"Menerima kenyataan yang tak sesuai ekspetasi memang sulit. Tapi, hal itu yang membuat untuk kembali bangkit!"
Lessa sudah sampai di sekolahnya dan pemandangan yang ia lihat di depan kelasnya adalah keadaan riuh siswa dan siswi sedang menyalin jawaban dari sama lain dari temannya. Lessa hanya bisa menggelengkan kepalanya, kelakuan mereka tidak berubah sejak awal masuk sekolah.
"Les, lo udah jawab nomor dua tugas fisika belum?" tanya Miselle yang masih menyalin jaeaban.
"Udah."
"Bagi dong, ini tulisannya enggak bisa gue baca," keluh Miselle kesal tulisan yang akan disalin jawabannya malah justru tulisannya tak beraturan bagai cacing yang kepanasan.
Lessa merogoh tas miliknya dan menyerahkan satu buku kepada Miselle. Lessa mengeluarkan buku pelajaran sambil menunggu bel berbunyi, ponselnya ia taruh di laci meja.
Ting ... tong ...
"Baik, kita mulai pelajaran hari ini, ya," ucap Bu Aisyah sebelum memulai pelajaran.
Setelah setengah jam, siswa-siswi ini diberikan berbagai rumus dan soal fisika yang membuat otak sedikit panas, karena harus benar-benar dipahami.
Bu Aisyah memberikan sebuah pengumuman yang membuat semuanya merintih kesal. "Kalian ibu tugaskan untuk beli buku fisika yang ada di Gramedia untuk menambah referensi dan latihan soal untuk kalian, ya. Karena, kalian sudah harus latihan untuk kelulusan," jelas Bu Aisyah.
"Baik Bu."
-×-
"Makan, yuk!" ajak Miselle.
"Ya udah lah ayo!"
Keduanya baru saja tiba di kantin, Lessa mencari ponselnya, ia tak menemukan di saku roknya atau seragam miliknya.
"Eh Selle, ponsel gue mana, ya? Gue taro di saku tadi," ujar Lessa panik.
"Lo lupa kali bawa ke sekolah, bisa jadi lo tinggal di rumah," balas Miselle.
"Coba Lo telepon, deh," pinta Lessa pada Miselle.
Tut ... tut ... tut
"Nyambung kok," ucap Miselle memberi tahu.
Tiba-tiba panggilan itu diangkat oleh seseorang.
"Halo?"
"Eh ini siapa?"
"Sisil."
"Ini ponsel Lessa kok bisa ada di lo?
"Ini gue tadi dengar dari laci, ada panggilan masuk ya gue angkat aja kali aja penting gitu."
"Oh ya udah, makasih, Sil."
"Lessa! Lo kebiasaan banget, sih. Suka lupa naruh barang. Engga ilang-ilang kebiasaan jelek lo itu," omel Miselle.
"Hah? Di mana ponsel gue?" tanya Lessa.
"Di laci lo lah, Lessa," Miselle geregetan terhadap temannya yang memiliki sifat buruk dan tak kunjung hilang.
"Oh iya, gue lupa Selle, hehehe."
-×-
"Tumben kok baksonya enak, ya?" lirih Miselle yang terus menyuap kuah bakso ke mulutnya.
"Hm." Lessa tak begitu memperdulikan Miselle yang sedari tadi banyak bicara.
"Les, mau enggak nanti sekalian ke gramednya?" tanya Miselle yang sudah selesai makan dan mengelap mulutnya dengan tisu yang disediakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinta Luka [END]
Teen FictionDuka tercipta setelah kebahagiaan sirna. Perubahan yang terpaksa karena adanya keadaan. Dia tidak mengambil kebahagiaannya, ini hanyalah sebuah amanah. Bukan tidak menerima. Tapi, menjadi sebuah trauma. Bukan tidak mendengar. Namun, mencoba untuk me...