Bab 2

20.5K 2.4K 71
                                    

Kinanti menarik napas panjang sebelum berjalan untuk meletakkan nampan minuman. Tatapan dingin Yudis seakan menghunjam jantungnya. Lima tahun sudah berlalu dan Yudis masih marah padanya.

"Mas, apa kabar?" tanya Kinan setelah berhasil meletakkan tiga gelas teh hangat di atas meja tanpa gemetar. Jantungnya berdebar super kencang saat menanti Yudistira menyambut tangannya yang terulur. Tiga detik yang terasa seperti selamanya.

Yudis mengerjap, membiarkan Kinan meraih dan mencium tangannya. "Baik, Kin," jawab Yudis singkat.

Kinanti tersenyum kaku. Yudistira yang dulu pasti akan mengacak rambutnya penuh kasih sayang setelah Kinan mencium tangan. Namun, tindakan itu sekarang hanya menjadi kenangan.

"Ini pasti Nola. Sudah besar ya." Kinan membungkukkan badan di depan anak perempuan berpipi tembem. Sepasang pipi bakpao itu semakin terlihat gembil karena potongan rambut bob sebahu. "Halo, Sayang. Kenalin nama Tante, Kinan. Dulu kita udah pernah ketemu, tapi waktu itu kamu masih kecil banget," sapa Kinan sambil mengajak Nola bersalaman.

Nola menyambut salam Kinan. Gadis kecil itu memincingkan mata, mengamati paras Kinan. Mata anak itu melebar penuh kekaguman ketika melihat rambut panjang Kinan yang hampir mencapai bokong. "Whooaaa...  Tante cantik banget. Rambutnya bagus, panjang. Mirip Princess Rapunzel. Tapi rambutnya Rapunzel warna kuning."

Tangan Kinan menyusuri rambutnya. "Tante kan orang Indonesia, rambutnya warna hitam dong."

"Pasti Tante rajin tidur siang."

"Eh?" Alis Kinan bertaut. Apa hubungannya tidur siang dan rambut panjang?

"Kata Mbak Ratih, kalau kita tidur siang, nanti rambut kita bakal cepet panjang. Tapi heran deh. Walau aku tidur siang, rambutku nggak panjang-panjang."

"Ratih itu nama pengasuhnya di Jakarta," terang Rahayu.

"Oh," Kinan paham. Mungkin itu cara pengasuh Nola membujuknya agar mau tidur siang. "Nanti juga panjang kok, Sayang. Yang penting rajin jaga kebersihan rambut."

"Tante pakai sampo apa? Aku mau pakai samponya Tante juga, biar rambutku bagus seperti rambut Tante."

Kinanti terkekeh. "Sampo apa ya?" beo Kinan sambil mengelus rambutnya yang jatuh menjuntai. Apa dia benar-benar harus menyebutkan merek samponya? Memangnya merek sampo berpengaruh pada panjangnya rambut?

"Aku pengin bisa dikepang dua kayak Princess Ana."

Kinan menyentuh lembut rambut bob Nola. "Mmm, rambut kamu juga bisa dikepang, kok. Mau Tante kepangin?"

"Hwoooaaa, beneran?" seru Nola. Dengan rambut sependek ini, dia memang belum pernah dikepang.

Kinan mengangguk. "Tapi Tante nggak bawa peralatan buat kepang rambut kamu. Tante ambil dulu di rumah. Atau kamu ikut ke rumah Tante?"

"Rumah Tante di mana? Jauh nggak?"

"Dekat banget. Itu rumah Tante." Kinan menegakkan tubuh dan menunjuk ke luar jendela ruang tamu rumah Rahayu, ke arah sebuah rumah bercat merah muda dengan bingkai jendela berwarna putih.

"Hwooaaa, di sebelah rumah Eyang. Asyik."

Nola meloncat-loncat dengan gembira. Kinan tertawa kecil. Rahayu ikut tertawa melihat tingkah cucunya. "Yo wis, sana diajak ke rumahmu sebentar," tutur ibunda Yudistira.

Tanpa meminta persetujuan Yudis, Kinanti menggandeng tangan Nola dan keluar lewat pintu samping.

Rumah Kinan dan rumah Yudis dibatasi oleh pagar tembok rendah. Namun, setelah kematian ayah Kinan, dibuatlah sebuah pintu penghubung supaya Kinan kecil tidak perlu berputar ke jalan besar jika ingin bertemu Mas Yudis-nya.

Cinta Tak TergantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang