- I k h l a s -

24 10 1
                                    

"Pergi saja, jangan kembali dan memberi luka lagi."

"Makanya enggak usah gatel!" cibir Taraz menatap tajam arah perempuan yang mengajaknya pacaran.

"Beneran lo pacarnya dia?" tanya perempuan itu menunjuk ke arah perempuan yang di rangkul Taraz.

Dia Anya yang kebingungan dengan keadaan yang terjadi sekarang. Pasalnya, dia tetiba digeret oleh Taraz menghadap perempuan di depannya ini.

Anya melempar pada Taraz seakan meminta penjelasan. Taraz menyenggol bahu Anya pelan memberi kode untuk bekerja sama denganya.

"He! Gue tanya, lo pacarnya dia?" Perempuan itu kembali melempar pertanyaan dengan sedikit tegas.

"Eh, i-iya gue pacarnya," jawab Anya yang langsung melingkarkan tangannya pada pinggang Taraz.

Perempuan itu melihat dengan emosinya yang meluap. Menerima kenyataan yang membuatnya sakit hati. Padahal ia belum kenal jelas Taraz.

"Mau apa lo? Pergi!" tegas Taraz terus memandang dingin perempuan itu.

"Ish! Awas lo!" ancam perempuan itu dengan menghentakkan kakinya berkali-kali dan langsung pergi meninggalkan keduanya.

Taraz yang melihat itu merasa lega dan senyum tipis tercipta dari bibirnya. Tak lama, ia sadar kalau tangannya masih merangkul Anya.

"Ekhem!" dehem Taraz yang langsung melepas rangkulannya dan sedikit menjauh.

Anya terlihat gugup dan canggung setelah kejadian itu. Entah mengapa dirinya ikut melibgkarkan tangannya pada pinggang Taraz.

"Makasih, kalau lo enggak ada, mungkin gue masih berurusan dengan cewek ulet itu," ungkap Taraz.

"I-iya. Lo bilang-bilang dulu kenapa, sih! Gue 'kan kaget!" omel Anya yang sudah mengadu alisnya.

"Ya, 'kan gue refleks!" jelas Taraz tak mau kalah.

"Tapi, lo bisa bisikin gue dulu, 'kan!" bantah Anya.

"Yaudah, sih. Udah terlanjur juga," sambung Taraz.

"Yaudah! Gue ke kelas duluan!" pamit Anya meninggalkan Taraz dengan jalannya yang sedikit menghentakkan kakinya.

Taraz tersenyum tipis melihat Anya kesal karena ulahnya. Menggelenggkan kepalanya pelan lalu segera menuju ke kelasnya.

-×-

Taraz yang berada di kantin sekolahnya, melihat perempuan yang tadi pagi menembaknya tersenyum ke arahnya. Lagi-lagi, Anya menyelamatkan dirinya. Taraz langsung menghampiri Anya dan membisikinya.

"Pura-pura jadi pacar gue, sekarang," bisik Taraz.

Anya terlihat heran, namun setelah pandangannya ia arahkan ke  kantin, ia memahami maksud dari permintaan Taraz.

"Kamu mau makan enggak? Aku siapin sini," Anya menyendokkan bakso ke dalam mulut Taraz, sedangkan Taraz menerimanya begitu saja tanpa protes.

"Makasih Sayang."

Perempuan itu menghentakkan kakinya setelah melihat Taraz dan Anya begitu mesra dan pergi begitu saja.

"Huh ... untung dia pergi," keluh Taraz.

"Lagian kalau gue lihat kayaknya lo cocok, deh sama dia," ledek Anya pada Taraz.

"Ih, jangan sampe! Ngeliat aja gue udah enggak suka," protes Taraz.

"Hahahahah."

Tinta Luka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang