- R u m a h S a k i t -

24 10 1
                                    

“Buat apa dia kembali? Buat apa muncul sejenak lalu menghilang lagi nanti?” -Dewi Lestari.
-×-

Sepulang sekolah Miselle menemani Lessa untuk menebus obat saudara Lessa, seperti yang dikatakan Lessa. Tetapi, itu tidak benar. Lessa hanya mencari alasan untuk konsultasi kepada dokter spesialis jantung yang seperti yang disarankan Dokter Bella—dokter yang memeriksa Lessa pertama kali.

"Eh ehm Miselle, lo di sini aja, ya. Biar gue aja yang nebus," pinta Lessa untuk menghalangi Miselle mengetahui ada sesuatu yang terjadi dengan dirinya.

"Kenapa gue enggak nemenin lo aja?" tanya Miselle heran.

"Daripada lo nunggu lama, mending nunggu di sini sambil duduk, oke ya udah bye," balas Lessa dan berlalu dari hadapan Miselle.

Miselle hanya menuruti walaupun ia merasa sedikit aneh, tapi Miselle tak ambil pusing. Ia duduk di depan Rumah sakit yang berhadapan langsung dengan taman rumah sakit.

Setibanya di ruangan dokter spesialis jantung, Lessa dicek oleh dokter dan Lessa mengeluh soal nyeri di dadanya.

"Sudah tiga hari ini rasa nyeri terus-terusan dan tadi nyerinya cukup sakit." Lessa bercerita tentang apa yang dirasakannya selama tiga hari ke belakang di kursi depan Dokter Ami—Dokter spesialis jantung.

"Sebelumnya sudah mengecek ke Dokter?" tanya Dokter Ami.

"Sudah Dok, saya berkonsultasi dengan Dokter Bella," jawab Lessa.

Raut dokter Ami berubah, ada sedikit keraguan untuk mengatakan diagnosis tentang apa yang dialami oleh Lessa.

"Kamu ke sini sama orang tua kamu?" tanya dokter Ami memastikan, ia ragu untuk mengatakan semuanya kepada Lessa.

"Enggak Dok, saya sendiri ke sini," jawab Lessa.

Sebelum membuka suaranya, dokter Ami menarik napasnya dalam.

"Sebelumnya, kamu jangan panik dulu ya, setelah saya mengatakan apa yang kamu derita saat ini. Saya harusnya berbicara dengan orang tua kamu. Tapi, karena kamu sendiri, saya tidak bisa apa-apa selain mengatakannya pada kamu." Dokter Ami memberikan aba-aba untuk Lessa.

"Iya Dok." Lessa cukup tegang ketika dokter Ami berucap seperti itu. Separah apa penyakit yang mengidapnya.

"Kamu menderita ... jantung koroner," sambung dokter Ami.

Lessa terkejut sampai-sampai ia menutup mulut dengan telapak tangannya, menahan tangis. Hatinya bagai teriris-iris, tak menyangka akan mengidap penyakit ini.

"Lalu apakah saya bisa sembuh?" tanya Lessa dengan air matanya yang mengalir deras melewati pipinya.

"Pasian yang mengidap jantung koroner harus meminum obat tepat waktu secara terus-menerus dan kontrol setiap bulan untuk melihat perkembangannya," jelas dokter Ami.

"Untuk bisa tidaknya sembuh kami tidak bisa menjaminnya." Gelengan ringan dari Dokter Ami membuat Lessa semakin histeris.

"Bisa saya minta nomor telepon orang tua kamu? Lebih baik saya menghubinginya," sambung Dokter Ami yang tak tega melihat pasiennya menangis dihadapannya.

"Enggak, Dok. Saya mohon, Dokter enggak bilang ke mama dan papa saya, ya, Dok," pinta Lessa yang masih berseling air mata.

"Tapi, ini masalah cukup serius, Nak," sambung Dokter Ami.

"Saya tahu, Dok. Tapi, saya enggak mau buat orang tua saya khawarit," balas Lessa semakin histeris.

"Baiklah kalau itu keputusanmu. Mulai minggu depan, kamu harus rajin cek untuk perkembangan kesehatanmu, ya. Ini obat yang harus kamu beli. Minum setiap hari dan saat rasa sakit di dadamu itu datang," tutur Dokter Ami.

Tinta Luka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang