Setelah menerima telepon dari Taraz, Lessa meletakkan ponselnya dan menuju meja belajarnya menyiapkan buku pelajarannya untuk besok sekolah.
"Tapi, Taraz enggak apa-apa, 'kan?" lirih Lessa terdiam sejenak.
"Semoga aja enggak apa-apa," lanjutnya dengan tangan yang merapikan buku-bukunya.
Setelah selesai, Lessa keluar kamar untuk menghampiri orang tuanya. Memberi kabar kalau besok dia tidak diantar Taraz.
Lessa berlari kecil saat melihaf kedua orang tuanya duduk santai di gazebo belakang rumahnya.
"Mama! Papa!" sapanya bersemangat.
"Hai Cantiknya Mama!" balas Gea tak kalah semangat.
"Sudah belajar, Les?" tanya Dion melihat gerak-gerik anaknya yang ikut duduk di samping Gea.
"Ohh sudah, dong!" jawabnya
"Pinter!" puji Gea mengusap rambut panjang Lessa.
"Oh, iya Ma, Pa, besok Lessa minta anter ke sekolah, ya?" ujarnya mengingat tujuan awal menemui orang tuanya.
"Bareng Papa berangkat ke kantor, ya?" tawar Dion.
"Oke Pa."
-×-
Keesokan harinya, Lessa diantar Dion ke sekolah. Ia langsung menuju kelasnya dan sudah terlihat Miselle yang telah duduk manis di bangkunya.
Kebiasaan Taraz adalah sebelum bel berbunyi, ia akan menghampiri Lessa atau mengobrol dengannya. Sampai bel berbunyi Taraz tak menunjukkan tanda-tanda.
"Gue khawatir, deh. Taraz kok tumben, ya enggak, ke sini," ujar Lessa khawatir dan terdengar oleh Miselle.
"Mungkin dia ada urusan. Emang, tadi Lo enggak berangkat bareng sama dia?" tanya Miselle.
"Enggak, kemarin dia bilang kalau enggak bisa jemput gue. Jadi, gue sama bokap gue," jelas Lessa.
"Coba Lo chat," saran Miselle.
Bisa-bisanya Lessa tak berpikiran untuk menelpon atau mengirimkan pesan pada Taraz untuk menanyakan kabarnya.
Lessa tak mendapat hasil sama sekali, pesan tersebut menunjukkan centang satu, yang berarti tidak online.
Lessa tak bisa fokus pada pelajaran, ia cemas memikirkan Taraz. Apakah ia sudah di dalam kelas atau belum. Kerutan dahinya tampak jelas bahwa Lessa sangat khawatir pada lelaki itu.
Ting ... Tong ... Ting ... Tong ...
Setelah terdengar bel istirahat, Lessa langsung menuju kelas Taraz, hanya ada Aldi dan Reza. Di mana Taraz?
Lessa langsung saja masuk dan bertanya kepada keduanya.
"Aldi, gue mau nanya, Taraz tadi masuk, enggak?" tanya Lessa to the point.
"Enggak," jawab Aldi santai.
"Kamu kemana sih, Taraz? Jangan bikin aku panik," batin Lessa.
"Tadi enggak bareng?" sahut Reza.
"Enggak, kata dia enggak bisa."
"Kemarin dia enggak bilang apa-apa, sih. Cuma kita main aja sama dia," jelas Aldi yang juga heran.
Lessa kembali mencoba menelepon ke nomor ponsel Taraz. Tapi, telepon itu tidak aktif, membuat Lessa semakin gelisah.
"Kalau ada kabar, kasih tahu gue, ya. Makasi, gue pamit," pamit Lessa sebelum keluar dari kelas Taraz.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinta Luka [END]
Teen FictionDuka tercipta setelah kebahagiaan sirna. Perubahan yang terpaksa karena adanya keadaan. Dia tidak mengambil kebahagiaannya, ini hanyalah sebuah amanah. Bukan tidak menerima. Tapi, menjadi sebuah trauma. Bukan tidak mendengar. Namun, mencoba untuk me...