Kini tangannya sibuk membereskan buku untuk bersiap pulang. Banyak pasang mata yang memandangnya membuat gerakannya semakin cepat. Dia Taraz. Sejujurnya, ia tidak nyaman dengan sekolah barunya ini.
"Hai ganteng, pasti lo suka gue, 'kan?" seru siswi dengan dandanan wajah cukup mencolok yang sedang menatap Taraz dan tangannya berani menggandeng lengan Taraz.
Selesai sudah ia membereskan bukunya, menyahut tasnya dan menggantungkan pada bahu kanannya. Menerobos siswi yang berusaha menarik perhatiannya.
"Enggak usah bikin gue jijik!" cemooh Taraz yang lalu pergi begitu saja.
Siswi itu terngagah mendengar hinaan Taraz padanya. Taraz terus berjalan tak memperdulikan sekitarnya. Hanya ingin cepat sampai di rumah.
Di depan sekolah, ia bertemu dengan Anya yang sudah di jemput papanya.
"Taraz!" panggil Anya.
Taraz yang sudah melihat keberadaan Anya sebelumnya, segera menghampirinya. Melempar senyum untuk papa Anya.
"Sore, Om," sapanya ramah.
"Lo naik apa?" tanya Anya yang tak melihat Taraz dengan kendaraan.
"Bus antar-jemput." Taraz mengarahkan dagunya pada halte skolah memberi isyarat.
"Bareng Om saja, gimana?" tawar Niko.
"Terima kasih, Om. Saya naik bus aja," tolak Taraz sedikit menundukkan badannya memberi hormat.
"Loh? enggak apa-apa bareng aja," desak Niko.
"Beneran, Om. Makasih banyak. Tapi, saya naik bus saja," lanjutnya dengan seyum tipisnya.
"Duluan ya, Om. Gue duluan, Nya!" pamitnya yang lalu berjalan ke halte sekolah.
Taraz duduk di salah satu kursi halte untuk menunggu bus datang. Belum puas duduk, bus sudah datang. Segera ia menaiki dan mencari tempat duduk kosong.
Di kursi paling belakang hanya sendiri tanpa ada orang lain. Membuat Taraz nyaman dengan posisinya sekarang. Mengalihkan pandangannya ke luar jendela dan menikmati pemandangan sore di kota barunya.
Dering ponsel membuyarkan lamunan indahnya. Mengambil ponsel di saku celananya dan membuka notifikasi apa yang masuk.
Ternyata pengingat makan sepulang sekolah yang dipasangkan Lessa agar dirinya tidak lupa untuk makan.
Senyum miris tercipta dari bibirnya. Mungkin kalau ia tidak jauh dari Lessa, sudah mendengar omelan Lessa.
Taraz membuka galeri ponselnya untuk melihat foto Lessa sebagai pengobat rindu. Ya meskipun ia tahu ini tidak mempan.
"Less, kamu apa kabar?" lirihnya hanya dia yang dapat mendengar dengan menatap wajah Lessa tersenyum bahagia yang tertampang di layar ponselnya
"Kamu nyariin aku enggak?" lanjutnya begitu pelan.
"Aku kangen kamu!" batinnya menggenggam erat ponselnya dan lalu mendekatkannya pada dadanya.
Tak terasa, perjalanan telah tiba. Tak ingin berlama-lama, Taraz langsung turun dan berlari pelan memasuki komplek rumahnya.
"Kalau pulang sekolah sama kamu, 'kan enak enggak jalan gini," gerutunya yang tertuju pada Lessa.
Taraz terus melanjutkan perjalanannya hingga sampai di rumah barunya. Memasuki rumahnya yang tidak sebesar rumah sebelumnya dan membuka pintu perlahan.
"Taras pulang," katanya pulang.
"Taraz, om Niko 'kan nawarin pulang bareng, kenapa kamu enggak mau?" tandas Fia dari arah kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinta Luka [END]
Teen FictionDuka tercipta setelah kebahagiaan sirna. Perubahan yang terpaksa karena adanya keadaan. Dia tidak mengambil kebahagiaannya, ini hanyalah sebuah amanah. Bukan tidak menerima. Tapi, menjadi sebuah trauma. Bukan tidak mendengar. Namun, mencoba untuk me...