Dokter membuka suaranya lagi, "Karena anak anak kalian mengalami jantung koroner, maka kami akan menindak lanjuti anak Ibu dirawat di rumah sakit. Untuk memantau kondisinya," jelas dokter itu.
"Tapi, anak saya masih bisa sembuh 'kan Dok?" tanya Gea penuh harap.
"Kita selaku dokter hanya bisa melakukan yang terbaik dan untuk kesembuhan kami tidak dapat memastikan. Hanya Tuhan yang tahu," jawab dokter.
"Apa pun dokter harus lakukan demi anak saya, saya ingin yang terbaik untuk anak saya," ujar Dion yang ingin Lessa bisa sembuh dari penyakit yang ia alami.
"Baik Pak, Bu, kami akan melakukan semaksimal mungkin."
Dion merangkul istrinya yang terus menangis. Ia juga sangat sedih mendengar keadaan Lessa.
"Kalau begitu, saya akan mulai tindakan mencari kamar inap untuk putri kalian. Permisi," pamit dokter tersebut.
"Baik Dok, terima kasih," balas dion.
"Udah, yakin Lessa akan baik-baik saja," lirih Dion yang menenangkan Gea dengan terus memeluknya.
Berbeda dengan teman-teman Lessa yang masih cemas dengan keadaan Lessa di dalam ruang UGD. Tetapi, tak ada yang berani untuk masuk sebelum adanya perintah dari dokter atau pun suster.
"Oh iya, kenalin gue Anya. Temennya Taraz," balas Anya dengan melirik sekilas Taraz ketika kebeadaannya disadari oleh teman-teman Taraz.
Aldi hanya manggut-manggut mengerti ketika Anya memperkenalkan dirinya.
"Lessa, lo baik-baik aja 'kan? Jangan bikin kita semua khawatir," gumam Miselle yang meremas jari-jari tangannya untuk menghilangkan rasa cemasnya.
"Gue yakin, Lessa bakal baik-baik aja. Dia itu kuat," celetuk Aldi untuk menenangkan Miselle.
Anya hanya bisa berdoa agar Lessa hanya sakit biasa saja dan tak serius. Meski mereka baru kenal, entah apa yang membuat Anya langsung sayang terhadap Lessa.
Taraz masih mondar-mandir menunggu orang tua Lessa selesai berbicara tentang keadaan Lessa dengan dokter.
Dengan itu pula, orang tua menghampiri teman-teman Lessa yang masih berada di depan ruang UGD.
"Tante, Om, Dokter bilang apa soal Lessa?" Taraz langsung menyerang Gea dengan pertanyaan dan air mata yang sudah mengalir tipis di pipinya.
Gea dan Dion ragu untuk menjawab pertanyaan Taraz, ia takut teman-teman Lessa akan merasa kasihan terhadap anaknya dan Gea tidak mau itu terjadi.
"Enggak apa-apa, kata dokter Lessa cuma kecapean aja sampai-sampai dadanya terasa sakit," alibi Gea berbohong dengan linangan air mata yang ia tahan.
"Terus Lessa harus dirawat di rumah sakit enggak, Tante?" sahut Miselle.
"Iya, untuk melihat kondisi Lessa, apa dia udah baikan atau belum," jawab Dion.
Kelima anak remaja itu akhirnya lega, setelah mendengar jawaban dari Gea.
"Kita udah boleh jenguk Lessa, 'kan?" tanya Reza.
"Boleh, yuk masuk," ajak Gea dengan suara paraunya.
Kelima remaja itu masuk mengikuti Gea dan Dion. Terlihat Lessa yang tertidur lemas dengan infus yang sudah menempel di punggung tangannya sebagai pertolongan pertama.
Gea menangis di pelukan Dion melihat kondisi putrinya. Baru tadi pagi Lessa yang ceria pamit padanya dengan kondisi sehat. Tapi, sekarang sudah tertidur lemas di brankar rumah sakit.
"Lessa? Lessa kamu enggak apa-apa, 'kan?" tanya Taraz lirih tepat di samping telinga kanan Lessa.
"Les, lo jahat bohongin gue!" gerutu Miselle yang berada di sebelah kiri brankar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinta Luka [END]
Teen FictionDuka tercipta setelah kebahagiaan sirna. Perubahan yang terpaksa karena adanya keadaan. Dia tidak mengambil kebahagiaannya, ini hanyalah sebuah amanah. Bukan tidak menerima. Tapi, menjadi sebuah trauma. Bukan tidak mendengar. Namun, mencoba untuk me...