Bab 19

13.2K 1.9K 115
                                    

"Sar, soal kosan buat saudara gue, udah ada info?"

Yudis kembali menagih pada Sari. Celetukan Nola kemarin malam tentang keinginannya agar Kinan tinggal selamanya di rumah mereka, membuat Yudis sadar ia tidak bisa menunda-nunda mencari kos yang cocok untuk Kinanti, sebelum Nola terlalu bergantung pada Kinan.

"Ada, Mas," jawab Sari. "Gue udah cariin yang bagus nih. Bentaran gue kasih fotonya."

Sari mengambil ponsel dan mem-forward foto-foto kamar kos. "Real pics ini, Mas. No edit-edit."

Yudis mencermati setiap gambar. Kamar itu berukuran sedang, dengan kamar mandi dalam. Ada kasur dan lemari pakaian yang sudah tersedia. Ia hanya perlu menambah barang-barang pelengkap, seperti kipas angin, dispenser air, karpet.

"Rata-rata yang tinggal di situ mbak-mbak berhijab, Mas. Pergaulan aman."

"Bukan dari ormas terlarang kan?"

"Ya elah, kebanyakan syarat lo, Yud," celetuk Pandu sembari mengunyah potongan rendang di mulut. Siang ini mereka makan siang di sebuah restoran nasi padang. "Kalau nggak mau ribet, suruh aja adek lo yang cantik itu ngekos di rumah gue. Gue dibayar 200 ribu sebulan juga nggak apa-apa."

"Rumah lo bukan kos-kosan," sanggah Yudis. "Rumah lo itu sarang penyamun."

Yudis tahu seperti apa rumah Pandu. Memang luas dan terdapat banyak kamar, tetapi seperti selayaknya bujangan yang bebas, Pandu acap kali mengundang kawan-kawan pria untuk nongkrong di rumahnya.

"Gimana, Mas? Lo oke?" tanya Sari. "Gue kasih nomor telepon ibu kosnya, ya."

Yudis mengangguk. Kamar rekomendasi Sari ini memang bagus. Kondisinya bersih dan terawat. Lokasinya juga di daerah pemukiman yang aman. Setelah menyimpan nomor kontak sang pemilik kos, Yudis kembali menyantap nasi padangnya. Lega, tugasnya mencarikan Kinan tempat tinggal yang baik sudah selesai. 

"Saudara lo ngapain ke Jakarta, Mas?" Kali ini giliran Okta yang bertanya.

"Sekolah masak. Di RCA."

"Ciyus, Mas? Sekolah masaknya Chef Raymond itu?" serobot Sari antusias. Yudis sampai kaget melihat ekspresi takjub di wajah Sari dan Okta. Memangnya RCA sudah sangat terkenal ya?

"Wuih, gue mau nitip apron buat ditandatangani Chef Raymond ya. Bilang ke adek lo, Mas," pinta Okta.

"Norak. Nggak sekalian lo beli serbet selusin trus tanda tangannya Raymond disablonin?"

"Dih, Mas Yudis ketauan nggak update info keseksian Chef Raymond. Gue ngebayangin adek lo bakal sulit fokus pas lagi masak terus Chef Raymond ngasih arahan di sebelahnya. Dengkul auto lemes. Iya nggak, Ta?"

Okta menyahut setuju. "Yoi. Bukannya konsen masak, malah bawaannya pengin merebahkan kepala ke bahu lebar Chef Raymond. Mana doi masih single. Baru aja putus dari Maharani, artis sinetron Ikatan Batin itu."

"Adek lo beruntung banget bisa lihat wajah ganteng Chef Raymond setiap hari," simpul Sari.

"Beda banget sama kita yang tiap hari harus lihat wajah tebar pesona Mas Pandu, dan wajah siap menolak Mas Yudis."

Pandu tergelak sampai nyaris tersedak. "Anjir. Muka Yudis, muka-muka penolakan ya."

"Lo keseringan nolak pengajuan kredit nasabah sih, Mas. Jadi pas berhadapan sama cewek, lo auto pasang mode menolak. Cewek-cewek di kantor pada kapok nyoba deketin lo."

Pandu meletakkan sendok garpu, lalu merangkul bahu Yudis. "Makanya, gue kasihan sama si buyung-nya Yudis. Disarungin terus sama dia, kagak pernah dipake."

Cinta Tak TergantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang