"Cinta yang sudah dipilih sebaiknya diikuti di setiap langkah kaki, merekatkan jemari dan berjalanlah kalian bergandengan, karena cinta adalah mengalami." ~Dewi Lestari.
-×-"Lo punya telinga enggak, sih?" tanya Lessa semakin emosi.
"Kamu juga punya enggak? Aku minta kamu buat dengerin biar kamu enggak salah paham," balas Taraz dengan santai
"Permisi, Lessa dan Taraz ada di dalam?" tanya Anya pada Miselle yang masih setia di depan pintu UGD.
"I-iya. S-siapa, ya?" jawab Miselle.
"Eung ... t-temennya mereka," kata Anya.
"Gue izin masuk, ya?" sambung Anya yang langsung masuk.
"Permisi," izinnya.
"Itu, Anya sudah datang. Tolong kamu dengerin, ya?" mohon Taraz.
Lessa hanya menatap Taraz sinis. Bagitu marah ia pada Taraz. Bagaimana bisa Lessa dipertemukan dengan makhluk seperti Taraz yang membuat emosinya meluap.
"Lessa, kamu baik-baik aja?" tanya Anya lembut.
"Lo lihat?" balas Lessa sinis.
Anya hanya tersenyum manis menanggapi jawaban Lessa. Bagaimana pun, ia harus sabar menjelaskan.
"Kemarin Taraz udah jelasin, 'kan? Gue harap lo bisa percaya itu. Karena memang, gue dan Taraz itu dijodohin sama orang tua kita." Anya mulai menjelaskan perlahan.
Lessa yang mendengarnya merasa sakit. Perih kembali menyelimuti hatinya. Kalau saja Taraz menjelaskan dari awal, mungkin sakit tersebut tidak sampai seperti ini.
"Taraz juga enggak jelasin ke gue kalau dia udah punya lo, kalau dia jelasin, mungkin gue bisa jelasin langsung ke lo," lanjut Anya sedih.
"Gue tahu, lo kaget bahkan sakit hati karena kenyataan ini. Tapi, ini juga bukan kemauan kita." Anya terus menjelaskan dengan pelan.
"Ya terus mau lo apa? Kalau lo sama Taraz udah dijodohin, yaudah pergi aja. Udah enggak ada urusan lagi sama gue, 'kan?" sentak Lessa yang menahan rasa sakit. Ia meluapkannya pada emosi. Siapa yang tidak sakit ketika mengetahui kekasihnya dijodohkan dengan orang lain?
"Les, dengerin Anya dulu," sela Taraz.
"Apa sih, lo? Udah diem, deh!" hardik Lessa.
"Aku enggak mau kamu salah paham, Les. Aku enggak mau kamu marah-marah terus kayak gini," jelas Taraz.
"Gue enggak marah kalau lo pergi!?" bentak Lessa yang terdengar sampai luar ruangan membuat Miselle menghampiri Lessa.
"Les, sabar," bisik Miselle mengelus punggung Lessa.
"Lessa, gue minta maaf, ya. Gue tahu kehadiran gue buat lo sakit hati. Tap-" Ucapan Anya terpotong.
"Udah tahu, 'kan?! Ya udah pergi aja! Enggak usah nunjukin muka kalian berdua depan gue!" bentak Lessa.
"Les udah, Les," lirih Miselle yang terus mengelus punggung Lessa mengharap amarahnya mereda.
"Les, tolong dengerin dulu," mohon Taraz kesekian kalinya.
"Lessa, gue minta maaf, ya." Anya menggenggam erat kedua tangan Lessa mengharap maaf darinya.
"Kalau gue bisa mundur biar hubungan kalian balik kayak dulu, gue bakalan mundur. Tapi, gue enggak bisa. Ini juga perintah dari orang tua kita," jelas Anya yang mulai meneteskan air matanya.
"Gue mohon, maafin gue, ya," mohon Anya dengan tersedu-sedu.
"Aku juga minta maaf, ya, Les. Aku enggak bermaksud buat ninggalin kamu. Tapi, emang ini perintah buat aku," lanjut Taraz yang turut menggenggam pergelangan tangan Lessa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinta Luka [END]
Teen FictionDuka tercipta setelah kebahagiaan sirna. Perubahan yang terpaksa karena adanya keadaan. Dia tidak mengambil kebahagiaannya, ini hanyalah sebuah amanah. Bukan tidak menerima. Tapi, menjadi sebuah trauma. Bukan tidak mendengar. Namun, mencoba untuk me...