Jealous

2.1K 378 48
                                    

Irene melirik jam tangan bermerk gucci yang melingkari pergelangan tangannya dengan gelisah karena sudah lebih dari satu jam dia terjebak di restoran hotel bersama pria yang baru ia ketahui namanya beberapa menit yang lalu.

"Aku sudah minta maaf, lagipula tidak ada yang di rugikan atas peristiwa tabrakan tempo hari kan?" protes Irene.

Vincent meraih gelas coffe, nampak santai saat menyeruput macchiato, tak terpengaruh sama sekali dengan omelan Irene. Ia justru menikmati melihat bagaimana perempuan di hadapannya bergerak frustasi sembari mencecap rasa manis macchiato.

"Hey, kau mendengarku kan?"

"Lalu apa yang kau inginkan?"

"Harusnya aku yang bertanya seperti itu, Tuan."

Vincent menarik senyum, "Aku ingin membuat kesepakatan."

"Kesepakatan?" ulang Irene.

"Iya, kau harus ada setiap aku membutuhkanmu," jelas Vincent, "Dan aku tidak menerima penolakan." lanjutnya mutlak.

"Ck! Aku tidak punya waktu lebih banyak lagi untuk semua omong kosong ini," Irene berdiri, "Sepertinya urusan kita sudah selesai."

"Jangan main-main denganku. Aku tau apa yang kau inginkan dan aku bisa membantu untuk itu."

Langkah kaki Irene terhenti. Ia mengernyit seraya membalikkan badan menatap Vincent.

"Hanya saja aku butuh imbalan sepadan." sambung Vincent dengan senyum tipis yang entah mengapa membuat Irene merinding. Ini adalah pertama kali seorang leader Blackpearl terintimidasi berhadapan dengan seorang pria.

"Apa yang sebenarnya kau inginkan?"

"Kau tau apa yang ku inginkan, Bae Joohyun."

Kedua mata Irene membulat sempurna. Bagaimana pria itu bisa tau nama aslinya yang bahkan tidak banyak di ketahui oleh orang lain termasuk rekan kerjanya.

"Siapa kau sebenarnya." ucap Irene berupa bisikan namun hanya di balas tatapan tajam oleh Vincent.

----

Penolakan Seulgi untuk misi selanjutnya kali ini membuat Wendy harus memutar otak agar Seulgi mau menerimanya karena hanya perempuan itu harapan Wendy untuk menaklukkan Jimin setelah mencari tau detail wanita yang masuk kriteria sang Assasin. Jisoo? Perempuan absurd itu hanyab akan mengacaukan rencana hanya sekali melangkah sedang Irene, pilihan lain di kala genting justru sibuk mengurus si bungsu yang juga kerap menjadi opsi terakhir.

"Ini benar-benar memusingkan." keluh Wendy memandang jauh ke depan.

Kini ia tengah berada berlibur di hotel dekat dengan pantai. Sengaja melarikan diri dari kepenatan yang ada di mana dia lebih banyak menghabiskan waktu di depan komputer sedang disini Wendy bebas melakukan apapun tanpa harus memikirkan komputernya yang ia tinggalkan di markas.

"Apanya yang memusingkan?" tanya seorang tiba-tiba. Wendy menoleh, mengernyit binggung melihat pria berkulit pucat di sampingnya itu setelah cukup lama mereka tak berjumpa.

Wendy menoleh, "Kau di sini juga."

"Well, ini bukan rumahmu kan." balas Yoongi duduk di samping Wendy. Ikut menikmati similiar angin pantai menerpa kulit pucatnya.

"Benar juga.." angguk Wendy terkekeh geli.

"Kau belum menjawab pertanyaanku!"

"Pertanyaan yang mana?"

"Apa aku harus mengulangnya. Kupikir kau cukup pintar di banding suadarimu?"

"Well, kami bukan saudari yang akur jika itu yang kau pikirkan." kekeh Wendy. Ia sebenarnya benci jikalau harus membagi cerita tentang keluarganya tapi entah mengapa semua mengalir begutu saja dengan pria ini.

Pretty Little LiarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang