"Ada saatnya kamu harus melepaskan seseorang. Bukan karena tidak mencintainya lagi, tetapi demi menjaga hati agar tidak terluka kembali oleh sikap yang sama dan orang yang sama." ~ Boy Candra.
Taraz menghampiri Lessa yang sedang terbaring tak sadarkan diri. Miselle hanya bisa diam melihat Taraz menggenggam tangan Lessa.
"Lessa bangun, sayang," panggil Taraz untuk menyadarkan Lessa.
"Lessa bangun, ada aku di sini," lanjut Taraz yang masih menggenggam tangan Lessa.
"Selle, Lessa kenapa?" tanya Aldi pda Miselle.
"Tadi lari buat pemanasan sepuluh putaran, pas mau putaran kesepuluh, dia pingsan. Sebelum itu, gue udah tanya dia kalau enggak kuat, berhenti aja. Tapi, Lessa-nya enggak mau," jelas Miselle bercerita bagaimana Lessa bisa pingsan.
Bu Dea memasuki ruang UKS untuk memeriksa keadaan Lessa.
"Miselle, ambilkan minyak kayu putih, ya," pinta Bu Dea.
Bu Dea mengoleskan minyak kayu putih pada hidung Lessa, berharap Lessa akan segera sadar.
Selama dua puluh menit, Lessa tak kunjung sadar.
"Bu, ini Lessa enggak sadar-sadar, gimana Bu?" tanya Taraz panik.
"Kalau begitu langsung kita bawa ke rumah sakit saja," jawab Bu Dea.
Dengan cepat, Taraz menggendong Lessa keluar dari UKS.
-×-
Lessa langsung dibawa ke ruang UGD dan sedang ditangani oleh dokter yang bertugas.
"Ibu telepon orang tua Lessa dulu, ya," pamit Bu Dea pada Miselle dan kawan-kawan.
Bu Dea menjauh dari mereka. Panggilan terhubung dan mulai berbicara, "Halo Bu, ini dengan orang tua Lessa?"
"..."
"Saya ingin mengabarkan bahwa Lessa dibawa ke rumah sakit, karena tadi sempat pingsan di sekolah, Bu," ujar Bu Dea
"..."
"Iya Bu, saya tunggu di rumah sakit ya, Bu."
Berbeda dengan Lessa yang masih diperiksa, tiba-tiba Lessa membuka matanya.
"Kamu punya penyakit ya, Nak?" tanya dokter itu setelah melihat Lessa sudah sadar dari pingsannya.
"Iya Dok, saya didiagnosa jantung koroner. Tapi, dokter jangan mengatakan ini pada siapa pun, ya. Saya takut membuat mereka khawatir," jelas Lessa sedikit panik.
"Yang mengantarkan saya ada berapa orang ya, Dok?" tanya Lessa.
"Ada 4 anak SMA seperti kamu dan satu lagi seorang guru," jawab dokter itu.
"Dokter hanya bilang kalau saya kecapean, saya mohon Dok. Mereka akan khawatir jika mendengar penyakit yang saya alami." Lessa mwngapitkan kedua tangannya tanda memohon.
"Baiklah."
Bertepatan dengan itu, dokter yang memeriksa Lessa baru saja keluar dari ruangan UGD.
"Gimana Dok, keadaan Lessa?" Taraz membuka suara untuk pertama kali.
"Guru kalian tadi, mana?" tanya Dokter tersebut mengacuhkan Taraz.
"Iya Dok?" sahut Dea yang selesai berbicara jarak jauh dengan orang tua Lessa.
"Ini, hanya ... eung ... dia hanya kecapekan," jelas Dokter berbohong sesuai permintaan Lessa.
"Tapi, sekarang dia sudah sadar, 'kan, Dok?" tanya Taraz menyela.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinta Luka [END]
Fiksi RemajaDuka tercipta setelah kebahagiaan sirna. Perubahan yang terpaksa karena adanya keadaan. Dia tidak mengambil kebahagiaannya, ini hanyalah sebuah amanah. Bukan tidak menerima. Tapi, menjadi sebuah trauma. Bukan tidak mendengar. Namun, mencoba untuk me...