Part 25

3.5K 216 15
                                    

Seminggu setelah kejadian dimana Zua benar-benar meminta putus pada Raga, dia benar-benar menjauhi laki-laki itu. Sudah cukup selama ini dirinya merasa dipermainkan. Karena keegoisan Raga lah yang selalu memintanya bertahan. Namun, lewat perlakuannya, seolah Raga menyuruh Zua agar pergi saat itu juga.

Dengan perasaan yang masih sama,  Zua tak mau lagi memaksakan kehendaknya agar memiliki Raga. Dia tidak mau lagi berharap diperlakukan seperti seorang ratu oleh laki-laki yang menganggapnya seperti seorang teman. Dan dia tidak akan peduli lagi dengan Raga.

Zua tidak membencinya, hanya saja dia benar-benar merasakan kecewa yang teramat dalam karena Raga dan kebodohannya. Lagi pula bagaimana Zua bisa membenci laki-laki yang dia cintai setelah ayahnya?

Selama itu pula Egi selalu ada mengisi hari-harinya dan menjadi penghibur tiap kali dirinya menangis.

Langkah lebar Zua membawanya ke ruang kelas diikuti oleh seorang laki-laki yang berlari mengejarnya dari belakang. Langkahnya terhenti. Raut mukanya berubah datar melihat laki-laki yang tengah ia hindari berada tak jauh darinya.

Raga yang menyadari hal itu, dia mengulas senyum lalu berjalan dan mendekati Zua. Kemeja putih lengannya dia lipat sampai siku. “Aku mau bicara, Zua.”

“Zua nggak ada waktu buat berurusan sama lo.” Egi menarik Zua ke belakang tubuh tegapnya. Mata tajam laki-laki itu bersibobrok dengan Raga yang tengah menatapnya tak kalah tajam.

“Beri aku kesempatan buat perbaiki semuanya. Kita bisa lakuin apa yang sempat aku lewatin.” Raga menunduk, rasa bersalahnya kembali dia rasakan. “Jangan menghindar lagi, aku nggak bisa, Zua.”

Zua menggeserkan tubuhnya hingga berhadapan dengan Raga. “Kesempatan apa yang kamu maksud? Hubungan? Aku sering beri kamu kesempatan, kamu aja yang nggak sadar. Tapi, sekarang status kita berbeda ... nggak sama lagi kayak dulu. Kita udah putus, Ga,” ucapnya tanpa keraguan. Jika orang bisa mendengar isi hatinya, mereka pasti tahu apa yang dia ucapkan berbanding terbalik.

Egi merangkul Zua, menarik satu sudut bibirnya bangga mendengar penuturan sahabatnya. “Kemana aja dulu, ha? Harusnya lo bersyukur dapetin cewe sepengertian dia. Lha, iya, lo 'kan mana cukup dapet satu.”

Emosi menyeruak ke seluruh tubuh Raga, dia mengepalkan tangannya kuat. Kalau tidak ada Zua saat itu juga dia bisa balas menghabisi laki-laki itu tanpa ampun. “Apa perlu gue bilang rencana lo? Yang di depan Zua lo bilang sahabat, tapi kenyataannya lo lebih buruk dari apa yang orang kira.”

“Inget Saras.” Egi tertawa kecil.

Sementara Zua yang berada di sampingnya menggenggam tangan Egi lalu menatapnya dan menggeleng. Kening gadis itu mengerut bingung atas apa yang barusan ia dengar.

“Kata siapa sahabat? Kita berdua udah jadian, jadi lo ngerti posisi lo sekarang, kan? Dengan lo ngejar-ngejar dan minta perbaiki hubungan lo yang udah kandas itu, sama aja lo jadi orang ketiga yang mau misahin gue sama Zua. Balik lagi sana! Saras lebih berhak jadi pacar lo, sama-sama nggak ada harga diri.”

“Sama-sama pembohong nggak usah bohong lagi, gue tahu lo masih berstatus sahabatnya. Lo nggak lupa, 'kan? Kalau Zua ada di posisi ini karena lo.” Raga mengangkat telunjuknya dan mengarahkannya pada Egi.

