Aroma manis adonan tepung, telur dan gula yang dipanggang terhidu oleh Astuti yang masih setengah tertidur di kasur. Wanita itu membuka mata, mengerjab beberapa kali sebelum terjaga sepenuhnya.
Jam weker di atas meja kecil di samping tempat tidur menujukkan pukul empat dini hari dan aroma manis kue ini berasal dari dapurnya. Hanya ada satu tersangka pelaku. Kinan.
Astuti bangun dari ranjang dan melangkah ke dapur. Benar saja. Putri sulungnya sedang berdiri di depan bak cuci piring, sedangkan sebuah oven tangkring sudah bertengger di atas kompor, melakukan tugasnya memanggang kue apa pun itu yang sedang dimasak Kinan.
"Kin, belum juga Subuh, tapi udah bikin kue."
"Eh, Ibu. Kinan berisik ya? Ibu jadi terbangun." Kinan membilas baskom besar bekas tempat adonan. Gadis itu lalu bergeser ke depan kompor, mengambil baking gloves yang tergantung di dinding dan membuka oven lalu memutar loyang berisi kue yang mulai mengembang.
"Nggak apa-apa. 30 menit lagi Subuh, sekalian bangun." Astuti mengamati bahan-bahan kue yang belum dibereskan Kinan. Di sudut meja dapur, tampak kumpulan kulit-kulit sukun yang belum dibuang ke tempat sampah. "Kamu bikin bolu sukun? Bude Rahayu dapat pesanan?"
"Nggak, Bu. Selama Mas Yudis di sini, Bude libur bikin jajanan."
"Kamu sedang jengkel sama siapa? Marahan sama Albi?" tanya Astuti. Hanya ada dua alasan Kinan membuat kue di waktu yang tak lazim. Satu, karena meng-handle pesanan kue dari Rahayu. Dua, karena sedang marah.
Kinan memang punya kebiasaan yang cukup unik. Memasak untuk menyalurkan emosi, dalam hal ini baking selalu menjadi pelampiasannya. Untung saja seburuk apa pun suasana hati gadis itu, hasil masakannya tetap enak.
"Nggak jengkel sama siapa-siapa, Bu. Itu lho, anaknya Mas Yudis, kemarin minta dibuatkan kue dari sukun. Nola kepengin banget ngerasain makanan dari sukun. Di Jakarta nggak ada sukun, kali ya."
Kinan menyibukkan diri dengan membersihkan sisa bahan yang masih berantakan, mengelap meja dapur dengan serbet. Haruskah ia berterus terang bahwa dirinya sedang kesal karena dituduh belum move on dari cinta monyetnya semasa remaja? Tidak mungkin. Astuti sama sekali tidak tahu jika Kinan remaja tergila-gila pada Yudistira, bahkan sampai nekat menciumnya. Kalau ibunya tahu, sudah pasti Kinan yang akan dijewer karena berani bertindak kurang ajar seperti itu.
Astuti menghela napas. Ia tahu Kinan sedang menutupi kegundahan. Rupanya Kinan tidak mau menceritakan keluh kesah padanya. Astuti memperhatikan Kinan mematikan api kompor dan mengeluarkan loyang kue. Putrinya itu pasti akan lebih nyaman memanggang dengan oven listrik.
"Kamu mau Ibu belikan oven listrik, Kin?"
"Nggak usah, Bu. Pakai yang ini saja. Oven listrik mahal dan dayanya juga gede. Bisa anjlok listrik rumah kita."
"Ibu bisa mengajukan tambah daya ke PLN."
"Nggak usah, Bu. Lagipula, bikin kue kan cuma sekedar hobi Kinan. Nggak perlulah pakai alat-alat mahal."
"Mungkin kamu bisa nyeriusi bidang ini, Kin. Kue buatanmu enak. Daripada kamu nggak kerja---"
"Bu, Kinan akan bekerja. Tapi nanti. Sekarang Kinan mau rehat dulu."
Astuti menghela napas. Kinan jika sudah bertekad, tidak bisa dipaksa mundur. Tapi Astuti tidak bisa menepis resah begitu saja. Jujur, ia tidak suka melihat Kinan hanya menikmati hari-hari tanpa kegiatan yang berarti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Tak Terganti
RomanceDemi mewujudkan impiannya menjadi chef, Kinanti pergi ke Jakarta dan tinggal bersama tetangga sebelah rumah yang ia cintai sejak remaja, Yudistira. Saat Kinan pikir ia tinggal selangkah lagi dari impiannya, ternyata semuanya perlahan-lahan runtuh d...