Bab 13

14.3K 2K 91
                                    

"Kenapa kamu nggak pernah cerita sama Ibu? Ibu sampai berpikir negatif sama kamu. Ibu kira kamu males cari kerja dan kepengin nganggur terus," respons Astuti setelah Kinan menjelaskan semuanya. Tentang cita-citanya, tentang rencana masa depannya. Dan, tak ada yang bisa dilakukan Astuti, selain mendukung sepenuhnya.

Raymond Chandra, pendiri Raymond's Culinary Academy (RCA), adalah selebriti chef yang sudah malang melintang di dunia kuliner nasional dan internasional. Beberapa kali ia didaulat sebagai juri program kompetisi memasak Master Koki di sebuah televisi swasta. Tahun ini, di tengah pandemi yang melanda seluruh dunia, RCA justru menawarkan beasiswa pada lima orang siswa yang beruntung. Seleksi beasiswa dilakukan secara online dan Kinan mendaftar berkat informasi dari Aruna.

"Soalnya, Kinan sendiri nggak yakin bisa lolos, Bu. Makanya, Kinan nggak ngomong sama Ibu. Takut bikin Ibu kecewa." Sebenarnya, Kinan lebih ingin masuk ke Jakarta Patisserrie School, tempat Aruna belajar, tetapi sekolah memasak kue itu tidak menawarkan program beasiswa. Kinan tidak mau membebani finansial ibunya, karena biaya sekolah plus biaya hidup di Jakarta tentu tidak sedikit.

"Nggak gitu, Kin. Urusan hasil itu kan di luar kuasa manusia. Itu bagiane Gusti Allah. Yang penting kita itu berusaha sekuat tenaga. Asalkan kamu sudah berusaha maksimal, Ibu pasti bisa legawa menerima apa pun hasilnya."

Kinan mengangguk. "Maafin Kinan, Bu."

"Terus sekarang kamu maunya gimana?"

"Ya ke Jakarta dong, Bu. Program beasiswa ini cuma ditawarkan untuk lima orang. Kinan salah satu yang lolos, masa nggak diambil?"

"Di Jakarta kamu mau tinggal di mana?"

"Kos."

Astuti membuang napas panjang. "Kamu tahu lingkungan kos yang baik di Jakarta? Ibu nggak mau kalau kamu tinggal di kosan yang campur cewek-cowok. Nggak boleh ngekos sama cewek-cewek nggak bener juga."

Jakarta dan kehidupan bebas bagaikan dua sisi mata uang. Tak bisa dipisahkan. Astuti agak ngeri membayangkan melepas putri sulungnya hidup di kota metropolitan sebesar Jakarta. Apalagi, mereka tidak punya sanak saudara yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya.

"Cewek nggak bener gimana, Bu?"

"Di Jakarta itu banyak prostitusi di kos-kosan. Ibu pernah lihat di tivi. Cewek pemandu karaoke dibunuh di kosan setelah berhubungan intim sama pelanggan. Duh, amit-amit kalau kamu dapat teman kos begitu, Kin."

"Nanti kan bisa tanya-tanya orang, Bu. Atau cari informasi di internet. Sekarang semua ada internet, kok."

"Nggak, nggak. Ibu nggak bisa percaya sama Internet. Namanya orang jualan ya pasti dibagus-bagusin."

"Terus solusi dari Ibu apa?"

Astuti berpikir sejenak. Di Jakarta, hanya ada satu orang yang ia kenal dengan baik. "Biar Mas Yudis saja yang nyariin kamu kos-kosan. Yudis pasti tahu reputasi daerah-daerah di Jakarta."

Kinan menggeleng. "Jangan, Bu," tolaknya. "Nanti malah ngerepotin Mas Yudis. Mas Yudis kan kerja, sibuk. Cari kosan yang sesuai dengan kriteria Ibu itu pasti lama. Sementara, Kinan sudah harus masuk sekolah minggu depan."

"Lalu gimana?" Astuti bimbang. Pendapat Kinan ada benarnya juga. Cari kos di Jakarta pasti lebih sulit daripada di kota-kota lain. Yudis sekalipun pasti tidak akan berhasil menemukan kos dalam satu hari.

"Ya udah, Bu. Mbak Kinan sementara tinggal di rumah Mas Yudis aja, sampai dapat kos yang cocok," usul Wisnu sekonyong-konyong. Kinan pikir adiknya itu tidak menyimak pembicaraannya dengan Astuti, karena sejak tadi Wisnu yang duduk di pojok kamar, sibuk dengan ponselnya.

