- P e r d e b a t a n -

30 11 2
                                    

"Hujan dan kenangan bukan perpaduan yang sehat untuk seseorang yang sedang berjuang melupakan." ~Ika Natassa
-×-

"Makasi, Pak," ucap Lessa dan Miselle bebarengan.

"Kalau lo enggak sakit, kenapa tadi ke UKS!" sindir Miselle yang tangannya sibuk mengaduk baksonya setelah ia menuangi sambal dan saus.

"Ya enggak tahu. Heh! Ada kali di mana orang itu lelah. Enggak mungkin orang sehat terus! Gue manusia normal, bukan robot buatan Jepang!" balas Lessa tak santai.

"Yeeee santai aja kali kutu sapi!"

Hanya sampai di sana perdebatan mereka. Keduanya fokus menikmati makanannya tak menghiraukan sekitarnya.

"Heyo! Nungguin gue, 'kan lo, Salle!" seru siswa yang datang sembari menggebrak meja makan pelan.

"Uhuk-uhuk!"

"Eh-eh-eh nih minum." Aldi memberikan gelas minum milik Miselle pada si pemiliknya setelah tersedak akibat ulahnya. Ya, dia Aldi yang baru datang.

"Lo enggak resek sehari enggak bisa, Al?" tanya Miselle setelah minum dan belum melihat sosok Aldi.

"Ih ya maaf, Salle," ungkap Aldi yang penuh rasa bersalah.

"Makanya, Enggak usah ber-"

Ucapan Miselle terhenti setelah melihat siswa di belakang Aldi dan Reza. Dia Taraz yang sedari tadi Miselle dan Lessa bicarakan.

Sepertinya Lessa belum menyadari dan masih menikmati makanannya.

Ketiga siswa itu duduk di depan Miselle dan Lessa. Miselle berusaha memberi tahu Lessa dengan bahasa isyarat.

"Les, yakin masih mau di sini?" bisik Miselle.

"Iya lah! Bakso gue aja bel-"

Persis seperti yang Miselle alami. Kalimatnya terpotong karena kaget akan kehadiran Taraz yang sudah duduk di depan mereka.

"Ayo pergi!" tegas Lessa pada Miselle yang menggandengnya dan menarik Miselle untuk pergi dari kantin.

"Les! Salle! Mau ke mana?" tanya Aldi bingung.

"Les, Les, Les!" panggil Taraz beruntut mengharap si empu pemilik nama memberhentikan langkahnya.

Ternyata harapannya gugur ketika Lessa terus berjalan dan menggandeng Miselle semakin cepat.

Taraz mengejar keduanya dengan berlari. Jelas Taraz mampu menghampiri dua siswi tersebut.

Tepat di depan kelas kosong sebelah pintu keluar kantin, Taraz berhasil memberhentikan Lessa.

"Bentar aja," mohon Taraz.

Miselle tak berani membuka suara saat ini. Masalah Lessa dan Taraz adalah masalah pribadi hubungan keduanya.

"Mau apa lo?" tanya Lessa dengan menaikkan dagunya bak menantang.

"Ha? Lo? Kok kamu berubah, sih, Sayang?" lanjut Taraz yang tercengang karena panggilan Lessa yang menggunakan bahasa lo-gue.

"Sayang? Setelah lo pergi tanpa pamit dan lo balik, dengan cewek lo kemarin, lo masih anggap gue sayangnya lo?" tegas Lessa dengan menekankan setiap kalimatnya dan menahan air matanya yang hampir menetes.

Miselle yang ada di sebelah Lessa hanya bisa memegang lenggan Lessa berharap emosinya sedikit mereda.

"Aku bisa jelasin, Les. Kamu salah paham," elak Taraz yang hendak memegang tangan Lessa. Tetapi, dengan cepat Lessa menangkisnya.

Tinta Luka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang