End

6.5K 231 26
                                    

Ending aku revisi:)
_____

Egi mengetuk kaca mobil depan, menyadarkan Zua yang sedari tadi diam tak bergeming. Mereka telah tiba di kediaman Adiputra.

“Ayo.”

Zua menatap manik mata Egi sendu, kedua tangan gadis itu meremat dress putih yang menjuntai hingga kaki. Dari pada tamu undangan, dirinya lebih terlihat seperti seorang pengantin menurut Zua sendiri. Lagipula untuk apa Egi memberikannya pakaian ini?

Meskipun ini adalah akhir dari kisah cintanya dan Raga, dia tidak ingin berpenampilan semengesankan ini yang nanti akan menggiring opini negatif karena terlalu menarik perhatian di sekitarnya. Dengan adanya fakta bahwa Zua adalah seorang pacar yang ditinggalkan menikah.

Rambut sepunggung Zua dibiarkan terurai, sedangkan Egi, laki-laki itu memakai kemeja putih yang dipadukan dengan celana hitam. Dia mengulurkan tangan kekarnya yang lantas diterima oleh gadis di depannya.  Egi mencium punggung tangan Zua sekilas, lalu beralih mengusap wajah gadis itu dengan tersenyum kecil.

“Lo pantes dapet kebahagiaan.”

Gadis itu memperhatikan Egi dengan mata memerah. “Omong kosong! Aku nggak bahagia.”

Egi kembali tersenyum kecil, dia menghela napas berat. “Maaf, Zua”

Sembari menarik napas panjang, Zua meyakinkan dirinya bisa melewati beberapa jam ke depan, memilih tidak menanggapi Egi yang mulai menyinggung masa lalu. Dia melingkarkan tangannya di lengan Egi.

Seorang penjaga berdiri di samping gerbang rumah Raga. Zua memberijan undangan putih yang beberapa hari lalu Raga berikan, kepada penjaga tersebut.

Untuk beberapa saat dia dibuat terdiam saat melirik undangannya yang berbeda dari yang lain. Jelas saja miliknya lebih terlihat undangan khusus yang terkesan mewah. Zua sama sekali tak membuka dan membaca undangan itu lagi. Hari-hari semenjak kedatangan Raga, Zua menghabiskan waktunya dengan menangis. Bahkan dia tahu tempatnya pun hanya karena Egi yang mengajaknya. Ya, laki-laki itu juga mendapatkan undangan, namun dengan tampilan sama layak tamu lain.

Mereka berdua kembali berjalan masuk di atas karpet merah yang mengarahkan mereka pada tempat utama pernikahan berlangsung. Dia mengedarkan pandangannya ke segala arah yang terhiasi pernak-pernik pernikahan di mana-mana. Zua mendongak tatkala matanya terasa memanas. Usapan di bahunya membuat dia menatap ke arah Egi yang mengulas senyum seraya mengangguk kecil.

Pernikahan yang berlangsung di outdoor. Meja-meja tamu undangan sudah terisi hingga tersisa namanya yang berada tepat di meja paling depan. Mereka berdua yakin, milik Zua sengaja dibuat berbeda dari tamu-tamu yang lain. Seolah laki-laki itu memang sengaja mengistimewakan dirinya. Tapi, kenapa dari luasnya tempat, meja Zua harus berada di sana?

Tak adil untuknya. Kenapa Tuhan harus mempertemukan Zua jika pada akhirnya harus berakhir seperti ini?

Dia tidak bisa memaksakan tegar atas status Raga yang akan terikat dengan perempuan lain. Zua yang berjuang selama ini, bukan?

"Zua, 'kan?"

Gadis itu mencoba mengukir senyum saat Rama, laki-laki yang dulu pernah diminta Raga berbohong, berdiri tepat di depan mejanya. Laki-laki berkemeja hitam itu menepuk pundak Zua beberapa kali. “Selamat, ya.”

Alisnya mengkerut dalam diam. Selamat karena ditinggalkan maksudnya? batin Zua tersenyum kecut

Rama beralih melirik Egi. "Kabar lo gimana?”

“Lebih baik dari sebelumnya.”

“Gue kira masih gak waras.”

“Sialan.”

Rama tertawa singkat hingga tak lama kemudian menampilkan senyum menggoda. “Cewek lo mana, Gi?”

Laki-laki berjas mengedikkan bahunya yang kembali mengundang tawaan kecil dari Rama.

