"Daun yang jatuh tak pernak membenci angin. Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya." ~Tere Liye
-×-
Kenyamanannya di dunia mimpi terusik dengan dering jam beker yang terus bergetar dan mengganggunya. Ia menyibak selimutnya lalu mematikan jam tersebut. Lessa berpikir kalau akhir pekan ini tak ada kegiatan, jadi ia memilih bangun sedikit siang.
Lessa masih setia dengan pejaman matanya. Tak lama ia mengusap matanya dan duduk untuk mengumpulkan kesadarannya.
Ia segera menuju kamar mandi untuk menyegarkan dirinya tak ada rasa malas menyerang dirinya.
-×-
Berselang cukup lama, akhirnya Lessa selesai dengan kegiatannya di kamar mandi. Sedikit merias dirinya di depan kaca lalu duduk di meja belajarnya.
"Berarti besok, dong, ujian sekolahnya?" gumamnya ketika melihat kalender dengan pertanda lingkaran yang ia beri.
"Gue harus belajar sekarang, nih!" lanjutnya yang lalu membuka isi tasnya.
"Untung aja kebayar ini," ucapnya mengambil buku fisika yang ia beli kemarin.
"Bentar, kemarin bener Taraz, ya?" tanya Lessa yang kembali mengingat kejadian kemarin.
"Udah lah bodo amat!" Lessa kembali fokus ke kegiatannya belajar untuk besok.
Akhir semester sudah di depan mata yang akhirnya ia akan lulus dari sekolah. Rasa kebahagiaan akan menyerangnya karena kehidupan barunya akan ia mulai.
Lessa mulai membuka bukunya dan memahami isi setiap kata yang tercetak rapi di dalam buku tersebut.
"Cepat rambat gelombang (v), yaitu jarak yang ditempuh gelombang tiap sekon. Secara matematis, cepat rambat gelombang dirumuskan," gumam Lessa mencoba memahami materi satu per satu
"V= s/t
Jika s = λ maka persamaan cepat rambat gelombang diatas menjadi:
v = λ/t
atau dapat juga dituliskan sebagai berikut :
v = λ . f
Keterangan:
s : jarak yang ditempuh dalam t sekon
t : periode (t = T)," lanjut Lessa yang membacanya secara perlahan untuk ia pahami."Oke-oke paham," gumamnya yang tangannya terus mencatat setiap angka dan kata yang tertulis di bukunya.
"Lessa!" panggil Gea dari luar kamar Lessa.
"Iya, Ma?" sahut Lessa yang fokusnya tetap pada bukunya.
"Mama masuk, ya?" ijin Gea yang membuka pelan pintu kamar Lessa.
"Iya," balas Lessa.
"Kamu besok ujian, ya?" tanya Gea yang sudah mengerti jadwal putrinya.
"Iya, Ma," balas Lessa yang mendongakkan kepalanya pada Gea di sampingnya.
"Makanya itu, papa ajak kamu nanti sore biar kamu enggak terlalu pusing untuk besok," jelas Gea sembari mengelus sayang kepala putrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinta Luka [END]
Teen FictionDuka tercipta setelah kebahagiaan sirna. Perubahan yang terpaksa karena adanya keadaan. Dia tidak mengambil kebahagiaannya, ini hanyalah sebuah amanah. Bukan tidak menerima. Tapi, menjadi sebuah trauma. Bukan tidak mendengar. Namun, mencoba untuk me...