09

4K 753 14
                                    

Suka
Vote + comment + follow
Happy reading!!










"Anna, disini!"

Aku menoleh ke sumber suara. Melangkahkan kakiku menuju meja yang Seokjin duduki. Aku mendaratkan pantat ku di kursi yang masih kosong, tepat di samping Sunoo. Laki-laki itu mendelik tidak suka. Aku memutar bola mata malas, menatap Seokjin dengan tatapan bertanya.

"Aku akan langsung berbicara pada intinya." Seokjin menjeda kalimatnya sejenak, dia menyesap minumannya. "Aku sudah memutuskan untuk memperpanjang kontrak kerja mu, bagiamana?"

Aku mengerjap beberapa kali. Sepertinya tidak perlu di pikirkan dan di ragukan lagi. Aku akan setuju. Demi uang!

Aku mengangguk mantap. "Aku setuju."

Seokjin tersenyum. Ia menyodorkan minuman kaleng rasa peach padaku. Dengan ragu aku menerimanya.

"Ayah! Aku tidak mau!" tolak Sunoo.

Aku mengembuskan napas pelan. Jujur saja Kim Sunoo, aku juga tidak mau mengurus bayi besar seperti mu. Tapi, mau bagaimana lagi?

Seokjin menatap putranya dalam.

"Sunoo, ayah sudah mengabulkan keinginan mu agar tidak diasuh oleh pengasuh tua. Hargailah." Seokjin memelas. Kasihan juga melihatnya seperti ini.

Kenapa Sunoo tidak bersyukur. Seokjin sudah melakukan apapun untuknya. Bisa-bisanya dia bersikap nakal di belakang Seokjin. Terlebih, drama yang sering ia mainkan itu. Menyebalkan! Payah!

Sunoo mendengus. Laki-laki itu menyeruput minumannya. "Baiklah. Akan aku beri dia waktu satu Minggu. Jika aku nyaman di asuh olehnya maka teruskan. Tapi, aku tidak mau ayah mengabaikan ku dan sibuk di kantor!" gerutunya, memajukan bibirnya kesal, alisnya terkekuk.

Astaga! Kenapa dia menggemaskan. Aku mengerjap. Tidak! Dia tidak menggemaskan. Bagaimana pun dia rubah yang nakal.

"Ya, ayah tidak bisa berjanji," sahut Seokjin.

Setelah berbicara perihal pekerjaanku, kami pun pergi meninggalkan rumah sakit. Aku ikut ke rumah Seokjin. Dia mengajakku. Agar aku tau dan kenal dengan rumah Seokjin katanya.

Beberapa menit lamanya kami berada dalam perjalanan. Sesekali aku melirik ke depan. Sunoo dan Seokjin nampak bercanda ringan. Uh! Sepertinya aku hanya dianggap angin lalu disini. Memilih untuk tidak mengganggu momen anak dan ayah itu, aku pun menyibukkan diri dengan bertukar pesan dengan Sunghoon.

"Ayah, aku ingin lemon."

Aku menoleh ke depan. Seokjin nampak mengangguk sambil tersenyum. Mobil pun berhenti di sisi jalan. Seokjin keluar dari mobil dan tersisa lah kami berdua. Hening. Tiba-tiba Sunoo menoleh ke arahku dengan tatapan tajamnya.

Aku kaget sekaligus tak habis pikir. Kemana Sunoo yang menggemaskan tadi? Orang ini kenapa selalu garang ketika bersamaku sih? Raut wajahnya benar-benar tidak enak pandang!

"Apa?" tanyaku dengan dagu terangkat.

"Kenapa kau menyetujui permintaan ayah ku?" desisnya.

Aku mengerjap. "Kenapa aku harus menolak?"

Sunoo mengeraskan rahangnya. Oh! Sepertinya dia marah.

"Terserah! Tapi akan aku pastikan kau tidak akan bertahan sampai tujuh hari," ucapnya penuh penekanan dan terdengar seperti peringatan.

Wah, sepertinya aku harus waspada dengan anak ini.

Sunoo kembali menghadap ke depan. Sesaat kemudian Seokjin datang. Dia memberikan lemon pada Sunoo. Mobil hitam milik Seokjin kembali melaju.


•••



Mobil hitam milik Seokjin perlahan berhenti di depan gerbang yang menjulang tinggi. Seorang satpam pun membukakan pintu gerbang. Mobil masuk ke pekarangan rumah. Aku membuang pandangan keluar. Sungguh luar biasa! Rumah Seokjin begitu besar dan mewah. Pekarangan rumahnya seluas lapangan olahraga di sekolah. Rumah berlantai dua dengan corak putih dan emas.

Kami keluar dari mobil. Aku mengekori Seokjin dengan mata yang tak henti-hentinya berbinar. Decakan kagum keluar begitu saja dari mulutku tatkala melihat isi rumah. Seokjin mempersilahkan ku duduk di sofa. Dia mengantarkan Sunoo ke atas, sebelumnya Seokjin menyuruh bibi pengurus rumah untuk membuatkan minuman untukku.

Mataku menyapu setiap sudut rumah. Begitu besar dan mewah. Banyak barang-barang mahal disini. Oh, tuhan! Kapan aku tinggal di rumah seperti ini? Lamunan ku buyar kala bibi itu menghampiri ku, meletakkan satu cangkir teh.

Aku menoleh pada Seokjin yang menuruni tangga. Dia duduk di hadapanku. Bibi tadi kembali dengan satu cangkir kopi untuk Seokjin.

"Bagaimana? Apa kau nyaman berada di sini?" Seokjin bertanya, kemudian menyesap kopinya.

Aku mengerjap. Kemudian mengangguk. Seokjin tersenyum kecil.

"Kau boleh tinggal disini."

Aku terkejut? Jelas! Telingaku tidak salah dengar kan? Tinggal disini? Antara bahagia dan tidak sih.

"Aku tidak tau," jawabku.

Seokjin menautkan kedua alisnya.

"Kenapa? Kau pengasuh anakku, jadi ada baiknya kau tinggal disini," usulnya.

Aku diam. Memikirkan jawaban apa yang harus aku lontarkan. Aku tidak munafik, aku ingin tinggal di rumah mewah ini. Aku juga bosan harus melewati gang kecil itu saat pulang. Dengan ragu aku mengangguk, menyetujui. Seokjin tersenyum.

Pria itu bangkit dari duduknya, dia mengacak surai ku sejenak. "Baiklah. Besok aku akan menjemputmu, ya?" ucapnya menawari.

"Tidak perlu. Aku akan kesini sendiri," sela ku sambil tersenyum canggung.

Seokjin menggeleng. "Tidak, aku akan menyuruh sopir untuk menjemput mu."

Aku menghela napas, mengangguk pasrah. Aku pun berpamitan pulang. Ingin membereskan baju-baju ku untuk besok.

-
-
-
TBC

babysitter ; sunoo ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang