Khawatir

1.3K 229 26
                                        

Jimin dan Seulgi telah tiba di rumah sakit. Jimin tak membuang waktu langsung saja turun, memutari mobil lalu mengambil alih Jiseul dari gendongan Seulgi di kursi penumpang.

"Hati-hati." pesan Seulgi di balas anggukan Jimin yang kini berbalik, mempercepat langkah masuk ke dalam unit gawat darurat rumah sakit ternama Seoul. Seulgi mengikuti langkah Jimin di belakang.

"Dokter!" seru Jimin berhasil menarik perhatian sekitar lalu dalam sekejab mata para suster yang bertugas berjalan menghampiri Jimin dengan membawa bangsal dorong.

"Tolong putra saya, dia demam tinggi." ucap Jimin memberitahu dengan nada memerintah.

"Baiklah, kalau begitu silahkan tunggu di luar ya. Dokter sebentar lagi akan datang." suster membalas.

Jimin mengangguk seraya melangkah mundur mengikuti instruksi suster. Ia kemudian berbalik, menghampiri Seulgi yang enggan keluar dari sana membuat Jimin harus menarik Seulgi, mengajaknya keluar dari ruangan.

Seulgi menggeleng, "Tidak, Jim. Aku tidak akan meninggalkan Jiseul sendirian."

"Dia bersama dokter, sayang. Biarkan mereka melakukan tugas mereka."

Seulgi menghela nafas, menggeleng lagi menolak keinginan Jimin tersebut. Sejak kejadian beberapa waktu lalu membuat Seulgi trauma hingga tak mau meninggalkan putranya kepada orang asing.

"Aku tidak mau meninggalkan putraku di sana, Jim. Bagaimana kalau terjadi apa-apa. Di sini juga tidak aman untuk Jiseul." panik Seulgi ketika Jimin telah berhasil membawanya keluar agar tak menganggu para petugas kesehatan di dalam ruangan tersebut.

"Lihat aku!" ucap Jimin menangkup wajah cantik Seulgi, "Putra kita akan baik-baik saja. Aku berjanji akan menjaga kalian selama aku hidup."

Seulgi terdiam membalas tatapan Jimin. Entahlah, untuk saat ini kepalanya terlalu memikirkan banyak hal sampai untuk memperdebatkan masalahnya bersama Jimin, Seulgi merasa lelah.

Melihat Seulgi yang hanya diam saja membuat Jimin memberanikan diri menarik Seulgi ke dalam pelukan sembari membisikkan sesuatu.

"Sekali lagi maafkan aku, dan ijinkan aku untuk menebus segala kesalahanku kepada kalian berdua mulai hari ini." Jimin mengeratkan pelukannya.

----

Seoul? Vincent tersenyum miring. Ia melangkah memasuki sebuah pekarangan rumah klasik. Masih jelas dalam ingatannya terakhir dia mendatangi rumah tersebut sepuluh tahun yang lalu.

Pintu rumah terbuka. Dari wajah yang sudah tak muda lagi seorang pria menampakkan keterkejutan saat melihat siapa tamunya malam ini.

"Tuan muda Vin?"

Takut! Mungkin itu adalah gambaran yang sangat tepat untuk tuan Bae saat ini. Sungguh dia sama sekali tak menyangka akan mendapatkan tamu yang sama sekali tidak dia harapkan sejak beberapa tahun belakangan ini.

Vincent menarik senyum tipis yang justru malah membuatnya makin mengerikan di mata tuan Bae. Siapa yang tak mengenal pria di hadapannya ini. Tuan Bae sendiri sudah cukup menyesal karena pernah berurusan dengan keluarga pria ini.

"Hai, paman. Lama tidak bertemu." sapa Vincent.

"Itu.. Iya, sudah lama kita tidak bertemu." balas tuan Bae merasakan aura dingin di sekitar.

"Apa Paman tidak akan mengijinkanku masuk?" ucap Vincent kali ini menyadarkan tuan Bae yang langsung saja mengangguk seraya mempersilahkan Vincent untuk masuk ke dalam rumahnya.

"Maafkan saya, Tuan muda. Tapi ada gerangan apa hingga Tuan muda Vin mendatangi rumah saya." tanya tuan Bae memberanikan diri.

Vincent belum menjawab. Pandangan matanya terarah pada dinding ruang tamu juga di atas meja yang memperlihatkan beberapa foto masa kecil Irene. Satu-satunya perempuan yang bisa dengan berani melawan segala perintahnya.

Pretty Little LiarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang