Reason

1.8K 386 50
                                    

Mansion De lange yang berada jauh dari perkotaan karena letaknya berada di pegunungan kini menjadi tempat Irene di sekap. Beberapa pelayan dan penjaga bekerja di sana melayani sang tuan muda. Bisa di bilang Mansion De Lange adalah rumah sesungguhnya bagi Vincent karena dia lebih banyak menghabiskan waktu di sana.

Vincent keluar dari mobil setelah pintu di bukakan untuknya. Tangannya terulur menggulung lengan kemeja biru laut yang ia kenakan. Surai hitam legamnya terlihat sedikit berantakan karena kejadian belum lama tadi. 

"Selamat datang, Tuan muda." sambut salah seorang wanita tua berdiri paling depan di antara para pelayan lain yang kini ikut menundukkan kepala di depan sang tuan muda.

Anggukan kepala menjadi balasan untuk para pelayan. Para pengawal Vincent membuka jalan, memberi akses tuan mereka agar bisa masuk ke dalam rumah namun bukannya melangkah maju Vincent justru berbalik menuju bagian belakang mobil.

"Tuan, apa tidak sebaiknya kami saja yang mengurus wanita ini?" ujar pengawal menghalangi jalan Vincent. Baginya tak pantas jika tuan mudanya mengurusi hal sepele seperti ini.

"Tidak, Michael. Aku akan mengurusnya sendiri." balas Vincent penuh penekanan membuat salah satu pengawal yang selalu berdiri di sampingnya itu menunduk patuh.

Setelah itu, tangan Vincent membuka bagian bagasi mobilnya di mana dia menyimpan Irene dengan kedua tangan terikat ke belakang menggunakan dasinya serta mulut yang di bungkam memakai sapu tangan milik pria itu. Vincent menyungginkan senyum menatap Irene. Wanita itu tak ada takutnya sama sekali membalas tatapan Vincent tak kalah tajam.

"Bagaimana perasaanmu?" tanya Vincent menumpukkan tangan pada bagian kap.

"Hmmptt." maki Irene terhalang.

"Aku tau." Vincent mengangguk sebelum menundukkan kepala meraih tubuh Irena kemudian mengendong perempuan itu masuk ke dalam Mansion.. 

----

Jisoo tidak menyukai apa yang sudah di lakukan oleh Namjoon untuk membelanya. Pernyataan laki-laki itu seolah menempatkan Jisoo pada posisi bersalah padahal di sini jelas Jisoo hampir saja berhasil dengan rencananya. Apa salah jika dia membenci melihat kebahagiaan ayahnya yang di bangun di atas penderitaannya.

Setetes air mata jatuh tanpa bisa ia tahan. Sekuat apapun seorang wanita bertahan tapi ketika hati dan raga mulai lelah menghadapi kekejaman dunia maka menangis seakan menjadi titik pertahanan terakhir. Ibunya yang menjadi tumpuan Jisoo selama ini sudah pergi lalu untuk apa lagi dia ada sedang takdir pun seakan tak menginginkan kebahagiaannya.

Namjoon mengejar Jisoo yang telah berjalan keluar meninggalkan pesta menuju mobilnya. Namjoon lalu menarik lengan Jisoo, "Apa yang kau lakukan tadi?" tanyanya.

Jisoo berbalik, menatap tangan Namjoon pada lengannya,  "Harusnya aku yang menanyakan hal itu kepadamu. Apa urusanmu? Kau tidak berhak melakukan hal seperti tadi."

Namjoon telah melakukan kesalahan besar dengan melarang Jisoo tanpa tau apa yang terjadi pada kehidupan gadis itu sebelumnya. Penderitaan yang telah di alami oleh Jisoo sama sekali bukan urusan pria itu dan Jisoo tak akan pernah ragu membenci siapapun yang membuatnya merasakan hal tersebut.

"Aku hanya tidak ingin melihatmu mempermalukan diri sendiri." 

"Hah," tawa Jisoo," Siapa yang kau bicarakan di sini. Kau tau namaku, kau tau siapa aku tapi tidak dengan masalahku," lirih Jisoo menarik diri dari Namjoon, "Hubungan ini salah karena itu aku ingin mengakhirinya sekarang." sambung Jisoo melangkah pergi namun tangannya di tahan oleh Namjoon.

"Apa maksudmu, Jisoo? Hanya karena masalah ini saja?"

Jisoo menghempas kasar tangan Namjoon, "Hanya katamu! Bagiku ini lebih dari sekedar kata hanya bagimu tapi kau mungkin tak akan mengerti hal tersebut." balas Jisoo dengan tatapan penuh amarah bercampur luka. Kali ini ia pergi tanpa bisa di tahan oleh Namjoon.

Pretty Little LiarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang