Bab 15

15.3K 2.1K 79
                                    

"Hore, Tante Kinan datang."

Nola langsung menyambut Kinan begitu ia turun dari mobil Yudistira. Anak itu menyipitkan mata mengamati paras Kinan. Seorang gadis muda berkulit sawo matang dan rambut sebahu mengikuti Nola dari belakang. Itu pastilah Ratih.

"Halo, Nola." Kinan membungkuk dan menghadapkan telapak tangan kanannya ke arah Nola. Isyarat untuk melakukan tos yang langsung disambut oleh anak kecil itu.

"Nola kangen sama Tante."

Putri Yudis bergerak maju, hendak memberi pelukan tetapi segera dicegah oleh Kinan. "Eh, jangan peluk dulu. Tante habis dari kereta. Belum mandi dan ganti baju."

Nola menyengir. Ia terlalu senang bertemu Kinan lagi, sehingga lupa dengan pesan yang sudah sering diulang-ulang ayahnya selama pandemi masih melanda. "Ayo masuk, Tante." Bocah itu mendahului semua orang masuk ke dalam rumah.

Yudis menyerahkan soto yang dibeli tadi pada Ratih dan pengasuh itu pun masuk lebih dulu setelah bertukar senyum sopan tanda perkenalan dengan Kinanti. Kinan menunggu Yudis menurunkan kopernya dari bagasi, baru kemudian ia mengekor pria itu ke dalam.

"Rumahku nggak seluas rumah Ibu di Lumajang, tapi semoga kamu nyaman selama di sini," kata Yudis.

Rumah Yudistira bergaya minimalis tetapi artistik. Kinan yakin pria itu menyewa jasa desainer interior karena bagian dalam rumah ini sangat sedap dipandang mata dengan nuansa hijau muda yang  mendominasi.

Dinding ruang tamu yang sekaligus difungsikan sebagai ruang televisi, dilapisi wallpaper dengan corak daun. Warnanya berpadu manis dengan sebuah sofa panjang berwarna hijau beserta meja yang serasi. Tempat duduk itu diatur menghadap televisi LED yang ditempel di dinding. Di sebelah televisi, tergantung foto besar Yudis yang sedang menggendong Nola di punggung.

Sebuah partisi berupa rak estetik menjadi pemisah ruang tamu dengan ruang makan kecil yang langsung menyambung dengan dapur. Beberapa foto dan buku menjadi benda pengisi rak tersebut.

"Kata Papa, Tante Kinan tidurnya sama aku," beritahu Nola seraya membuka sebuah pintu di sebelah ruang makan. "Ini kamarku." Nola menggerakkan tangan ke sebuah ruang tidur yang juga bernuansa hijau.

"Wah, kamar Nola bagus," puji Kinan sambil membawa kopernya masuk.

Dekorasi kamar Nola tetap mengusung tema minimalis. Bagian bawah tempat tidur berukuran queen size dimanfaatkan sebagai laci barang. Nola menyimpan mainannya di sana. Dinding di seberang ranjang dibuat menjadi sebuah walk-in closet mini, sedangkan pada dinding di samping kasur ada sebuah rak buku.

Kinan meletakkan kopernya di sudut kamar, lalu membukanya dan mengeluarkan pakaian bersih, handuk, serta peralatan mandi. "Tante mandi dulu ya," ujarnya.

"Oke. Kamar mandinya di sini, Tante." Nola dengan senang hati menjadi pemandu yang menunjukkan letak kamar mandi. Padahal tanpa diberitahu pun, Kinan tahu di mana posisi kamar mandi, yaitu tepat di samping kamar Nola, berseberangan dengan sebuah pintu yang Kinan yakini adalah pintu kamar Yudistira.

Kinan mandi dengan cepat. Meskipun rumah ini mungil, fasilitasnya tetap mewah. Ada kran air panas yang lumayan membantu Kinan melemaskan otot yang tegang akibat perjalanan jauh.

"Tante, ayo makan," ajak Nola setelah Kinan selesai mandi.

Nola duduk manis di kursi makan dan soto ayam sudah terhidang di dalam mangkuk besar beserta tiga buah piring yang masing-masing diletakkan di hadapan kursi. Yudis, yang masih mengenakan pakaian kerja, bangkit dan berkata, "Ratih sudah pulang, kamu makan saja dulu dengan Nola."

"Mas nggak makan?" Kinan melirik jam dinding. Sudah lewat jam delapan dan ia memang lapar.

"Aku mau mandi dulu."

Cinta Tak TergantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang