Kamar minimalis dengan nuansa hitam putih yang tak banyak hiasan itu dihuni oleh pemuda bernama Taraz Alfahri yang masih bergelut di bawah selimutnya.
Pip ... Pip ... Pip
Alarm dari jam beker yang juga berwarna hitam itu berbunyi menunjukkan pukul enam pagi. Taraz mematikan alarm itu, mengusap wajahnya perlahan dan mengumpulkan kesadarannya.
Tak membutuhkan banyak waktu, Taraz sudah siap dengan serangan putih abu-abu miliknya, menyisir rambutnya dengan beberapa jari membuat kesan tampannya terpancar serta alis tebal yang mendukung wajahnya.
Taraz yang tak pernah ketinggalan dengan jaket kulit berwarna hitam kesayangannya itu segera menghampiri kedua orang tuanya untuk sarapan bersama.
Hanya selembar roti yang ia sahut dan segera menghabiskan segelas susu coklat buatan bundanya.
"Taraz berangkat dulu, ya." Ia berdiri dan mencium kedua tangan orang tuanya.
"Hati-hati ya, Sayang," balas Fia — bunda Taraz— seraya mencium kedua pipi putranya.
"Hati-hati ya, Nak!" sambung Farhan— ayah Taraz.
Taraz hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. Berlari kecil menuju garasi dan menyahut helm hitamnya dan menaiki kuda besi biru kesayangannya.
Melajukannya dengan kecepatan normal menuju rumah kekasihnya untuk berangkat bersama menuju sekolah.
-×-
Gadis berambut panjang yang terlihat sibuk memilih bando itu mempercepat gerakannya setelah melihat jam yang menggantung cantik di dindingnya. Dia Lessa Aiko yang kerap disapa Lessa.
"Aduh! Yang ini aja, deh!" putusnya mengambil bando navy dan segera memakainya.
"Mama! Lessa langsung berangkat, ya?" teriaknya setelah menutup pintu kamarnya.
"Sarapan dulu, Les!" pinta Gea, ibunda Lessa yang memiliki sifat begitu sabar.
"Taraz udah di depan, Ma," lanjut Lessa yang sudah berada di depan mamanya.
"Ambil roti, aja. Nanti di kantin jangan lupa makan, ya." Dion mulai membuka suara mengingatkan putri tercintanya.
"Sip pasti!" Lessa langsung menyahut selembar roti dan langsung berlari keluar.
"Lessa berangkat, Ma, Pa!" teriaknya sebelum menutup pintu.
Senyum hangat tercipta dari wajah kekasihnya yang sudah menunggu menyambutnya. Melambaikan tangan menyapanya membuat bebinar hatinya.
"Pagi Taraz!" sapanya dengan senyum manisnya
"Pagi juga, Lessa sayang!" balas Taraz mengusap kepala Lessa sayang.
"Sini! Ayo keburu telat!" Taraz memasangkan helm pada Lessa.
"Makasi!" sambung Lessa yang langsung menaiki motor Taraz.
Taraz melajukan motornya dengan kecepatan normal. Membela kota dengan mentari yang masih malu menampakkan sinarnya.
"Kamu udah makan, Raz?" tanya Lessa yang meletakkan dagunya di pundak Taraz.
"Udah, kok. Tapi, cuman roti." Taraz sedikit memundurkan badannya agar Lessa mendengar jawabannya.
"Ih, 'kan! Nakal banget kamu ini! Kalau mau berangkat sekolah itu makan dulu!" omel Lessa mencubit pelan paha Taraz.
"Iya-iya," balas Taras mengusap sekilas pipi Lessa.
-×-
Motor yang dikendarai Taraz sudah sampai di parkiran sekolah. Taraz dan Lessa berjalan menuju kelas keduanya sambil menautkan jari-jari tangan mereka, membuat siswa-siswi yang ada di koridor sekolah menatap iri keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinta Luka [END]
Teen FictionDuka tercipta setelah kebahagiaan sirna. Perubahan yang terpaksa karena adanya keadaan. Dia tidak mengambil kebahagiaannya, ini hanyalah sebuah amanah. Bukan tidak menerima. Tapi, menjadi sebuah trauma. Bukan tidak mendengar. Namun, mencoba untuk me...