Pagi ini Gea akan pergi dan terpaksa meninggalkan Lessa. Tapi, kemarin ia berpesan pada teman Lessa untuk menemaninya.
"Lessa?" Gea mengetuk pelan pintu kamar anaknya.
Si pemilik kamar yang menikmati hobi barunya duduk di kusen jendela dengan menikmati matahari pagi hanya diam tak menjawab.
"Les, Mama mau pergi, nanti ada teman kamu ke sini, ya, Nak," jelas Gea.
"Iya Ma," balas Lessa yang terdengar tidak semangat sama sekali.
"Yaudah, Mama berangkat, ya?" pamit Gea yang lalu pergi.
Lessa menghembus nafas pelan. Entah apa yang ia pikirkan saat ini, pikirannya semakin kacau dengan kejadian kemarin sore.
"Lessa!" teriak Miselle dari luar kamarnya.
Lessa bergegas membuka pintu kamarnya dengan terheran bagaimana temannya bisa masuk ke rumahnya.
"Kok lo bisa masuk?" tanya Lessa bingung.
"Ketemu mama lo di depan," balasnya.
"Ngapain lo ke sini?" tanya Lessa memperhatikan Miselle yang menyelonong masuk ke kamarnya.
"Udahlah gue lagi males di rumah!" alibi Miselle dengan merebahkan tubuhnya di kasur Lessa.
Lessa menutup pintu kamarnya pelan dan menghampiri Miselle.
"Lo ngapain ke sini?" Lessa mengulang pertanyaannya.
"Gue mau temenin, lo. Gue enggak mau lo sendirian dengan keadaan lo yang aneh ini!" tegas Miselle kembali duduk.
"Gue enggak apa-apa!" elak Lessa yang langsung meneteskan air matanya.
"Tuh, 'kan! Gini lo bilang enggak apa-apa?!" omel Miselle langsung memeluk erat tubuh Lessa.
"Taraz bakal balik, 'kan?" Pertanyaan itu kembali lolos dari mulut Lessa.
"Lessa, kita juga berusaha bantu cari, 'kan? Lo juga harus inget kondisi badan lo!" tutur Misalle melepas pelukannya.
"Gue enggak apa-apa!" Tangis Lessa semakin menjadi.
"Sini-sini!" Miselle kembali menyediakan raganya untuk tempat Lessa meluapkan emosinya.
"Lo enggak boleh kayak gini, Les," lirih Miselle terus mengusap punggung Lessa sayang.
"Gue baik-baik aja, Miselle," lanjut Lessa.
"Iya, deh, lo baik-baik aja," ujar Misalle mengalah.
Dering ponsel milik Misalle membuat fokus mereka pecah. Miselle membuka ponselnya yang tertulis nama Aldi meneleponnya.
"Iya halo, gue ke depan," ucapnya ketika panggilan terhubung.
"Siapa?" tanya Lessa sembari mengusap air matanya pelan.
"Aldi dan Reza juga ke sini buat temenin lo. Jadi, lo harus balik kayak dulu, ya," tutur Misalle membantu Lessa mengelap pipinya.
"Bentar, gue bukain pintu buat mereka, ya." Misrlle meninggalkan Lessa untuk membukakan pintu untuk Aldi dan Reza.
Lessa termenung setelah pintu kamarnya kembali tertutup. Mengingat perkataan Miselle yang mengininkan dirinya kembali seperti dulu tanpa Taraz.
"Gue bakalan balik kayak dulu dengan gue yang baru," lirih Lessa.
"Hai Lessa!" sapa Aldi yang memasuki kamar Lessa dulu, diikuti Reza dan Miselle.
Lessa hanya menampilkan senyum tipis menyambut temannya. Jelas itu senyum palsu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinta Luka [END]
Teen FictionDuka tercipta setelah kebahagiaan sirna. Perubahan yang terpaksa karena adanya keadaan. Dia tidak mengambil kebahagiaannya, ini hanyalah sebuah amanah. Bukan tidak menerima. Tapi, menjadi sebuah trauma. Bukan tidak mendengar. Namun, mencoba untuk me...