"Lo tega banget, sih? 'Kan lo yang pesen ya lo dong yang bayar!" omel Miselle berkacak pinggang.
"Yang makan siapa?" sarkas Taraz membuat Missele terdiam.
"Ya, ya gue, sih." Missele menjadi gugup dengan sarkasan Taraz.
"Besok deh gue traktir, lo," sambung Lessa mulai angkat bicara.
"Males! Lo 'kan suka bohong!" seru Miselle berjalan meninggalkan dua sejoli itu.
Tawa Lessa pecah melihat Miselle yang marah padanya hanya karena membayar makanan. Taraz hanya menggelengkan kepala, bagaimana bisa ada manusia seperti Miselle.
Tak lama datang dua siswa bertubuh tinggi dengan pesona yang memikat lawan jenisnya menghampiri Lessa dan Taraz. Mereka adalah Aldi dan Reza selaku teman dekat Taraz.
"Nanti balik sekolah mampir kafe tempat biasa, ya, Bro!" seru Aldi setibanya di depan Taraz.
"Yoi siap!" sambung Taraz penuh semangat.
"Gue pengen main game di rumah, lo. Jadi, pulangnya mampir rumah, lo," imbuh Reza diakhiri senyum manisnya.
"Alah! Lo kalahan aja sok-sok-an pengen main!" sarkas Aldi.
"Lo kali yang kalahan!" sahut Taraz.
"Kagak, lah!" elak Aldi.
"Udah elah! Pokoknya nanti main." Reza mengakhiri perdebatan antara Taraz dan Aldi.
"Yaudah, kalau kamu mampir, anter aku pulang dulu, ya." Lessa berbisik pada Taraz memintanya untuk mengantar pulang.
"Kenapa enggak ikut?" tanya Taraz memandang lemat Lessa.
"Enggak mau. Kamu lama kalau nongkrong!" papar Lessa.
"Ekhem! Ada orang di sini!" timpal Reza mengingatkan Taraz dan Lessa.
"Yaudah ah balik aja kali, ya?" sambung Aldi.
"Gas! Gue balik. Jangan lupa nanti!" pamit Reza meninggalkan kekasih tersebut.
"Yoi, Bro!" Taraz melambaikan tangan tanda perpisahan.
"Kalau kamu nanti nongkrong, jangan lupa makan, loh!" tutur Lessa.
"Iya, Cantik!" jawab Taras dengan tangannya yang mengusap kepala Lessa sayang.
"Aku balik ke kelas, ya? Udah mau masuk ini," ungkap Taraz melihat jam tangan melingkar di tangannya.
"Oke! Ketemu nanti, Sayang!" balas Lessa dengan senyum manis untuk Taraz.
Taraz berjalan meninggalkan Lessa untuk kembali ke kelasnya dengan melambaikan tangan ke arahnya. Lessa membalasnya dengan senyum yang tak pudar sedari tadi.
Lessa masuk ke kelasnya dan kembali duduk di samping Misalle yang terlihat bete. Ia melihat Miselle dengan tatapan sedikit serius.
Merasa dirinya ditatap seperti itu, Miselle membalas menatap Lessa.
"Apa lo?" cetus Miselle dengan menaikkan dagunya.
"Lo bisa marah sama gue?" tanya Lessa santai.
"Ish! Lo mah gitu! Gue ini marah, jangan ganggu, dong!" celetuknya.
"Emang lo bisa marah?" Lessa mengulang pertanyaannya.
"Kalau marah itu, serius dikit. Jangan gini!" tandas Lessa.
"Ya, gue marah ke lo. Tapi, kalau lo gini, gue jadi enggak bisa marah, Lessa!" celetuk Miselle kesal.
"Gue enggak ngapa-ngapain, deh, perasaan." Lessa menjawab dengan muka bingung yang ia buat-buat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinta Luka [END]
Teen FictionDuka tercipta setelah kebahagiaan sirna. Perubahan yang terpaksa karena adanya keadaan. Dia tidak mengambil kebahagiaannya, ini hanyalah sebuah amanah. Bukan tidak menerima. Tapi, menjadi sebuah trauma. Bukan tidak mendengar. Namun, mencoba untuk me...