"Emang nggak apa-apa, Nu?" tanya Astuti.

"Coba Ibu bilang sama Bude Rahayu. Tanya pendapat Bude gimana."

"Ya nggak bisa gitu, Bu," sergah Kinan cepat, sebelum ibunya termakan usulan Wisnu. "Mas Yudis itu duda. Apa kata orang kalau Kinan tinggal di sana?"

Wisnu mengibaskan tangan. "Halah. Sejak kecil kan Mbak Kinan udah sering ngintilin Mas Yudis. Kayak sama orang lain aja. Lagian ini cuma sementara, Mbak. Paling lama tiga minggu atau sebulan."

"Nu, jangan menggampangkan begitu."

"Lho, ini kan jalan keluar yang paling masuk akal, Mbak. Kita nggak punya kenalan di Jakarta selain Mas Yudis. Keluarga kita juga udah percaya banget sama Mas Yudis. Dia pasti bisa jagain Mbak Kinan di Jakarta."

"Iya, bener juga pendapat adikmu, Nduk." Di luar dugaan Kinan, Astuti justru sepakat dengan Wisnu. "Ibu mau ke rumah Mbakyu Rahayu dulu. Biar Bude yang ngomong sama Yudis."

***

"Bu, mana bisa Kinan tinggal di sini? Cuma ada dua kamar di rumahku."

Yudis baru pulang kantor, belum sempat bersih-bersih diri dan Rahayu sudah meneleponnya dengan kabar yang mengejutkan: meminta Kinan tinggal di rumahnya. For the hell's sake!

Rumah Yudistira hanya hunian mungil di sebuah perumahan di Kalideres, Jakarta Barat. Jika Kinan tinggal di sini, Yudis tidak akan bisa menghindar dari interaksi dengan gadis itu. Tidak ada cukup ruang untuk menjaga jarak.

"Yo, gampanglah. Nola tidur sama kamu. Atau Nola tidur sama Kinan. Kayaknya Nola malah bakal seneng."

"Aku kan duda, Bu. Tamu menginap, apalagi untuk waktu yang lama, artinya aku harus lapor sama Pak RT. Aku harus bilang apa tentang status Kinan? Bisa-bisa dikira aku kumpul kebo."

"Tinggal bilang dia adikmu dari Lumajang. Kalian kan sama-sama punya lesung pipi. Orang-orang pasti percaya. Di rumahmu kan ada Nola dan Ratih juga. Kamu nggak akan berduaan sama Kinan."

"Ratih pulang setiap sore, Bu. Begitu aku pulang kantor."

"Yud, coba dipikir. Kinan ke Jakarta sendirian, masih juga kamu biarin dia cari kos sendiri? Kalau dia kena tipu gimana? Kinan lho ayune koyo ngono. Kalau malah diculik orang jahat, gimana?"

Yudis mati kutu. Pendapat Rahayu seratus persen benar. Membiarkan Kinan mencari tempat tinggal sendiri di kota dengan tingkat kriminalitas yang tinggi sama artinya melepaskan gadis itu ke hutan belantara di mana terdapat banyak hewan buas yang siap memangsa kapan saja. Jakarta jauh berbeda dengan Lumajang.

"Gimana pun juga Kinan itu bukan muhrimnya Yudis, Bu." Nah, ini alasan penolakan paling kuat. Kalau sudah membawa-bawa agama, kemungkinan besar Rahayu pun akan berpikir ulang. Namun ternyata, dugaan Yudis salah.

"Sekarang Ibu tanya: Memangnya kamu bakal ngapa-ngapain sama Kinan? Lha wong kalian itu udah seperti kakak adik gitu. Ibu juga yakin Kinan pasti tahu sopan santun numpang tinggal di rumah orang."

Yudis menarik longgar dasi yang tiba-tiba terasa mencekik lehernya. Kinan gadis yang sopan, Yudis tahu itu. Kinan tidak akan berpakaian terbuka atau semacamnya. Namun, bukan itu yang dicemaskan Yudis. Ia lebih khawatir dengan 'monster' di dalam dirinya sendiri.

"Bu..."

"Wis tho. Jangan mbantah terus," potong Rahayu. "Kalau kamu nggak mau Kinan kelamaan tinggal di rumahmu, ya cepetan cariin kos yang terjamin keamanannya buat Kinan. Itung-itung kamu balas jasa ke Kinan. Ingat, Yud, selama ini Kinan yang ngurus Ibu di rumah."

Cinta Tak TergantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang