Bab 21

13.8K 1.8K 76
                                    

"Nduk, gimana? Sudah dapat kos?"

Kegiatan bertelepon antara Kinan dan ibunya langsung diawali pertanyaan tentang indekos. Barangkali ada rasa ewuh-pekewuh di hati Astuti karena Kinan masih menumpang di rumah Yudis.

"Kemarin Mas Yudis bilang sudah dapat kos, Bu. Mungkin hari ini mau ke sana, lihat tempatnya."

"Syukur nek ngono. Semoga cocok. Sekolahmu gimana?"

"Baik, Bu. Guru-gurunya asyik. Aku udah mulai praktek masak."

"Sekolah yang pinter. Nggak usah mikir soal duit. Kalau butuh, telepon Ibu saja."

Semua orangtua itu sama. Selalu mengupayakan yang terbaik bagi anaknya. Tetapi Kinan tahu diri. Ia tahu ibunya tidak bergelimang harta. Uang saku jatah bulanannya didapatkan Astuti dari pontang-panting memberi les privat ke sana sini. Karena itu, Kinan memilih tidak kuliah dan mencari beasiswa sekolah memasak.

"Iya, Bu. Ibu dan Wisnu sehat kan?"

"Sehat. Kamu jaga diri baik-baik di Jakarta. Kasus corona di situ sedang tinggi to?"

"Iya. Ibu dan Wisnu juga jaga diri, jaga kesehatan."

Kinan menutup sambungan telepon dan keluar dari kamar. Nola sedang menonton televisi ditemani Yudis yang justru sibuk sendiri dengan smart phone. Ratih diliburkan setiap hari Sabtu dan Minggu.

Kinan berdiri di sebelah rak partisi dan ragu-ragu bertanya, "Mas, soal kosan yang Mas Yudis bilang. Kapan kita bisa ke sana?"

Kinan terpaksa menolak tawaran kamar kos dari Chef Raymond. Kinan sudah menghubungi lelaki itu kemarin. Memikirkan ia bertukar nomor ponsel dengan seorang selebriti, masih membuat Kinan tak percaya. Kalau ibu-ibu di desanya tahu, pasti akan heboh.

"Hari ini juga bisa," jawab Yudis. "Nola mau ikut lihat kosan Tante Kinan?"

Nola memandang Kinan. Ia masih belum paham dengan istilah kos, tetapi anak kecil itu tahu bahwa Tante Kinan-nya tidak akan tinggal selamanya di rumah ini. "Tante Kinan mau pergi, ya? Nggak bobok sama aku lagi?" tanyanya.

"Iya, Sayang. Tante kan cuma sementara tinggal di sini," terang Kinan.

"Kos Tante nggak jauh, kok. Tante bisa sering-sering main ke sini. Atau kita yang main ke sana," timpal Yudis cepat-cepat. Sengaja ia jelaskan bahwa Kinan bisa mengunjungi Nola kapan saja agar putrinya tidak rewel.

"Papa janji? Nola boleh main sama Tante Kinan? Nggak dilarang?"

"Janji."

Yudis lalu menghubungi ibu kos yang tempo hari direkomendasikan oleh Sari dan mereka pun bersiap-siap.

Hari sedang panas, maka Kinan memilih celana jeans sepanjang lutut dipadu dengan kaus warna peach, rambutnya hanya dikucir ekor kuda tanpa gaya yang macam-macam. Nola pun ikut-ikutan memakai celana pendek denim dengan kaus bergambar Princess Aurora yang berhias gliter. Ketika mereka keluar dari kamar, Yudis sudah menunggu.

"Wah, kita kompak pakai celana jin semua," komentar Nola saat melihat penampilan ayahnya.

Kinan mengagumi gaya berpakaian Yudis. Lelaki itu terlihat seperti anak muda dalam balutan jeans dan kaus putih yang menonjolkan kemaskulinan tubuh bagian atas : dada bidang, perut rata, dan lengan berotot.

Rumah kos rekomendasi Sari dimiliki oleh seorang janda. Bu Atika, namanya. Bangunan kos terletak tepat di sebelah kediamannya sendiri. Berupa bangunan dua lantai, berbentuk letter L. Ada enam kamar di lantai satu dan enam kamar pula di lantai dua. Seluruh kamar di lantai satu sudah dihuni. Penghuni kos-kosan ini adalah mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Jakarta Barat dan---seperti yang pernah disampaikan Sari---sebagian besar memakai hijab, meski bukan jilbaber lebar.

Cinta Tak TergantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang