudut bibir Jimin tertarik membentuk senyum tipis tatkala melihat sendal yang di kenakan oleh Seulgi, "Apa itu? Apa kau memakai sendal milik anak kita?"
Seulgi mendengus seraya memutar bola matanya jengah, "Shut up! Jangan bicara seolah kita adalah sepasang suami istri dan berhenti menyebut Jiseul sebagai anak kita." omel Seulgi malah menambah kegemasan Jimin terhadapnya.
Jimin menarik pinggul Seulgi membuat wanita yang telah melahirkan putranya ke dunia jatuh ke dalam pelukannya, "Bukankah memang benar. Kau tentu tidak akan bisa membuatnya sendiri." bisiknya tepat di depan wajah Seulgi yang memberontak meminta untuk di lepaskan.
"Ck! Kau harus pergi dari sini." ucap Seulgi.
Pandangan mata Jimin berubah dratis ketika mendengar perkataan Seulgi. Bagaimana bisa wanita ini mengusirnya dalam keadaan seperti ini. Tidak! Jimin tak takut mengenai nyawanya yang akan kembali terancam tapi Seulgi dan Jiseul, orang-orang itu jelas menargetkan Seulgi dan putranya. Jimin telah memikirkan hal ini sejak kemarin, dan dia tidak akan tenang selama dalang dari percobaan pembunuhan ini belum tertangkap.
Bahkan tanpa Seulgi tau, Jimin telah menghubungi orang-orangnya untuk mencari tau masalah ini dan hinga kini Jimin masih menunggu balasan dari anak buahnya. Tak tanggung-tanggung ia juga meminta team terbaik yang bekerja di bawah organisasi yang ia bangun bersama teman-temannya di Italia untuk melakukan penyelidikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretty Little Liars
FanfictionBlackpearl adalah sebutan untuk kelima gadis yang selama ini menjalani hidup sesuai aturan mereka. Berbohong, menipu dan mencuri menjadi keahlian. Kehidupan masa lalu yang kelam telah membentuk kelimanya hingga menjadi kumpulan wanita kuat.. Bae Ir...