Spontan Zua memalingkan pandangannya ke arah lain. Rama mengusap tengkuknya tak enak akan perubahan gadis itu yang membuatnya terlihat bingung. Laki-laki itu menggerakkan mulutnya seolah bertanya 'kenapa?'

Egi menjawabnya dengan gelengan kepala.

Tak lama seorang wanita berpakaian dress biru melingkarkan tangannya di lengan Rama. Laki-laki itu tersenyum menanggapi. "Istri gue, Ailyn. Gue balik lagi ke meja gue di belakang."

Beberapa saat setelahnya Zua menatap nanar pada seorang perempuan yang berdiri di samping kedua orang tua Raga di depan. Lagi-lagi wajahnya kalah telak, bahu Zua bergetar seiring isak tangis kecil keluar dari mulutnya. Egi yang sadar akan kondisi gadis itu menarik Zua ke dalam dekapan, menyalurkan rasa hangat dari tubuhnya. Dia menghujami puncak kepala Zua dengan kecupan.

Beberapa orang mengatensikan pandangannya ke arah mereka berdua. Isak tangisnya kian semakin keras. Zua meremat punggung Egi dengan kuat, dadanya begitu terasa sesak.

"Pulang, Gi. Aku mau pulang." Suara gadis itu terdengar begitu bergetar.

"Sebentar lagi."

°°°

Zua berlari kecil meninggalkan acara pernikahan itu setelah ijin pada Egi dengan dalih ke toilet. Napasnya terengah saat baru sampai gerbang. Bahkan air mata yang sedari tadi ditahan kembali meluruh tanpa diminta, Zua mengusapnya kasar.

Baru saja akan kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti, seseorang mencekal tangannya, Zua melirik sang pelaku. Dalam sekali hentakan dia melepaskan tangan kekar itu. Badannya bergetar, raut wajah laki-laki itu kentara menggambarkan rasa cemas yang begitu mendalam. Baju putih berbalut jas putih masih melekat di badan laki-laki itu.

"Mau kemana?" Nada berat suara Raga mengalun pelan. “Kalo kamu pergi, acaranya nggak akan berlangsung, Zua.”

“Ngapain, sih, Ga?” Zua menatap tajam Raga yang malah terlihat begitu tenang. See? Dia baik-baik saja tanpanya. Kenapa Zua tidak bisa seperti itu?

“Masuk lagi.”

“Buat apa?! Mau lihat gimana rapuhnya aku karena kamu, ha?! Setelah bertahun-tahun aku pertahanan kamu mati-matian, kamu bahkan malah terlihat tenang. Kenapa? Kenapa harus aku yang menderita?” Zua menutup wajahnya dibalik kedua telapak tangan. Menyembunyikan wajahnya yang terlihat menyedihkan. “Biarin aku pergi ... aku capek, Raga. Aku nggak baik-baik aj–”

“Justru karena itu kamu nggak boleh pergi dari sini, aku nggak mungkin menikah tanpa pengantin.” Raga mengusap air mata gadis itu pelan, mengarahkan kepala Zua agar menatapnya. “Ayo, beberapa jam lagi orang tua aku akan jadi orang tua kamu juga.”

Zua menghempaskan tangan Raga. “Gak usah bercanda! Ini nggak lucu!”

Bukannya menjawab, laki-laki itu malah menarik tangan Zua untuk kembali memasuki area outdoor. Mereka berdua disambut dengan berbagai tatapan yang tidak dimengerti oleh Zua sama sekali.

Dia mengedarkan tatapannya pada Egi yang tersenyum sembari menganggukan kepala.

“Kok malah kabur?” tanya Rafi dengan menatap Zua, tiga orang di samping keluarga Raga membuatnya tertegun.

“Bunda ... kalian ....” Zua menoleh pada Raga dan bertanya pelan, “Maksudnya apa?”

“Proof that I'm serious with you, sorry yesterday's prank seemed too much.” Raga menariknya ke dalam dekapan membuat suara teriakan penuh godaan terdengar, tangan laki-laki itu melingkar erat di tubuh Zua.

“Aku berhasil yakini mama, aku berhasil, Zua,” ujarnya tepat di telinga Zua, ciuman di keningnya menjelaskan betapa bahagianya laki-laki itu. “So, come marry me. Let's build what we dreamed of, Zua.”

End

°
°
°
Jangan berharap aku kasih EP, ya. Karena emang udah sampe sini aja. Kamu (yang baca part ini) bisa mampir ke cerita aku yang lain.
Bantu aku dari bawah buat ramein ketiga cerita yang masih On going.

Destiny (Complete)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang