Teguh melepaskan earphonenya kasar lalu melemparnya pada sofa yang berada di sebrang meja. Dia berjalan lunglai ke arah pintu, membuka pintu yang sedari tadi diketuk keras.“Saya nggak pesan apa-apa, silahkan abang putar balik. Apa perlu saya kasih arah dimana pintu gerbangnya?” Dia berucap malas, karena jujur hari ini dirinya kurang suka pada siapapun yang mengganggu dirinya. Di depannya seorang kurir tengah berdiri sembari membawa paket dengan raut muka kurang bersahabat.
“Apa benar ini alamat rumah Zua Ayu Safira?” tanya kurir itu, tidak memperdulikan kalimat yang diucap Teguh barusan.
Teguh menyenderkan kepalanya pada pintu, dia mengangguk. Membenarkan.
Kurir itu menyodorkan paket yang berbentuk persegi padanya. “Ada kiriman paket atas namanya.”
Teguh menatap lamat paket yang sudah beralih tangan padanya. “Belum dibayar, ya?” Tangan kanannya dimasukan ke dalam saku.
“Sudah, tapi kalau mau dibayar lagi nggak apa-apa. Saya terima kok.” Raut mukanya berubah, tersenyum ramah.
Dirinya tidak menjawab, hanya menatap datar, kemudian menutup pintu itu dengan sekali dorongan yang menimbulkan bunyi keras. Dia berjalan ke arah sofa, mengambil earphone bluetooth yang masih menyambung pada handphone yang berada di saku celana.
Teguh menaiki tangga dengan paket yang masih ada di tangan kiri. Dia mengetuk pintu kamar sang Kakak sekali dan membukanya. “Paket.”
Zua yang tengah duduk diam di meja belajar pun menatap dirinya dengan kernyitan di dahi. Dia berjalan lalu duduk di samping Teguh. Meneliti paket itu sebelum akhirnya dia buka karena penasaran.
Sementara Adiknya bersikap tidak perduli, bahkan laki-laki itu malah memejamkan mata diatas kasur dengan tangan yang memeluk guling.
Matanya mengalihkan atensi menatap ke gulungan kertas yang berwarna hitam mencolok. Dengan tanya dalam pikirannya dia membaca kalimat di dalam kertas itu dalam hati.
Gue sayang sama lo, gue mohon putusin dan jauhin dia demi gue juga demi lo
Egi L.
Zua meremas kertas itu hingga tak berbentuk. Di dalam kotak itu ada sebuah boneka panda yang ukurannya tidak terlalu kecil, dia mengambil boneka itu. Sedikit lusuh dan sudah ada coretan spidol, Zua masih ingat betul kalau boneka ini adalah awal pertama mereka merayakan satu hari pertemannya, waktu itu dirinya dan Egi saling bertukar hadiah dan ini ia dapatkan dari sahabatnya itu.
Saras benar, Egi memang ada hubungannya dengannya, Raga dan sepertinya Saras pun ikut andil dalam masalah ini. Selama ini sahabatnya sering ikut campur akan kisah percintaan Zua dan terkadang bersikap acuh.
Seminggu sudah Zua tidak lagi bertanya ataupun bertegur sapa dengan Egi. Karena saat bertemu atau berpapasan dia memilih mengunci mulut dan diam. Tidak ada lagi obrolan selama itu.
Dengan tiba-tiba Egi mengirim Zua sebuah paket. Sungguh dia dibuat bingung dengan semua ini.
Zua mengalihkan atensi nya menatap Teguh yang sudah tertidur pulas. Helaan napas keluar dari mulut, saat itu juga dia membereskan barang-barang itu, menyimpan di suatu tempat yang dia yakini tak bisa Adiknya temukan.
Setelah selesai Zua ikut membaringkan diri di kasur dekat kaki Teguh. Dia menarik guling satunya lagi sebagai bantalan ia tidur.
-——-
“Kak.”
“Kakak!” Teguh menepuk-nepuk pipi sang kakak. “Bangun! Udah sore.”
“Kak!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny (Complete)✔
Teen FictionBEBERAPA PART DIPRIVATE, FOLLOW TERLEBIH DAHULU ••• Bagi Zua, patah hati adalah luka yang disengaja atau konsekuensi saat jatuh cinta. Tahu rasanya seperti apa, karena akhir-akhir ini takdir membuatnya merasakan. Saat Raga berstatus pacar, akan teta...