"Terkadang, pertemuan dan perpisahan terjadi terlalu cepat. Namun kenangan dan perasaan tinggal terlalu lama." ~Fiersa Besari.
-×-Pertanyaan dari Gea mampu membuat Taraz kaku tak mampu menjawab. Pasalnya ada Anya bersama dirinya saat ini.
Lessa tak ingin ikut campur dalam pembicaraan. Ia masih kaget atas medatangan Taraz yang tiba-tiba. Sedangkan Dion dan Anya hanya diam memperhatikan.
"I-itu Tan. Taraz baru aja dateng dari luar kota. Beberapa waktu kemarin, Taraz dibawa orang tua Taraz ke luar kota," balas Taraz gugup.
"Ohh gitu. Tapi, kenapa Lessa bilang ke Tante kamu engga ada kabar?" lanjut Gea yang membuat Taraz semakin kelu untuk menjawab.
"Ma!" tegur Lessa pelan dengan menyenggol bahu Gea.
"Udah ngabarin, kok!" sela Lessa yang tak mau memperpanjang percakapan ini.
"Oh begitu." Gea mengerti kode yang diberi oleh Lessa. Jadi, ia memilih untuk berhenti bertanya.
"Kamu, siapanya Taraz?" tanya Gea pada Anya yang berada di belakang Taraz.
"Kenalin, Tan. Saya Anya, calon Taraz," sahut Anya mengulurkan tangannya dengan senyum ramahnya yang membuat paras ayunya bertambah.
"C-calon? Calon apa, nih?" sela Lessa kaget atas tuturan yang Anya berikan.
"Eh itu, Gue lupa kalau ada kepentingan lain. Les, gue pamit duluan, ya. Tante, Om, saya pamit, ya," timpal Taraz yang sedikit menundukkan badannya dan lalu pergi dengan menggandeng Anya.
"Calon apa, Ma?" tanya Lessa yang terlihat berusaha menahan air matanya.
"Lessa, kamu besok ujian, 'kan?" sambung Diom yang tak ingin putrinya memikirkan hal yang tak penting.
"Jadi, sekarang nikmati pantai ini, baru nanti kamu pikirin ujian, ya," tutur Dion dengan mengelus sayang pucuk rambut Lessa.
-×-
"Aduh ini apaan, sih!" gumam Miselle yang melihat lembar ujiannya penuh dengan angka dan kalimat yang ia tak mengerti.
Berbeda dengan Lessa yang tetap tenang dan fokus mengerjakan lembar ujiannya. Belajarnya semalam tak sia-sia.
"Sstt, Less," panggil Miselle sedikit berbisik.
Lessa tak mendengarnya. Karena posisi bangku yang sedikit dipisah dari pinta guru agar tidak ada kegiatan saling mencontek.
"Less, ssttt!" Miselle kembali memanggil Lessa dengan suaranya yang sedikit keras.
"Hayo ada apa? Fokus ke kertas kalian masing-masing!" Suara gemelegar dari Pak Burhan mampu membuat seisi kelas kaget. Terutama Miselle yang sedang memanggil Lessa dengan tujuan menanyakan jawaban.
Lessa tak memperdulikan Pak Burhan. Ia terus fokus dengan ujiannya. Sampai akhirnya mendengar panggilan Miselle.
"Sstt! Lessaaaa!!" lirih Miselle.
Lessa menoleh pada Miselle yang sudah tertebak olehnya kalau Miselle akan meminta jawaban padanya.
"Nomor empat!" balas Miselle yang hanya menggunakan gerakan bibir tanpa suara ketika Lessa menoleh.
Lessa melihat lembar jawabannya untuk melihat jawaban yang diminta Miselle.
Lessa menoleh lalu memberikan kode melalui jarinya yang membentuk huruf 'A'. Miselle mengacungkan ibu jarinya tanda terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinta Luka [END]
Teen FictionDuka tercipta setelah kebahagiaan sirna. Perubahan yang terpaksa karena adanya keadaan. Dia tidak mengambil kebahagiaannya, ini hanyalah sebuah amanah. Bukan tidak menerima. Tapi, menjadi sebuah trauma. Bukan tidak mendengar. Namun, mencoba untuk me...