"Mana sih tu cowok. Gak tahu apa, orang lagi nungguin."
Alis Zua bertaut bingung. "Siapa, Rat?"
"Adam 'lah, siapa lagi," balas Ratih.
Sontak saja Zua melebarkan matanya menghentikan suapan bakso yang baru saja akan dimasukan ke dalam mulutnya. "Adam? Adam temen sekelas kita, 'kan? Punya masalah apa sama dia?"
"Masalah apaan, ngaco lo." Handphone yang barusan digunakan untuk melirik wajahnya sebagai ganti kaca Ratih simpan di atas meja lalu menatap balik pada Zua. "Yakali gue punya masalah sama pacar sendiri. Lo belum tahu, ya? Padahal sekelas, kok gak tahu sih gue pacaran sama dia."
Dia benar-benar baru tahu status hubungan Ratih dengan Adam. Tentu saja dirinya terkejut, karena dia tak pernah melihat kedekatan Adam dan Ratih. Jangan 'kan Ratih, dekat dengan perempuan lain pun tidak pernah melihatnya.
Adam si banyak tingkah yang susah dekat dengan orang baru dan Ratih si humble. Dari sini Zua mengerti kalau manusia diciptakan berpasang-pasangan. Dua hal berbeda, tapi ditakdirkan bersama.
Apa kabar dengan hubungannya?
Raga yang secara tak sadar menyuruhnya pergi karena tingkahnya, tapi di sisi lain laki-laki itu tak mau melepas Zua ataupun Saras. Dan Zua yang selalu mencoba sabar walau hatinya tak se-tegar kenyataannya. Dia akan selalu mempertahankan hubungannya dengan Raga. Mana mungkin dia mengalah, membiarkan pacarnya dengan Saras.
"Beneran pacaran? Sejak kapan? Kok bisa sama dia?" tanya Zua masih tak percaya.
Ratih berdecak sebal, mengambil minumannya lalu meneguk sampai habis. “Pertanyaan lo ngarahnya kalau gue pacaran setting-an ”
Zua tertawa kecil mendengar Ratih. “Bisa aja 'kan setting-an. Lagian orang-orang jaman sekarang banyak yang gitu. Di depan bicara kayak yang iya, padahal di belakang lain lagi.”
“Dih, gaya lo. Hidup berapa kali sampe bisa bicara kayak gitu?” Ratih tertawa seraya menggeleng kecil. “Kalau pun ada, itu mereka, bukan gue. Oh gue tahu! Lo bicara gitu terinspirasi dari circle pertemenan, kan. Pantes aja sahabat lo cuman itu-itu aja.”
“Kok tahu?” Zua tersenyum menampakan giginya. Dia menunjuk Ratih seraya memicingkan mata curiga. “Diam-diam jadi stalker aku ternyata.”
“Iy—”
“Ghibahin gue ya lo pada?” Adam datang dengan baju yang dikeluarkan dan dasi yang tidak rapi.
"Jauh-jauh sana, Dam," usir Ratih sembari menggeser kursi kantin yang pacarnya dudukki berada begitu dekat dengannya.
Sementara Zua terdiam, hanya memerhatikan tingkah pasangan itu seraya menghabiskan nasi gorengnya yang belum habis.
Mata Adam memelas, kedua sudut bibir laki-laki itu melengkung ke bawah. Adam menautkan tangannya dengan tangan milik Ratih. "Ngusir nih? Nggak asih ah, gue baru datang. Lo mau gue putusin?”
"Ya udah kalau mau lo putus, ya, putus aja. Cowok masih banyak," anjur Ratih melepas tangan Adam.
Kepala Adam bersandar pada bahu Ratih. "Bukan gitu. Tiap kita berantem harusnya bukan ngajak putus, tapi sekali-kali ngajak nikah. Emang lo nggak mau nikah sama gue?"
"Masih muda, masih panjang buat ngelakuin hal yang belum tentu pas tua bisa kita lakuin. Jangan bahas itu deh, geli sendiri gue," balas Ratih.
"Beneran setting-an ya?" lanjutnya membuat Adam menoyor kening gadis itu pelan.
"Pala lo setting-an." Adam menghela napas sebal lalu melirik ke arah Ratih.
"Ngaku aja, Dam. Gak apa-apa mereka tahu kita nggak pacaran," sahut Ratih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny (Complete)✔
Teen FictionBEBERAPA PART DIPRIVATE, FOLLOW TERLEBIH DAHULU ••• Bagi Zua, patah hati adalah luka yang disengaja atau konsekuensi saat jatuh cinta. Tahu rasanya seperti apa, karena akhir-akhir ini takdir membuatnya merasakan. Saat Raga berstatus pacar, akan teta...