Sudah delapan bulan bersama Dafina, Devano baru menyadari bahwa kekasihnya jika tersenyum dan ketawa begitu indah dan cantik. Dan mempesona.
Devano tidak tahu kapan ia akan berhenti menatap kekasihnya ini. Seperti matanya sudah di atur untuk melihat ke arah Dafina terus tanpa mengalihkan pandangan kemana pun.
Devano menggelengkan kepalanya saat ia memikirkan bahwa dirinya akan berpisah dengan Dafina.
"Kesambet, Kak?" pertanyaan sarkas yang diberikan Dafina terdengar di telinganya.
"Hey, beneran kesambet, Kak?" Dafina mencubit lengan kekasihnya itu membuat sang empunya meringis kesakitan.
"Kok di cubit sih, Fin." ringis Devano kesakitan sembari mengusap lengannya.
"Makanya kalau di tanya itu di jawab bukannya bengong." Dafina cemberut dan itu adalah hal lucu bagi Devano.
Devano menarik Dafina ke dekapannya, ia membiarkan kepala gadis itu berada di pundaknya dengan tangannya mengusap kepalanya.
"Gue harap kita bisa selalu bersama, Fin." Gumam Devano.
"Maksud kakak? Kita kan memang selalu bersama, Kak."
Devano mengubah posisi Dafina menjadi berhadapan dengan dirinya. Ia memegang kedua pundak kekasihnya itu.
"Gue boleh nanya sesuatu?" Devano menatap lekat-lekat kedua mata Dafina.
"Silahkan bertanya aja, Kak."
"Jika suatu saat kita berpisah gimana?"
"Kakak nanya seperti itu? Kita kan sering berpisah, Kak."
"Maksud lo?" Devano tidak mengerti maksud perkataan dari Dafina.
"Ini bukan sekali dua kali aja kita berpisah. Kakak ingat belum lama ini kita berpisah karena Kak Devano pergi ke Makassar selama seminggu."
"Bukan itu maksud gue, Fin. Maksud gue dalam artian berpisah adalah perpisahan yang sesungguhnya."
"Maksud kakak apa yang bertanya seperti itu? Kakak mau putus sama gue?" Mata Dafina sudah berkaca-kaca saat gadis itu baru menyadari maksud perpisahan yang dibicarakan oleh Devano.
"Jawab aja, Fin. Bagaimana menurut lo jika suatu saat kita berpisah?" Devano mengulang kembali pertanyaannya.
"Kalau itu yang terbaik dan sudah takdir maka kita harus mengikhlaskannya. Cinta tidak harus memiliki, Kak. Kita bisa melihat orang yang kita cintai bahagia aja udah cukup walaupun kebahagiaan itu bukan berasal dari kita sendiri," jawab Dafina dengan lirih.
"Terima kasih atas jawabannya, sebenarnya gue nanya gitu karena buat dialog film gue yang baru."
"Kakak mah, gue kira mau mutusin ish."
________________
Dafina memainkan garpu dan pisaunya, memotong-motong daging yang ia pesan tadi namun tidak dimakannya.
"Dimakan, Daf," tegur Joy yang dari tadi melihat Dafina hanya memotong dagingnya saja tanpa ada niat memakannya.
"Iya benar Daf, dimakan dagingnya, orang enak juga dagingnya. Mau gue suapin?" tanya Kefas.
"Gak usah, makasih, ini mau dimakan dong," tolak Dafina langsung.
"Gue kangen," ucap Joy lembut.
"Sama lo," tambah Kefas.
Kepala Dafina mengadah sedikit untuk melihat ke arah kedua laki itu, kemudian dirinya hanya tersenyum. Dia tidak menjawab atau membalas apa pun ucapan kedua pria itu secara berlebihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR ME ✓
Teen Fiction"Takdir itu di kejar bukan takdir yang mengejar kita." Setiap orang mempunyai cita-cita, keinginan, dan keharapan bukan? Tetapi apakah salah jika memiliki keinginan dan cita-cita yang luar biasa? Bisa dibilang susah di raih. Apakah menginginkan sepe...