Bab 33

10.8K 1.8K 102
                                    

Teman-teman yang tinggal di Lumajang, baik-baik saja kan? Mugo-mugo tansah diparingi slamet. Amin.

------------------

Ada yang hilang dari rutinitas harian Kinanti sejak dirinya berstatus anak kos. Aneh, tetapi Kinan kangen memasak sarapan dan makan malam untuk Yudistira dan Nola. Sekarang, Kinan jadi malas memasak. Ia lebih sering membeli nasi uduk di warung di dekat kosnya. Ucapan Chef Raymond saat pertemuan pertama di RCA memang benar: Memasak untuk diri sendiri itu kurang menyenangkan. Hanya kadang-kadang saja Kinan menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri, berupa roti isi atau nasi goreng. Seperti pagi ini.

"Pagi, Kinan, masak apa?"

Winda, salah satu penghuni indekos ini, menyapa Kinan di dapur saat mengambil air minum di kulkas. Meskipun jarang masak, tetap saja hanya Kinan yang paling rajin menggunakan dapur. Penghuni kos yang lain lebih suka memesan makanan lewat aplikasi.

"Eh, Mbak Winda. Aku bikin sandwich, Mbak. Kemarin aku beli roti di tukang roti yang lewat. Mbak Winda mau? Tapi isinya cuma sosis, sih."

"Nggak usah. Gue nggak biasa sarapan."

Kinan mengucap oh. Winda bekerja di sebuah klinik kecantikan, tapi di bagian keuangan. Penampilannya tentu dituntut cantik dan seksi. Dan mungkin itu sudah menjadi kebiasaan. Sehari-hari di kos, Winda santai saja berkeliaran dengan hotpants dan tank top. Namun demikian,  gadis itu sangat baik. Kinan sering ditraktir makan malam.

"Pacar lo belum datang?" tanya Winda, membawa gelas minumnya lalu menemani Kinan duduk di bangku tinggi di tepi kitchen island mini di dapur itu. Seperti halnya kamar-kamar kos yang didekorasi ciamik, dapur pun didesain dengan model kekinian. Dengan kitchen set minimalis, tapi elegan. Siapa pun yang mengunjungi rumah indekos ini, pasti akan terkagum-kagum dengan desain interiornya yang lain dari indekos pada umumnya.

"Albi nanti jemput pas pulang dari RCA, Mbak. Karena hari ini aku masuk siang." Kinan mulai memakan roti isinya.

Winda mengangguk seraya meneguk air minum. Sebelah tali tank top Winda melorot dari bahu hingga menampakkan lembah atas payudara kirinya.  Kinan refleks menunjuk dengan jari. "Melorot tuh, Mbak," ucapnya dengan wajah tersipu.

"Santai aja kali, Kin. Sama-sama cewek ini."

Kinan tersenyum kikuk. Jujur sampai sekarang, Kinan tidak pernah berani berpakaian seksi. Di saat perempuan lain tidak malu menunjukkan kelebihan aset mereka. Kinan justru merasa sebaliknya. Menurut Kinan,  dadanya yang berukuran 32C itu terlalu menonjol,  sehingga ia tidak pernah memakai pakaian ketat. Seandainya saja ukurannya sedikit lebih kecil, pilihan gaya fashion Kinan pasti lebih luas.

"Gimana rasanya, Kin? Jadi muridnya Chef Raymond kayak mimpi nggak sih? Secara, doi ganteng dan terkenal banget," kelakar Winda.

Roti isi Kinan sudah habis. Kinan membawa piring ke bak cuci piring dan segera mencucinya. "Iya, Mbak. Aku juga seneng banget bisa ngerasain dibimbing sama chef terkenal." Apalagi dapat beasiswa. Bagi Kinan, yang paling penting itu keilmuan Raymond, bukan tampangnya.

"Gue malah baru tahu kalau Chef Raymond itu temennya Reta. Pas lo ke sini sama dia, udah heboh aja anak-anak satu kos. Maklum, norak detected kalau ketemu cogan, apalagi artis."

Kinan kembali lagi ke meja kitchen island. Memang, Raymond punya magnet khusus yang menarik perhatian wanita kepadanya. Kinan juga mengakui Raymond itu tampan, terlebih lagi saat sedang memasak dengan memakai chef jacket.

"Selesai di RCA, kamu rencana mau kerja di mana nanti? Pulang ke Lumajang?"

"Belum tahu, Mbak."

Cinta Tak TergantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang