- A k h i r C e r i t a -

71 11 7
                                    

"Terkadang perasaan diuji oleh hal-hal yang tak pernah terbayangkan." - Boy Candra.
-×-

Di waktu itu pula Lessa mendapat kamar inapnya untuk perawatan lebih lanjut. Gea dan Dion hanya bisa berdoa untuk kesembuhan Lessa.

"Lessa akan sembuh, 'kan?" gumam Gea tepat di depan kamar Lessa yang baru selesai dipindah.

"Yakin kalau Lessa pasti sembuh," balas Dion menenangkan Gea.

Keduanya masuk ke kamar Lessa. Menatap Lessa miris dengan infus di punggung tangannya.

Gea langsung duduk di kursi samping ranjang Lessa dan menggenggam erat tangan Lessa yang bebas infus lalu menangisinya.

Setelah menutup pintu, Dion berjalan menghampiri kedua wanita yang sangat ia cintai. Dion mengusap punggung Gea yang menangis sejadi-jadinya.

"Ma, udah nangisnya, ya. Lessa pasti sembuh," lirih Dion.

"Lessa, Lessa sayang Mama dan Papa, 'kan? Bangun yuk Cantik," bisik Gea pada Lessa yang sedari tadi belum sadar akibat obat bius.

Tak lama, jari Lessa bergerak. Gea langsung menyambut Lessa yang baru akan tersadar.

Mata Lessa mulai terbuka. Ia mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan cahaya yang masuk.

"Lessa, Mama di sini, Nak," sambut Gea antusias.

"Ma?" panggil Lessa kebingungan.

"Iya? Mama di sini. Apa kamu yang sakit, Sayang? Mama panggil dokter, ya?" Gea sangat khawatir dengan keadaan Lessa.

"E-enggak Ma," sela Lessa yang masih lemas.

"Mana yang sakit, Sayang?" tanya Dion mengusap rambut Lessa.

"L-Lessa enggak apa-apa, kok," balas Lessa berbohong

Dion dan Gea tersentak kaget ketika Lessa mengatakan itu. Secara tidak langsung Lessa sudah mengetahui keadaan tubuhnya yang mengidap penyakit?

"Kamu udah tahu? Dari kapan? Kok kamu enggak bilang ke Mama, Lessa?" tanya Gea yang terus menangis.

"T-tahu apa?" Hati Lessa sudah tak karuan. Sepertinya kedua orang tuanya sudah diberi tahu akan penyakitnya.

"Soal penyakit kamu, Sayang," jawab Gea semakin histeris dalam tangisnya.

"Ma, udah. Jangan dikasih tahu," bisik Dion pada Gea yang mencegahnya untuk mengatakannya.

Lessa masih dapat mendengarnya. Sudah ia pastikan kalau kedua orang tuanya sudah mengetahui penyakit yang ada dalam tubuhnya.

"Lessa, kamu pasti sembuh. Jangan mikir aneh-aneh, ya," tutur Dion mengalihkan pembicaraan.

Lessa hanya mampu mengangguk kecil dan air matanya mengalir tipis di pelipisnya. Ia sendiri yang mendengar saja sudah sangat sedih, bagaimana ini dengan keluarganya?

-×-

"Iya, Anya sama orang tuanya akan pindah ke apartemen yang mereka beli kemarin. Tenang, dekat rumah kita, kok." Suara menggema itu menjelaskan ketika Taraz menyadari Anya membereskan semua barangnya.

"Oh begitu," balas Taraz yang sebenarnya tak seberapa peduli.

"Kita ikut antar, kamu siap-siap dulu, gih," pinta Fia.

Tinta Luka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang