Kinan melambaikan tangan pada Albi yang kali ini tak sempat menemaninya sampai ke ruangan dalam gedung RCA. Ada seleksi karyawan baru di perusahaan tempat Albi magang. Sebagai staf HRD, Albi diminta untuk menyiapkan berbagai hal.
Motor Albi sudah menghilang ditelan padatnya arus lalu lintas. Kinan berbalik dan berjalan menuju pintu masuk, namun langkahnya berhenti saat terdengar deru motor di belakangnya disertai suara perempuan yang memanggil namanya nyaring.
"Kinan!"
Suara Nuri sedikit teredam oleh masker dan suara bising lalu lalang kendaraan. Nuri turun dari sepeda motor ojek online, melambaikan tangan dengan heboh. "Kinan, kamu udah nggak pakai tongkat? Udah enak buat jalan? Masih sakit nggak?" Nuri menyerocos, memberondong Kinan dengan pertanyaan begitu melihat Kinan tanpa alat bantu jalan. Kakinya pun sudah kembali memakai sepasang sepatu kets putih.
"Alhamdulillah, Nur. Udah bebas sekarang." Kinan menjulurkan kaki kiri dan memutar pergelangan kakinya. "Udah fisioterapi juga."
"Oh, baguslah. Buat naik tangga nggak apa-apa?"
"Nggak apa-apa. Waktu fisioterapi kemarin juga dilatih naik turun tangga." Kinan menjalani dua kali sesi fisioterapi. Macam-macam gerakan yang diminta oleh sang terapis untuk dicoba oleh Kinan. Dari disinar, bersepeda statis, berjalan di atas miniband, naik turun tangga, bahkan melompat. "Makasih ya udah mau direpotin selama aku pakai tongkat kemarin," imbuh Kinan.
"Santuy aja. Nggak merepotkan kok," sahut Nuri. "Kamu diantar siapa? Mas Ganteng atau Duda Ganteng?" Nuri celingukan mencari jejak kehadiran Albi atau Yudistira. Lumayan pagi-pagi dapat pemandangan indah.
"Diantar Albi. Orangnya sudah pergi."
Nuri mengangguk. "Kalian pacaran sejak SMA? So sweet banget lho dia sampai nyusulin kamu ke Jakarta."
"Lulus SMK baru jadian. Belum lama."
"Tapi aku lebih suka lihat Duda Ganteng sih. Ibarat makanan, Mas Yudis itu kue yang sudah dioven. Siap santap. Kalau Albi itu adonan yang udah kalis."
"Apaan sih?" sergah Kinan. "Geli tahu, nyamain orang sama makanan."
"Hahaha." Nuri tergelak lalu merangkul bahu Kinan dengan akrab. Kedua gadis itu lalu berjalan masuk ke dalam gedung RCA.
"Kemarin belajar resep apa? Waktu aku nggak berangkat," tanya Kinan.
"Kita kemarin bikin macam-macam hidangan 'or-derv'."
Kening Kinan berkerut begitu mendengar istilah asing itu. Nuri lantas menambah penjelasan. "Tulisannya hors d'oeuvres. Istilah Prancis untuk hidangan pembuka yang bisa dimakan dalam satu atau dua gigitan."
Kinan mengangguk paham. "Sebangsa canape gitu ya?"
"Yup. Kemarin kita bikin lima resep satu hari."
"Yah, aku ketinggalan banyak," sesal Kinan. Jika satu mereka mempelajari lima resep, maka artinya sudah sepuluh resep masakan yang dilewatkan Kinan karena harus absen dua hari. Memang ia bisa meminta resep dari Chef Raymond, tetapi tentu esensinya berbeda dengan praktek langsung.
Namun rupanya Kinan tak perlu berlama-lama gundah dengan ketertinggalannya. Sebab, di akhir kelas hari itu, Raymond meminta Kinan untuk berbicara sebentar.
"Apa ini, Chef?" tanya Kinan. Netranya bergantian menyorot wajah sang celebrity chef dan benda kecil di tangan pria itu.
"Flash disk," jawab Raymond. "Di apartemen, saya membuat ulang resep-resep yang kamu lewatkan, kemudian merekamnya. Silakan kamu putar videonya di rumah dan pelajari."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Tak Terganti
RomanceDemi mewujudkan impiannya menjadi chef, Kinanti pergi ke Jakarta dan tinggal bersama tetangga sebelah rumah yang ia cintai sejak remaja, Yudistira. Saat Kinan pikir ia tinggal selangkah lagi dari impiannya, ternyata semuanya perlahan-lahan runtuh d...