"Air dingin nggak bisa membunuh kenangan. Demikian pula dengan pisau, pistol, parang, celurit, api, granat ataupun rasa benci." ~Ika Natassa.
-×-"A-awh, mana sih obatnya tadi, sshh aakhh," rintih Lessa yang tangannya sibuk mencari obat di tasnya.
"Tadi gue bawa, deh!" Lessa terus berusaha mencari obatnya.
Nyeri di dadanya semakin menjadi. Ia harus kuat untuk mencari obatnya dan segera menangani sakitnya.
"Akhh! Astaga sakit banget!" Lessa merintih dengan suara pelan. Takut Gea mendengar dan mencurigai keadaannya.
"Mana sih, ah!" Karena tak kunjung menemukannya, Lessa mengeluarkan seluruh isi tasnya di kasurnya. Baru keluarlah obat dalam plastik dari dalam tasnya.
"Nah!" Lessa langsung menegaknya dan meminum air putih dalam gelas yang ia siapkan untuk sewaktu-waktu sakit jika berada di kamarnya.
"Syukurlah mendingan," lirihnya.
Lessa kembali membereskan bukunya yang berserak di kasurnya. Dengan mulutnya yang ngedumel akibat ulahnya kasurnya menjadi berantakan.
Selesai sudah ia merapikan kasurnya. Lessa meletakkan tasnya di kursi meja belajarnya. Tangannya meraih ponsel yang tergeletak di meja belajarnya.
Ia memainkan ponselnya di kusen jendela dengan menghadap luar dan ditemani semilir angin sore.
Jari lentiknya lihai menari di atas layar ponsel. Sampai akhirnya mata Lessa menangkap pesan yang dikirim Taraz melalui sosial media instagram. Pesan yang sudah dilihatnya tadi tanpa ada niat membalas.
"Ck! Gue sebenernya penasaran. Tapi, gue juga udah terlanjur sakit kalau dia kayak gitu." Hati dengan otaknya tidak searah. Sangat ingin mendengar penjelasan Taraz. Tapi, sakit di hatinya masih sangat perih untun mengetahuinya.
"Lessa! Makan, Nak!" Teriakan Gea membuat Lessa langsung berlari memenuhi panggilan.
"Iya Ma!" balasnya dengan sedikit berlari menghampiri Lessa.
Lessa langsung duduk di meja makan dengan makanan yang siap untuknya.
"Mama enggak makan?" tanya Lessa yang melihat Gea masih sibuk dengan kegiatan di dapur.
"Mama tadi udah makan duluan. Kamu makan dulu, habisin, ya," pinta Gea.
Lessa melahap makanannya dengan sangat nikmat. Tak menghiraukan ponselnya yang sedari tadi banyak notifikasi masuk. Sampai akhirnya notifikasi dari Taraz mengalihkan fokusnya.
Lessa membaca pesan dari Taraz. Pesan yang begitu mengharap kehadirannya untuk mendengar penjelasan dari Taraz.
Sempat bingung, harus otak atau hati yang ia dulukan. Dengan nekat, Lessa memutuskan untuk datang tanpa membalas pesan.
"Mama, Lessa habis ini izin ke taman kota, ya?" Lessa menghampiri Gea dengan membawa piring kotornya dan meletakkan di tempatnya.
"Sama siapa?" tanya Gea yang matanya masih pada kegiatannya.
"Sendiri aja. Cari angin, Ma," alibi Lessa.
"Naik ojek?"
"Em ... iya kayaknya."
"Boleh. Hati-hati, ya," pesan Gea.
"Woke pasti!"
-×-
"Lo kenapa, Raz?" tanya Anya dari dalam kamarnya yang disambut dengan Taraz yang berada di ruang keluarga dengan keadaan tak seperti biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinta Luka [END]
Teen FictionDuka tercipta setelah kebahagiaan sirna. Perubahan yang terpaksa karena adanya keadaan. Dia tidak mengambil kebahagiaannya, ini hanyalah sebuah amanah. Bukan tidak menerima. Tapi, menjadi sebuah trauma. Bukan tidak mendengar. Namun, mencoba untuk me...