Egi mendorong Raga hingga laki-laki itu jatuh terjerembab ke lantai. Zua yang sadar hal itu dia langsung menarik Egi menghentikan sahabatnya berbuat lebih jauh lagi. Karena kesal Egi menatap Zua dengan mencebikan bibirnya. “Dia fitnah gue, Zua. Mana bisa gue diem aja.”

“Anggap aja angin lalu, kamu jangan ladenin dia. Ntar urusannya jadi panjang dan nggak selesai lagi, Gi. Cowok kayak dia mana bisa ngurusin permasalahan,” ujar Zua membuat Egi tersenyum senang.

“Satu aja nggak kelar-kelar kayaknya, Zua.” Egi kembali merangkul Zua dari samping lalu mengacak rambut Zua gemas. “Nah, ini baru pacar gue.”

Zua ikut tersenyum membalas Egi, dia membiarkan sahabatnya mengakui dia pacar. Meskipun itu sepenuhnya bohong.

Lain halnya Raga yang dibakar api cemburu, karena perbuatan Egi pada Zua. Hatinya terasa panas, dia membuang tatapannya ke arah lain.

Tanpa sepatah kata apapun Egi menarik Zua meninggalkan Raga yang sekarang tengah menatap punggung orang yang dulu disia-siakan olehnya. Raga menghela napasnya berat sebelum akhirnya memilih pergi.

-——-

Zua tersenyum seraya melambaikan tangannya ke arah Ratih yang berlalu bersama Adam.

“Cepetan naik, Zua!”

Sontak saja Zua menyengir lalu menghampiri Egi yang sudah menstaterkan motornya. Zua menaiki motor itu seraya memasangkan helm di kepala.

“Udah?” tanya Egi melirik sekilas ke belakang.

“Ud—”

Brukk

Belum sempat Zua menyelesaikan ucapannya, badannya terjatuh mengenaskan ke atas aspal. Karena seseorang tiba-tiba saja menarik kerah belakang Zua dengan keras. Matanya berkaca-kaca merasakan perih dan sakit dari punggungnya. Helm yang akan selesai terpasang pun jatuh menggelinding.

Murid lain yang belum pulang dapat menatap jelas yang barusan terjadi. Beberapa orang mendekat dan seorang siswa menepuk pundak Egi keras menyadarkan laki-laki itu yang masih duduk anteng menatap ke depan. “Cewek lo jatuh!”

Egi melebarkan matanya, dia melirik ke belakang cepat-cepat bangkit lalu mengambil alih Zua yang sedang dibantu beberapa siswi untuk berdiri. Tangannya mengusap pundak Zua, mencoba menenangkan.

“Lo kenapa bisa jatuh gini, Zua?”

Zua bergeming dengan tangan bergetar dia meraih punggungnya yang terasa sakit. Air matanya meluruh merasakan sakit di punggungnya yang begitu kentara.

Sepasang sepatu putih menginjak tangan yang satunya lagi. Zua memekik keras, dia menatap sang pelaku.

“Ehh, sakit ya?” Dari nada bicaranya dia tahu orang itu tengah mengejeknya.

“Lo apain dia, huh?!” Egi menendang sepatu yang Saras pakai hingga perempuan itu jatuh terduduk, karena tak dapat menyeimbangkan keseimbangannya.

“Lo kenapa belain dia?!” Saras berdiri seraya menepuk-nepuk tangannya.

Egi berdecih, netra tajamnya tepat menatap kedua mata Saras.

“Dia pantes dapetin itu semua. Kalau bukan karena cewek itu yang masih punya hubungan sama Raga. Gue gak bakal bertindak jauh, Gi. Gue benci cewek sialan kayak dia! Biarin gue buat dia menderita!” Saras berteriak penuh amarah.

“Cewek sialan itu lo, Saras!”

Zua yang masih dalam posisi duduk hanya bisa menahan sakit dengan isakan yang tertahan dan air mata yang sudah membasahi pipinya. Dia menatap Saras tajam. “Belum cukup, Saras? Aku udah putusin Raga, apa yang kamu mau lagi sekarang?!”

Saras menabrakan bahunya pada bahu Egi, dia mensejajarkan kepalanya dengan Zua. Tanpa perasaan tangannya menarik rambut Zua kasar mendekatkan bibirnya pada telinga Zua.

“Lihat lo menderita.”

Destiny (Complete)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang