Target

1.9K 392 29
                                    

Jisoo bergegas meraih ponsel dan tas selempang miliknya di atas meja kemudian berjalan cepat menuju pintu keluar namun tiba-tiba saja pergelangan tangannya di tarik oleh Namjoon yang mencengah Jisoo pergi dari sana.

"Kau mau kemana?" Namjoon bertanya seraya menarik Jisoo, melingkarkan kedua tangannya di pinggul perempuan itu.

Jisoo menarik sudut bibir membentuk senyuman. Beberapa menit yang lalu dia baru saja mendapat pemberitahuan dari Irene. Sungguh tak lucu jika dia tetap diam saja di tempat Namjoon sedang keempat temannya tengah kesusahan.

"Aku sudah cukup lama berada di tempatmu, Daddy. Sekarang aku harus pulang." ucap Jisoo mendongak melingkarkan kedua tangannya di pundak Namjoon yang menjulang tinggi di hadapannya.

"Kau akan kembali kan?"

"Tentu saja."

Namjoon mengangguk mau tidak mau melepaskan Jisoo untuk pergi meski dia masih ingin Jisoo berada di tempatnya. Jisoo mencium bibir Namjoon sekilas sebelum melangkah keluar dari apartement milik pria bertubuh kekar nan tampan itu.

----

Akan tiba saatnya manusia berada pada titik terendah di mana dia tak lagi berdaya untuk melakukan sesuatu yang terlalu beresiko hingga memutuskan untuk mengambil jalan pintas. Mungkin itulah kata yang tepat untuk mengambarkan perasaan seorang Irene saat ini.

"Bagaimana? Aku yakin tawaranku sudah sangat sayang untuk di tolak. Kesempatan kedua tidak akan datang lagi. Keputusan ada di tanganmu."

"Lalu apa yang harus ku lakukan?" 

"Ikut bersamaku dan aku akan menjamin kau mendapatkan apapun yang kau butuhkan."

Perkataan Vincent terus berputar di kepala Irene yang tengah berjalan sendiri keluar. Irene membutuhkan waktu untuk berpikir tentang keputusan yang akan dia ambil karena satu kesalahan akan menjadi kesialan bagi banyak orang. Irene hanya tak mau membahayakan rekan kerjanya yang lain.

Irene memandang lurus ke depan. Tenggelam dalam kesendirian di taman dekat hotel ketika mendengar suara Lucas melalui Pearl yang memberitahukan kabar buruk yang seakan tidak dalam waktu tepat untuk terjadi.

"Temanku menghilang, Kak. Kami tidak dapat menemukannya di manapun. Maaf baru memberitahu tapi kami sedang berusaha mencarinya."

"Well, selamat tinggal Seoul. Aku mungkin tidak akan pernah bisa pulang dari sini," lirih Yerim terdengar, "Maaf, Kak dan kalian yang mendengar ini.  Aku telah menyusahkan kalian." lanjut si bungsu.

"Uh! sial!" maki Irene reflek. Sebelumnya ia hanya berfirasat namun tidak dia sangka firasatnya menjadi kenyataan, "Wen, meeting emergency." sambung Irene menyuruh Wendy memblokir team  yang tersambung dengan Pearl mereka.

"Oke, Kak." 

Setelah beberapa saat Wendy menonaktifkan yang lain. Irene terdengar menarik nafas panjang sebelum membuka suara, "Jisoo, aku butuh data DR3 Lock AB secepatnya."

"Tunggu dulu, itu adalah dokumen-"

"Kau gila, Kak! Astaga, dokumen itu berada di markas utama kita dan tidak mudah mengambil dokumen rahasia itu." decak Jisoo.

"Ralat kalau aku salah, Kak, tapi dokumen itu berisikan kasus 15 tahun lalu yang sudah di tutup karena tidak di temukannya bukti akurat tentang penyelundupan senjata dan organisasi gelap yang tersebar di berbagai penjuru negara." cerita Wendy.

"Aku cukup yakin misi kita tidak ada hubungannya dengan kasus itu." sambung Yerim.

"Atau mungkin dokumen itu akan menuntun kita memecahkan sesuatu yang berkaitan dengan misi kita yang tak kunjung selesai ini." celetuk Seulgi.

Pretty Little LiarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang