Puntung Rokok

501 91 4
                                    

Penyakit kosan yang biasa kembali kambuh lagi, ya apalagi kalau bukan air mati. Antrian kamar mandi dapur saja sudah sepanjang jembatan Suramadu, sampai Juna bawa gitar biar ga terlalu bosan nunggu antriannya. Belum lagi yang sekarang tengah berdendang di kamar mandi adalah Je, tidak perlu ditanyakan lagi seberapa lama kalau cowok itu sudah masuk kamar mandi. Bisa-bisa Yuda yang antriannya habis Je brewokan begitu dia keluar dari sana.

Kamar mandi dapur memang selalu menjadi penyelamat kala kosan mengalami kekeringan mendadak seperti sekarang ini. Tapi dibanding siapapun, yang paling sering menggunakan kamar mandi penolong itu cuma Mudra. Menurut pengamatan Mudra, kamar mandi dapur lebih luas jadi lebih enak buat grasak-grusuk di dalam sana. Cowok itu memang agak heboh orangnya, kurang lebih sama Hanan jadi ga heran kalau dia bertingkah agak aneh atau bisa dibilang luar biasa.

Pintu kamar mandi terbuka, Je keluar dengan handuk yang menutupi dari pinggang hingga ke bawah lutut. Semua bujang sontak menghembuskan nafas pelan bersamaan tanda bahwa mereka lega. Ternyata mandi Je kali ini ga selama biasanya, entah kenapa.

"Tumben ga lama." Kata Yuda sambil berdiri di depan Je yang baru keluar dari kamar mandi.

"Ntar kalo gue lama, lo pada protes."

"Gini aja terus, gue suka." Yuda cengengesan terus masuk ke kamar mandi.

"Gue yang ga suka."

Belum lagi Je sampai di kamarnya, suara Yuda sudah kedengaran lagi di telinganya. Memanggil namanya dengan lantang. "JENAN WIRANTO! SINI LO!"

"Nama gue bukan Jenan Wiranto, itu nama bapak gue.." Protes Je diam-diam, tapi kakinya tetap melangkah berbalik kearah kamar mandi.

"Puntung rokok lo tuh, pungutin. Jorok amat."

Tangan Yuda menunjuk dua buah puntung rokok yang memang milik Je. Sudah biasa bagi cowok itu untuk ngudud santai sambil buang air besar. Terkesan agak jorok, tapi Je merasa enjoy saat melakukan itu.

"Iya, iya, ini di pungutin."

"Gimana caranya lo berak sambil ngerokok? Ga salah hisap apa?" Yuda masih melanjutkan, sementara para bujang sudah diserang tawa yang tiada henti.

"Salah hisap gimana?"

"Taik lo yang kesedot, rokok lo tiup.."

Je menatap Yuda datar, "Gue ga sebodoh lo..."

Pagi hari memang bukan waktu yang tepat untuk mengobrol dengan Yuda, karena cowok itu masih belum sepenuhnya sadar dan nyawa nya belum terkumpul dengan sempurna. Atau overthinking Yuda semalam belum selesai ia tamatkan sehingga berlanjut hingga keesokan harinya.

•••

Beberapa hari lalu, Joni sudah hampir mengobrak-abrik isi perut teman sekampus Yanda kalau saja ga dihentikan sama para bujang. Gimana Joni ga marah, Ilhamㅡnama cowok brengsek ituㅡmenampar Yanda tepat di depan matanya pas kemarin dia menjemput Yanda di kampusnya. Joni sudah hampir menerjang cowok itu dan mungkin melukai tapi Luke, Hendri, dan Jiran sudah lebih dulu menahannya karena Yanda melakukan perlawanan dengan menonjok cowok itu di hidung dan menyebabkan pendarahan.

Ceritanya dibaliknya lumayan sederhana dan terbilang sepele. Yanda yang kelasnya sudah selesai hari itu langsung berjalan kaki ke parkiran karena Joni bilang bakal menjemput, tapi Ilham menghentikan cewek itu dengan alasan ada hal yang penting yang perlu dia bicarakan. Setelah beberapa menit basa-basi, akhirnya Ilham bilang kalau dia mau mengajak Yanda pacaran. Jelas Yanda ga mau. Karena pertama, bisa jadi ini cuma ToD. Kedua, Yanda ga kenal dekat sama Ilham. Ketiga, Yanda ga tertarik sama cowok modelan Ilham yang dari awal ketemu kelihatannya sudah meragukan.

BUJANG 23✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang