Bubar

398 63 22
                                    

Hari itu Bu Kos mau mengumumkan sesuatu ke para bujang, jadilah mereka semua berkumpul di ruang tengah. Ruang tengah ramai banget udah kaya mau demo, pas Bu Kos datang mereka langsung diam duduk di tempat masing-masing. Tumben kan? Beberapa sudah punya firasat ga baik tentang kedatangan Bu Kos hari ini, tapi mereka memilih diam dan ga membuat suasana jadi keruh. Sifa sendiri sudah berlari ke arah Nana, abang kesayangannya.

"Ibu datang kesini mau mengumumkan bahwa kos ini bakal dibubarkan.."

Bujang bereaksi macam-macam. Ada yang kaget sambil teriak kaya Lele sama Yenan, ada yang anteng kaya Je sama Joni, ada yang nganga kaya Nana sama Hanan, selebihnya cuma diam ga berekspresi.

"Kalian bisa siap-siap packing mulai dari sore ini, dan diharapkan kosan ini besok sudah kosong.." Lanjut Bu Kos lagi.

Juna angkat tangan, "Kalo besok belum keluar dari kosan ini gimana Bu?"

"Kamu bakal rata sama tanah, Jun.."

Juna langsung nutup mulut, menurutnya seram banget ngeliat Bu Kos serius begini.

"Kosan ini sudah dibeli sama pemerintah, rencananya mau dibuat pertambangan minyak.."

Saka mengangguk, teringat lagi percakapannya dengan Kun di dapur waktu itu.

"Kalian jangan lupain Ibu ya? Jaga kesehatan, jangan bandel. Oke?"

"Bu, jangan bawang-bawangan lah. Kan cuma pindah kosan doang bukan mati.." Cicit Yenan.

"HEH MULUT!" Nah kan dicaplok mulutnya Yenan sama Kun.

"Kita kan cuma pindah ke sebelah aja, Bu." Sahut Hendri sambil menaik-turunkan alisnya.

"HEH TUMAN!" Sekarang giliran Hendri yang dicaplok.

"Canda astaga, bibir gue dicaplok beneran.."

"Kalian sering main ke kosan sebelah?"

Ada beberapa bujang yang mengangguk, ada juga yang menggeleng.

"Yang paling sering sih Yenan Bu, kan ada cemceman nya di sebelah." Goda Juna.

Yenan melotot. "SEMBARANGAN!"

Luke menyahut, "Kaya cemceman lo ga di kosan sebelah aja Jun."

"Loh, Juna juga punya cemceman?" Bu Kos semakin kepo.

Bujang lantas mengangguk serentak, kecuali Juna.

"Ish cepu lo semua."

"Ya udah nak, Ibu mau pergi dulu ngurus surat-surat tanah. Kalian packing aja mulai dari sekarang. Oh iya, biaya kos bulan kemarin Ibu kembalikan ke rekening kalian semua." Bu Kos beralih ke Sifa. "Sifa, ayo pulang nak."

"Tamau, maw ma ta Nana aca..."
(Ga mau, mau sama ka Nana aja)

"Sifa pulang dulu ya, nanti baru main sama Ka Nana lagi. Oke?" Bujuk Tama.

"Eneyan?"
(Beneran?)

Joni ikut membujuk, "Iya beneran."

Setelah memeluk Nana, dan bujang lain satu persatu Sifa akhirnya naik ke gendongan Ibunya. Sore itu suasana kos Bujang 23 memang riuh tapi bukan riuh seperti itu yang mereka inginkan. Setiap sudut kosan memiliki arti masing-masing di benak Bujang. Hendri contohnya, kosan ini menjadi saksi bisu perjuangannya memperjuangkan Nini sang pujaan hati. Begitupun Juna yang mulai dari mengejar Naya hingga mendapatkan Haifa saat masih tinggal di kosan ini, semua terukir jelas di benaknya. Wildan juga sempat sedih karena setelah ini mungkin ia tidak akan dibangunkan secara paksa untuk piket kosan. Hanan menunduk, teringat kembali saat kali pertama mengenalkan Lindsay pada Saka dan Mudra. Semua masih terekam jelas di benak mereka.

BUJANG 23✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang