- P e n d e k a t a n -

38 10 5
                                    

"Taraz berangkat, Bun," pamit Taraz yang sudah siap dengan seragam dan tas menggantung di pundaknya.

"Naik motor punya ayah, ya?" tawar Fia.

"Taraz naik bus antar-jemput, aja," tolaknya.

"Kalau naik motor 'kan bisa jemput Anya sekalian, Taraz," papar Fia menyodorkan segelas susu untuk Taraz.

"Enggak, Bun. Taraz mau naik bus. Udah, aku kenyang," tolaknya lagi.

"Udah aku berangkat," lanjut Taraz meraih tangan Fia untuk ia cium dan tak lupa mencium kilas pipi kanan Fia.

"Hati-hati ya, Nak," tutur Fia. Hanya anggukan kecil dari Taraz.

Taraz berjalan menuju halte depan komplek yang jaraknya tak begitu jauh dari rumahnya untuk menumpangi bus antar-jemput.

Tak perlu menunggu, saat ia datang di halte, bus tersebut juga sudah datang. Segera ia memasuki kendaraan besar itu dan duduk di kursi paling belakang. Banyak siswa yang memperhatikan gerak-geriknya yang membuat dirinya risih.

Perjalanan tak lama membuat Taraz mengucap banyak syukur karena ia tak nyaman di dalam bus. Ia turun dan berjalan santai.

"Taraz!" teriak gadis yang suaranya ia kenal.

Menolehkan kepalanya dan mencari sumber suara. Dia Anya yang sedang melambaikan tangan padanya dan Dion di sampingnya.

Sebenarnya ia tak berniat untuk menghampiri. Tapi, ia tak mau menjadikan nama orang tuanya buruk di keluarga Anya.

"Pagi, Om. Gimana kabarnya?" tanya Taraz berbasa-basi.

"Pagi, Nak. Baik, gimana kamu dan keluarga?" balas Dion balik bertanya.

"Baik, kok," jelas Taraz dengan senyum tipisnya.

"Syukur lah. Ya sudah, Papa pergi dulu ya, Nya," pamit Dion dengan mengusap kepala Anya.

"Hati-hati, Pa," pesan Anya.

Setelah mobil itu melaju, Anya dan Taraz saling melempar pandang hanya untuk sekian detik.

"Ayo masuk!" ajak Anya bersemangat.

"Duluan," lanjut Taraz menyediakan jalan untuk Anya.

Anya berjalan memimpin dengan Taraz yang terus memperhatikannya darj belakang. Teringat lah sosok Lessa pada pikiran Taraz. Sudah lama ia berpisah.

"Lessa, aku kangen kamu," batinnya tersenyum miris.

"Tar, gue duluan, ya," pamit Anya yang tujuan kelasnya berbeda dengannya.

"Iya. Hati-hati, ya," pesan Taraz dengan senyum yang ia paksakan.

"Less!" gerutunya yang otaknya kembali terisi dengan Lessa.

Taraz kembali melajukan perjalanannya menuju kelasnya dengan siswa yang masih memperhatikannya. Ada apa dengan dirinya hingga menjadi pusat perhatian? Begitulah pertanyaannya.

-x-

Anya yang lebih dulu keluar di jam istirahat pun memilih ke kantin untuk memberi makan cacing-cacing yang ada di perutnya. Anya memesan sepiring mie goreng dan mencari tempat kosong untuknya.

Taraz, yang melihat Anya dari kejauhan berniat menghampirinya. Karena, ia baru saja pindah ke sekolah ini, Taraz belum akrab benar dengan teman-temannya. Ia pun menghampiri Anya.

"Nya!" teriak Taraz usil pada Anya yang tengah melamun.

"Eh cicak-cicak!" latah Anya secara spontan.

Tinta Luka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang