43. Hancurnya kepercayaan

900 42 0
                                    

Pagi pagi sekali Sekar telah bangun dari tidurnya. Pikirannya masih memikirkan kejadian semalam. Ia masih tidak percaya bahwa Aksara benar menyukainya. Hatinya masih menanyakan apakah benar Aksara menyukainya sebagai Sekar? Ia hanya tidak ingin hatinya kembali terluka, bahkan luka yang kemarin saja belum pulih.

Sekar menghirup dalam-dalam udara pagi kota Jakarta dari lantai balkon kamarnya. Tiba-tiba saja rindu kembali menyapa hatinya. Ia ingin sekali berbagi cerita dengan mama nya, menceritakan setiap kejadian yang ia lewati setiap harinya.

"Sabar Sekar sabar. Bentar lagi juga Desember!" Ujar gadis itu mengingatkan dirinya sendiri.

Perlahan sinar matahari mulai menyorot wajah cantiknya, seharusnya ia sudah bersiap untuk kesekolah hari ini. Namun rasa malas tiba-tiba saja datang melanda.

Seperti biasa, Sekar selalu mendengar pintu kamarnya yang terbuka. Siapa lagi jika bukan Abangnya. Di lihatnya Farki yang sudah siap dengan seragam sekolahnya. Ah, iya Abangnya itu sebentar lagi akan lulus. Sekar sendiri pun belum tau kemana Farki akan melanjutkan kuliah nya.

"Hei, kok belum siap-siap?" Tanya Farki mengelus surai panjang Sekar.

Gadis itu hanya menggeleng, lalu memeluk tubuh tegap Farki dihadapannya. Menyenderkan kepalanya pada dada bidang Abangnya dan menghirup dalam-dalam aroma parfum yang menggoda itu. Sekar rindu orangtuanya, ia juga lelah dengan semua ini. Ia ingin beristirahat sejenak, menghabiskan waktunya bersama dengan Farki yang akhir-akhir ini jarang ia lakukan. Baginya Farki adalah dunianya, baginya Farki juga orangtuanya.

Jika ada penobatan Abang terbaik di Jakarta ini, maka dapat dipastikan Farki lah pemenangnya. Siapa coba yang gak mau punya Abang yang perhatian, pengertian, ganteng lagi! Tapi satu yang Sekar gak suka, Farki itu suka usil dan Sekar paling benci di usilin kaya gitu!

"Kenapa,hm?" Tanya Farki sambil mencium aroma wangi dari rambut adiknya.

Gadis bergelang angsa itu hanya menggeleng, matanya mulai memanas, ada air mata yang menggenang di pelupuk matanya, "kangen.." air mata itu akhirnya jatuh kepermukaan, mengalir begitu saja seolah tanpa adanya hambatan,  "Sekar kangen mama sama papa.."

"Kamu ada masalah apa, Sekar?" Tanya Farki menangkup kedua pipi adiknya. Sekar hanya menggeleng. Perihal pulang nya Sekar yang terlambat tadi malam Farki sudah menganggap itu selesai. Toh, alasan yang Sekar bilang juga nyambung. Katanya menemani Dea yang sendiri dirumahnya sekaligus ngerjain pr.

"Sekar kangen mama.."

Maaf Sekar bohong, bang! Batin gadis itu. Jika ia mengatakan yang sebenarnya ia takut jika Abangnya ini akan menghajar Aksara habis-habisan dan yang paling parahnya tidak memperbolehkan dirinya untuk bertemu Aksara lagi.

Farki sudah biasa mendengar Sekar yang selalu mengeluh seperti ini padanya. Tapi Farki juga tidak bisa melakukan apa-apa, bahkan ia sendiri juga sama seperti Sekar, sama-sama merindukan orangtua mereka.

"Abang mau kuliah dimana?" Tanya Sekar sambil menurunkan tangan Farki dari wajahnya.

"Abang udah daftar program beasiswa sama Saga di Stanford."

Sekar tercengang dengan yang Farki katakan, itu artinya waktunya bersama-sama dengan Farki tidak banyak? Begitu pun dengan Saga. Apakah ia harus jauh dengan Abangnya ini? Apakah Sekar bisa? Jauh dari mama dan papanya saja ia selalu mengeluh pada Farki. Lalu bagaimana jika nanti Sekar merindukan Farki, kepada siapa ia akan mengeluhkan segalanya?

Dengan cepat Sekar langsung memeluk Abangnya. Farki yang mendapatkan serangan pelukan dari Sekar hampir saja terjatuh kebelakang, beruntung cowok itu dengan mudah untuk mengembalikan keseimbangan badannya.

SEKARAKSARA (✓) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang