"Buka topengnya!" Kata Aksara. Dengan sigap Ganesh membukanya. Saat itulah mereka terkejut melihat wajah dibalik topeng itu. Wajah yang tak asing untuk mereka. Dia..
"MARIO!!" Semuanya terkejut saat orang dibalik topeng itu adalah Mario.
"Sialan!" Umpat Dhafa menekan kuat punggung Mario membuatnya semakin susah untuk bernafas.
"Telfon ambulance. Tinggalin dia!" Kata Aksara. "Cabut!"
"Cabut woi cabut!" Seru Surya.
"Luka kalian berdua parah. Ke rumah gue diobatin dulu," kata Farki. Aksara segera mengangguk. Tak ada cara lain, karena rumah Sekar lebih dekat dengan jalan Menteng 4.
🦄🦄🦄
Seorang gadis sedang duduk di balkon kamarnya sambil mengamati bandul angsa nya yang baru ia temukan beberapa hari yang lalu. Ditemani dengan segelas hot chocolate kesukaannya. Hari ini semesta tampak bersahabat dengan langit. Terbukti dengan banyaknya bintang yang bertaburan di angkasa. Sekar bersyukur, ia merasa jauh lebih tenang sekarang. Tidak ada teror, tidak ada orang yang mengenakan pakaian serba hitam dan tidak ada lagi permusuhan antara dirinya dengan Valin. Dan ia berharap hubungan baik ini akan berjalan lama. Tapi ada satu yang saat ini mengusik pikirannya. 1331. Siapa pemilik nomor itu?
Sekar mengernyit saat melihat segerombol motor masuk ke halaman rumahnya. Ia kenal pemilik motor itu. Aksara beserta teman-temannya dan juga ada Farki bersama Idan, Saga dan Vero.
Ia melihat Yugo yang baru saja turun dibantu dengan Vino, serta ada Aksara yang dibantu oleh Dhafa. Perasaannya mulai tidak enak. Dengan segera ia masuk dan berlari turun kebawah.
Sesampainya dibawah ia terkejut melihat Aksara dan Yugo yang babak belur. "Astaga! Aksara, Dalta. Kalian kenapa?"
"Dek, tolong panggil bik Inah suruh siapin obat!" Sekar segera mengangguk dan menemui bik Inah yang sedang mengaduk teh.
"Bik, obat dimana??" Bik Inah dengan cekatan mengeluarkan dua buah kotak P3K dari dalam lemari.
Saat Sekar ingin membawanya ke depan ia terkejut melihat Aksara sudah berada dibelakangnya. "Aksara, lo mau ngapain?"
"Mau bersihin luka gue,"
"Biar bik Inah aja yang bawa, non." Sekar mengangguk dan memberikan sekotak P3K dari tangannya, dan satunya lagi ia bawa untuk mengobati Aksara di sofa tempat biasa Farki dan sahabatnya bermain PS.
"Duduk dulu, Sa" Aksara menatap Sekar. Apa tadi? Sa? Tidak biasanya Sekar memanggilnya dengan sebutan Sa. Dan dia tidak suka mendengarnya.
"Lo kenapa bisa sampai kaya gini sih?" Ujar Sekar sambil menuangkan alkohol pada kapas ditangannya. Lalu dengan perlahan ia tempelkan pada pelipis Aksara yang berdarah.
Aksara hanya diam, dan menatap Sekar dengan jarak yang begitu dekat. Sesekali meringis menahan rasa perih akibat alkohol. "Sshhhh.. lo bisa pelan gak sih?"
"Perih banget ya?" Aksara melihat pancaran khawatir dari mata Sekar.
"Lo khawatir sama gue?" Tanya Aksara. Sekar hanya mengangguk sambil terus membersihkan luka yang ada di sudut bibir dan rahang cowok itu.
"Sekar?" Panggil Aksara menatap lekat mata Sekar yang fokus pada lukanya itu. "Lo beneran khawatir sama gue?" Entah kenapa Aksara ingin mendengarnya langsung dari mulut Sekar. Ia tidak puas dengan anggukan yang Sekar berikan tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEKARAKSARA (✓) [Revisi]
Dla nastolatków[HARAP MEMBACA CHAPTER TERAKHIR DI CERITA INI TERLEBIH DAHULU] -----***----- Ini bukan cerita tentang pertemuan seorang gadis lugu dengan laki-laki bengis dan kejam, dan juga bukan pertemuan antar geng yang kuat serta merebutkan seorang gadis ataupu...