Taksi yang diorder oleh Farhan sudah tiba di depan rumah. Taraz menarik koper miliknya serta koper milik Anya dan dibantu oleh sang supir taksi memasukkannya ke dalam bagasi mobil.
Taraz dan keluarganya akan kembali ke kota asalnya. Tempat dimana ia dan Lessa dulu.
"Anya, temenin Taraz, ya. Nanti Om sama Tante akan nyusul setelah urusan Om selesai. Maaf ya, malah ngerepotin, Anya." Farhan menitipkan Taraz pada Anya.
"Iya enggak apa-apa, Tante dan Om enggak ngerepotin, kok," jawab Anya dengan senyum tulusnya.
"Bund, Yah, Taraz berangkat dulu, ya." Taraz pamit pada Farhan dan Fia.
Dari rumah Taraz menuju bandara perlu waktu satu jam perjalanan untuk sampai ke sana.
-x-
Sesampainya di bandara, Taraz dan Anya langsung melakukan check on.
"Makan dulu, yuk! masih lama boarding-nya," ajak Anya untuk mengisi sedikit perutnya.
"Ya udah, di mana?"
"McD aja."
Keduanya memesan menu yang sama dengan satu nasi dan ayam bagian paha beserta soda.
Anya memperhatikan Taraz yang malah menyingkirkan kulit ayam miliknya ke pinggir piring.
"Loh lo enggak makan kulitnya? Itu 'kan bagian terenak, garing banget!" seru Anya.
"Apaan, enggak enak, kenyel gitu, ih," sahut Taraz menjelaskan bagaimana rasa kulit ayam menurutnya.
"Ya udah, kalau enggak mau. Gue ambil, ya." Anya langsung mengambil kulit ayam yang disingkirkannya sejak tadi.
Anya memakan dengan lahap, sedangkan Taraz seperti biasa saja.
Kepada para penumpang dengan nomor penerbangan JT 123 pesawat akan segera boarding dalam lima belas menit.
Itu adalah pengumumannya dari bagian informasi bandara.
Keduanya telah menyelesaikan makanan masing-masing dan segera menuju pesawat mereka.
"Kak, kakak berdua ini pasangan, ya? Mirip banget," goda pramugari yang sedang mengecek boarding pass keduanya.
Taraz sedikit salah tingkah berbeda dengan Anya yang hanya tersenyum kecil.
-×-
Selama di pesawat, tak ada percakapan di antara keduanya. Mereka memilih beristirahat menyimpan energinya untuk nanti perjalanan pulang ke rumah Taraz.
Tak terasa, mereka sudah mendarat di bandara kota Taraz. Taraz begitu rindu dengan kota ini. Namun, ia tak ingin ada luka di sini.
"Kita naik apa?" tanya Anya yang duduk di koper miliknya seraya mendongak melihat Taraz.
"Taksi?" tawar Taraz membenarkan tas yang melingkar di dadanya.
"Orang rumah lo enggak ada yang bisa jemput?" tanya Anya lagi.
"Sopir rumah belum balik," balas Taraz.
"Udah lah ayo taksi!" seru Taraz yang kebetulan ada taksi melintas di depan mereka, dengan cekatan, Taraz melambaikan tangannya untuk memberhentikannya.
"Siang, Mas, Mbak. Tujuan mana, nih?" tanya sopir taksi tersebut yang ber-nickname Farid.
"Ke Mall kota ya, Pak," balas Taraz yang menaikkan kopernya dan milik Anya ke bagasi mobil dengan dibantu pak Farid.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinta Luka [END]
Teen FictionDuka tercipta setelah kebahagiaan sirna. Perubahan yang terpaksa karena adanya keadaan. Dia tidak mengambil kebahagiaannya, ini hanyalah sebuah amanah. Bukan tidak menerima. Tapi, menjadi sebuah trauma. Bukan tidak mendengar. Namun, mencoba untuk me...