"Papa, Tante Kinan udah pulang belum?" Nola bergelayut di lengan Yudistira, mengganggu ayahnya yang sedang sibuk membaca berita di situs online melalui gawai.
"Papa nggak tahu."
"Ayo, kita lihat ke rumahnya, Pa. Tadi Tante Kinan janji mau beliin Nola oleh-oleh dari jalan-jalan sama temannya."
Temannya yang ganteng seperti pangeran. Yudis masih ingat upaya Kinan menunjukkan bahwa Albion jauh lebih baik daripada cinta monyet gadis itu, yang tidak lain tidak bukan adalah Yudistira sendiri.
Yudis meletakkan gawai dan mengangkat Nola naik ke pangkuan. "Tapi kan nggak sopan kalau nagih oleh-oleh kayak gitu, Kak. Dan belum tentu Tante Kinan udah ada di rumah."
"Pokoknya, Nola mau ke rumah Tante Kinan." Nola mulai menggerak-gerakkan kaki, merengek.
"Ya sudah, Yud. Sana diajak ke rumahnya Kinan," timpal Rahayu dari sofa di depan televisi.
"Sama Ibu saja ya?" Yudis mencoba menawarkan pilihan, daripada ia harus mengambil risiko melihat Kinan dengan pacarnya. Bisa-bisa ia darah tinggi.
"Emoh. Ibu sedang nonton Icha," tolak Rahayu. Wanita itu bahkan tidak mengalihkan pandangan dari serial sinetron India yang sempat booming di kalangan ibu-ibu beberapa tahun lalu dan sekarang ditayangkan ulang di stasiun TV yang sama.
"Astaga, Bu. Dulu Ibu kan udah khatam nonton Uttaran, ngapain sekarang ditonton lagi?"
"Yo nggak apa-apa. Lha wong Ibu suka. Udah sana ke rumahnya Kinan, keburu Nola rewel. Sedang seru ini lho, Icha lagi marah sama Tapasya."
Yudis bersungut. ANTV mungkin sedang krisis keuangan karena pandemi corona, sehingga tidak mampu membeli sinetron baru yang lebih bagus. Namun yang paling membuat heran, ada saja pemirsa yang rela menonton ulang drama tak berkesudahan seperti Icha versus Tapasya.
"Ayo, Pa. Cepetan." Nola meloncat turun dari pangkuan Yudis dan menarik-narik tangan ayahnya, tak sabar. Yudis pun tidak kuasa menolak.
Pintu rumah Kinan tertutup. Yudis mengetuk dua kali dan mengucapkan salam. Astuti yang membukakan pintu. "Yudis? Ada apa?"
Yudis tersenyum sopan dan mengangguk. Kedua tangannya memegang bahu Nola yang hampir setinggi pinggangnya. "Ini, Bulik. Nola nyariin Kinan."
"Kinan belum pulang."
"Tuh, kan. Papa bilang juga apa," ujar Yudis pada putrinya, meski dalam hati Yudis bertanya-tanya apa saja yang dilakukan Kinanti dengan Albion seharian ini. Sekarang bahkan sudah hampir waktu Asar dan Kinan belum tiba di rumah. "Ya sudah, Bulik," pamit Yudis.
"Eh, tunggu, Yud," cegah Astuti. "Bulik pengin ngomong sebentar sama kamu. Penting."
Kening Yudis mengernyit. Urusan apa yang demikian penting sampai Astuti merasa perlu berbicara dengannya? Tetapi demi sopan santun, Yudis pun mengiakan. Tidak sopan menolak permintaan orang tua.
"Nola balik ke rumah Eyang duluan ya. Papa ada perlu sebentar sama ibunya Tante Kinan." Nola mengangguk. Keperluannya memang hanya untuk bertemu Kinan. Ketika Kinan tidak ada, maka tidak ada gunanya ia tetap di sini. Anak itu lalu berlari melewati pintu penghubung dan memanggil neneknya keras-keras.
Astuti mempersilakan Yudis masuk ke ruang tamu. Interior rumah ini tidak banyak berubah dari kali terakhir Yudis berkunjung, entah berapa tahun yang lalu. Hanya warna cat dindingnya saja yang berubah. Dulu putih, sekarang krem. Empat buah kursi kayu jati dengan busa duduk dan bantal berumbai mengisi ruangan itu. Pajangan dindingnya berupa foto-foto Kinanti saat kecil hingga lulus SMK. Ada pula foto Wisnu, adik Kinan, dengan seragam TK dan SD.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Tak Terganti
RomanceDemi mewujudkan impiannya menjadi chef, Kinanti pergi ke Jakarta dan tinggal bersama tetangga sebelah rumah yang ia cintai sejak remaja, Yudistira. Saat Kinan pikir ia tinggal selangkah lagi dari impiannya, ternyata semuanya perlahan-lahan runtuh d...