Bab 8

16K 1.9K 42
                                    

Dapur dan kue selalu menjadi sanctuary bagi Kinan. Memanggang bolu sukun pagi buta tadi sudah setengah jalan memperbaiki mood-nya. Jadi begitu Albi mengajaknya hang-out, Aruna's Cake langsung terbayang di benak Kinanti. Bakery di dekat alun-alun kota Lumajang itu adalah tempat favoritnya menghabiskan waktu dan Albi sangat memahami itu.

Toko roti itu bukan sekedar tempat memajang aneka cake cantik di dalam showcase, tetapi sekaligus kafe yang menyajikan makanan dan minuman. Meja-meja plywood berlapis decosheet diatur di satu sisi kafe. Setiap meja disusun dengan empat kursi kayu berbantal duduk. Tiga orang gadis remaja menempati salah satu meja di sudut sambil mengobrol akrab. Gelas tinggi berisi alpukat kocok sudah berkurang isinya, demikian juga dengan rainbow cake di piring yang sudah rompal karena dimakan.

Dari bread area, aroma manis nan lezat yang menguar. Terlebih lagi, dari ground beef and cheese sandwich yang masih bertengger di rak pendingin dan baru saja dikeluarkan dari dapur begitu selesai dipanggang.

Pelayan berseragam cokelat krem berseliweran ke sana kemari. Ada yang membersihkan meja, ada pula yang tengah meracik minuman, sedangkan sebagian lainnya sibuk mengemas roti yang sudah dingin ke dalam plastik-plastik. Kinan langsung menyapa seorang wanita dengan rambut dicepol yang duduk di balik mesin kasir.

"Kinan, ke sini lagi?" sapa wanita itu. Aruna namanya, sang pemilik kafe. Seorang  pastry chef lulusan Jakarta Patisserri Institute. Kinan yakin di balik masker, bibir Aruna sedang mengulas senyum ramah.

"Nggak bosen kan, Mbak?" balas Kinan. Memang baru minggu lalu ia terakhir kali datang ke sini.

"Nggak, dong." Aruna lalu melambai pada pria muda di belakang Kinan. "Hai, Albi. Kalian sedang nge-date ya?"

"Halo, Mbak Aruna. Iya, dong. Jadian baru tiga bulan, masih anget-angetnya, Mbak."

"Walaupun udah tiga tahun juga harus tetep sering nge-date, Bi. Biar langgeng. Mau pesan apa hari ini?"

"Aku milk shake kurma, Mbak. Ehmm... sama muffin keju," jawab Kinan. "Kamu apa, Bi?" tanyanya kemudian pada lelaki yang berstatus pacar itu.

"Aku es lemon tea aja, Mbak." Albi menarik kerah polo shirt-nya yang sedikit lengket menempel pada kulit lantaran berkeringat. "Panas banget siang ini."

"Camilannya enggak? Atau mau makan kenyang sekalian? Ada spagetti."

"Nggak usah, Mbak." Albi membayar setelah Aruna menyebutkan nominal harga. Lalu pandangannya mengedar di sekeliling kafe. "Aku tunggu di sana ya." Telunjuk Albi menuding meja di sisi dinding yang diberi pajangan berupa quote yang dipigura. Eat well, live well.

Pemuda itu pun berlalu ke tempat yang ia tunjuk, sementara Kinan masih menunggu pesanan mereka.

"Erin, milk shake kurma satu, es lemon tea satu," titah Aruna pada karyawan yang bertugas meracik minuman. Kemudian, ia sendiri bergerak ke salah satu rak showcase dan mengambil sebuah muffin keju lalu meletakkannya di atas baki. "Gimana tawaranku, Kin? Udah kamu pertimbangkan?"

"Keputusannya nanti, Mbak. Aku masih nunggu email."

Aruna mengangguk. "Pengumumannya kapan?"

"Minggu depan, Mbak."

"Walau aku berharap banget kamu bisa kerja di sini, aku juga ikut senang kalau kamu lolos seleksi."

"Apa pun hasilnya, itu yang terbaik buat aku, Mbak."

"Sip. Semangat!"

Erin sudah rampung membuat minuman. Kinan menyusul Albi duduk dengan baki yang berisi muffin keju, susu kocok kurma, dan es lemon tea. Melihat makanan terhidang, baik Albi maupun Kinan pun melepas masker mereka.

Cinta Tak TergantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang