Suka
Vote + comment + follow
Happy reading!!Sudah empat hari aku bolak-balik ke rumah sakit. Dan empat hari pula Sunoo masih dirawat di rumah sakit. Benar-benar merepotkan dan menjengkelkan bagiku. Oh ayolah! Jarak rumah sakit dengan sekolah beserta rumah ku lumayan jauh. Aku juga manusia yang bisa merasakan lelah.
Oh, iya. Aku hanya menjaga Sunoo dari sore hingga jam delapan atau sembilan malam, setelah Seokjin pulang aku pun pulang.
Aku mengembuskan napas beberapa kali. Mencoba menetralkan api amarah yang sudah menyulut dalam hati. Fyuh! Bocah itu terus menerus membuatku frustasi. Dengan langkah cepat, aku membuka pintu ruang rawat Sunoo. Menghampiri laki-laki yang tengah asik dengan ponselnya.
Aku menyodorkan satu gelas bening berisi lemon yang sudah aku potong-potong tadi. Sunoo menerimanya dengan kasar. Dia menaruh ponselnya lalu menikmati lemon tersebut. Aku duduk di kursi seperti biasanya. Mulutku seketika berair melihat Sunoo yang dengan santainya menikmati lemon tersebut.
Merasa di perhatikan, laki-laki bersurai hitam itu menatapku tajam.
"Jika kau masih sayang dengan matamu, maka berhenti menatapku seperti itu, sialan," ucapnya yang membuat ku kesal.
Rahang ku mengeras, lengan kananku sudah terangkat untuk memukul lelaki ini. Namun, dering ponsel dari saku ku berbunyi. Aku mendengus, merogoh saku kemudian menekan tombol hijau—menjawab panggilan telpon tersebut.
"Ya?"
"Kau ada dimana?"
"Bekerja," jawabku seadanya.
"Sepertinya kau melupakan sesuatu."
Aku mengerutkan kening, sedikit menjauhkan telpon dari telinga. Mataku membola. Astaga! Bagiamana bisa aku melupakan janji ku dengan Sunghoon. Rencananya kami akan jalan-jalan ke rumah hantu, tapi aku melupakannya.
"Sunghoon maaf tapi aku lupa. Aku, aku akan segera kesana!"
Aku memutuskan panggilan sepihak. Kini atensi ku beralih pada Sunoo yang menatapku datar. Laki-laki itu lantas melirik jam dinding sekilas kemudian kembali menatapku.
"Jika kau pergi maka gaji mu akan aku potong!" celetuknya acuh tak acuh lalu kembali menikmati lemon tersebut.
Aku mendelik tidak suka. Mendengus kesal kemudian mengetikan sesuatu pada Sunghoon. Ya, mau tidak mau aku terpaksa membatalkan acara bermain kami. Ini semua gara-gara si rubah sialan itu! Tapi, aku juga tidak mau jika gaji ku di potong. Enak saja!
Jam menunjukkan hampir jam sembilan malam. Tidak terasa waktu berjalan secepat itu. Sedari tadi pun aku hanya menghabiskan waktu dengan bermain ponsel. Sesekali pergi keluar untuk membeli makanan yang diinginkan oleh Sunoo. Aku melirik laki-laki rubah yang tengah sibuk dengan laptopnya.
Aku menghela napas.
"Aku ingin bertanya,"
"Tidak!"
Aku mendelik tajam. Belum juga bertanya perihal poinnya dia malah menyela dengan cepat. Menyebalkan!
"Aku belum mengatakan sesuatu, sialan!" desis ku.
"Aku tidak akan menjawab pertanyaan bodoh mu," ungkapnya tak mengalihkan atensi sedikit pun dari laptopnya.
Aku mendecih. Seketika aku ingat sesuatu. Senyum penuh arti terukir di bibirku. Bagaimana dengan sedikit ancaman?
"Sepertinya Seokjin belum mengetahui kegiatan mu malam itu. Bagaimana jika aku mengadukan hal itu padanya?" Aku menatapnya dengan senyuman remeh.
Dia menoleh ke arahku dengan mata yang menatap tajam. Bibirnya terkatup rapat. Kena kau!
"Jangan main-main denganku, Kim Anna. Kau tidak berhak mencampuri urusan keluarga ku!" Dia mendesis. Perkataannya penuh penekanan dan peringatan.
Aku tersenyum. Menidurkan tubuhku pada sofa dengan posisi terlentang. Aku menoleh pada Sunoo yang berjarak beberapa meter dariku.
"Aku tidak mencampuri urusan mu, aku hanya mengadukan mu. Seokjin pernah bilang bahwa kau anak yang polos." Aku berhenti sejenak. Kemudian tertawa. "Dia bilang anaknya polos? Bolehkah aku tertawa sekarang?" ledekku dengan tawa yang semakin kencang.
Sunoo semakin menatapku tajam. Bahunya naik turun kentara sekali dia sedang marah. Tangannya meremat laptop tersebut. Dia menutupnya dengan kasar. Beranjak dari ranjang kemudian menghampiri ku.
Aku sedikit meringis kala dia dengan tiba-tiba mencengkram lenganku hingga posisi ku menjadi terduduk.
"Aku bilang, jangan mencampuri urusanku!" desisnya dengan penekanan di setiap kata.
Aku mendongak menatap tepat di netra coklatnya. Kedua alisku bertaut tajam.
"Aku bilang, aku tidak mencampuri urusanmu!" bentakku.
Cengkraman di tanganku semakin erat. Aku memberontak, mencoba melepas cengkraman tersebut namun tidak bisa.
"Lepaskan, Kim Sunoo! Atau aku benar-benar akan mengadukan mu pada Seokjin!" Aku mengancam.
Laki-laki itu tersenyum miring. Sepertinya dia tidak peduli dengan ucapan ku.
Ceklek
Kami menoleh ke arah pintu. Di sana, Seokjin berdiri dengan satu tangan yang menenteng satu kantung plastik. Sontak Sunoo melepas cengkraman di tanganku.
Seokjin tersenyum, menghampiri kami— lebih tepatnya menghampiri Sunoo. Pria itu mengacak surai hitam anaknya sejenak.
"Sedang apa kalian?" tanyanya menatap kami bergantian.
Aku menengadah, menatap Sunoo yang kini tengah tersenyum manis pada ayahnya. Uh! Raut wajahnya berbeda dengan tadi. Dia berekspresi lebih manis pada Seokjin. Sedangkan tadi? Menyebalkan dan menyeramkan!
"Dia menyuruhku untuk memijit tangan dan pundaknya, ayah," ucapnya sembari memegang lengan Seokjin. Tak lupa bibir merahnya yang mengerucut lucu.
Aku melotot. Apa-apaan itu! Aku menoleh, menatap Seokjin sambil menggeleng.
"Aku tidak!" dilah ku.
Pria itu mengerutkan keningnya. Dia menghela napas. Mengusap surai anaknya lembut dan penuh kasih sayang.
"Kembali ke brankar mu, Sunoo," suruh Seokjin sambil tersenyum.
Sunoo mengangguk lucu. Eoh, kenapa tingkahnya menjadi menggemaskan seperti itu? Dia sedang acting?
Kini atensi Seokjin teralihkan sepenuhnya padaku. Dia menatap ku seolah meminta penjelasan.
Jadi, apa yang harus aku lakukan? Bagaimana aku menyangkal omong kosong yang Sunoo lontarkan?
Baiklah. Sepertinya ini tidak mudah.
-
-
-
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
babysitter ; sunoo ✓
FanfictionAku hanya menjalankan pekerjaan ku sebagai seorang babysitter. Tapi, anak yang aku asuh bukan sosok bayi kecil menggemaskan, melainkan bayi besar yang manja dan sedikit nakal. Well, aku cukup menyukai pekerjaan ini- atau mungkin manyukai orangnya. J...